MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Berpikir Akan Homeschooling?

Minggu, 21 Februari 2021

Wow! Tidak terasa sudah satu tahun lebih saya menjalani homeschooling (HS) dengan anak-anak. 


Sepulang dari US bulan September 2019 lalu, saya dan suami berdiskusi panjang lebar tentang pilihan sekolah anak-anak. Hingga akhirnya di awal tahun 2020 kami memantapkan HS setelah mengitari seluruh sekolah yang masuk ke dalam daftar pilihan sekolah yang ingin kami tawarkan ke anak-anak. Namun pilihan akhir tetap HS.


Baca Juga: Ketika Harus Memilih Homeschooling


Tak disangka beberapa bulan setelahnya pandemi masuk Indonesia dan berlakulah sistem pembelajaran daring. Sehingga, pilihan kami untuk HS berasa tidak terlalu berat dalam hal adaptasi dengan lingkungan sekitar semacam menghadapi pertanyaan tetangga kenapa anaknya ga ke sekolah hehehe. 


Pexels.com


Dalam tulisan saya kali ini, saya akan mencoba menyampaikan apa yang saya rasakan dalam kurun waktu satu tahun ini. Tujuannya agar teman-teman yang tengah memikirkan HS untuk anak-anaknya bisa merenungkan lebih dalam akan pilihan ini.


Tentu setiap orang memiliki jalan pikiran yang berbeda, jadi teman-teman silahkan disesuaikan saja ya dengan karakter teman-teman tentang pengalaman saya ini.


1. Memilih HS = Memilih Lebih Repot

Ketika kita memilih HS mandiri, tidak menggunakan jasa lembaga HS, artinya kita memilih untuk 'repot' memikirkan arah dan tujuan pendidikan anak-anak kita. Biasanya arah dan tujuan ini ditelurkan berbentuk kurikulum. Dan biasanya lagi, jika kita plek ketiplek mengikuti kurikuluman nasional (kurnas) dari pemerintah, akan ada 'drama kumbara' yang terjadi antara ibu dan anak. 😅 Karena target ketercapaian kurnas mendesak orang tua untuk 'memburu' anaknya mampu memenuhinya.


Makanya biasanya lagi ya, banyak orang tua HS mandiri akan memilih kurikulum mereka sendiri yang disesuaikan dengan keluarga masing-masing. Jikapun akan menggunakan kurnas, biasanya tidak akan menjadi kurikulum utama melainkan hanya agar mengetahui standar negara untuk mempersiapkan anak melewati ujian sekolah per semester agar bisa menerbitkan rapor. 


Lho bedanya apa? Jadi kurnas hanya dipake untuk dilihat aja. Sedangkan dalam keseharian tidak menggunakan metode seperti halnya di sekolah melainkan metode lain. Nah biasanya metode lain ini memiliki cara atau komposisi pelajaran yang berbeda dari kurnas, namun biasanya anak tetap bisa menjawab pertanyaan standar negara di ujian sekolah. Meskipun mungkin bisa jadi anak hanya memenuhi syarat menimal ketercapaian.


Kerasa ga repot nya? 😂😂😂


Jadi intinya, ketika kita memilih HS kitalah yang menjadi otak yang mengarahkan tujuan pendidikan anak-anak kita. Kita yang bisa merasa-rasa kurikulum mana yang cocok dengan karakter kita dan anak-anak kita. Agar apa? Agar proses HS tidak tegang dan penuh drama karena misal anak ga ngerti-ngerti pelajaran yang kita sampaikan.


Saat ini sangat banyak praktisi HS yang membagikan inspirasi aktivitas harian mereka dengan anak-anak mereka. Namun harus tetap diingat, sesuaikan dengan karakter kita dan anak-anak kita.


2. Memilih HS = Memilih Berbeda

Meskipun sangat banyak bermunculan HSer baru (termasuk saya hehehe), memilih HS tetap tergolong jalan hidup yang tidak biasa. Artinya, kita harus siap menerima respon sosial berupa aneka pertanyaan yang mungkin akan mengusik kalbu. Mulai dari respon orang tua kita sendiri, saudara, teman, atau bahkan respon diri kita sendiri. Lho kok bisa?


Ya bisa. Karena saat kita memilih HS perjalanan tentu akan menggiring kita pada sebuah pengalaman yang mempengaruhi mental dan pikiran kita. Baik yang datang dari dalam diri kita maupun dari lingkungan sekitar. Contoh, disaat HS, anak-anak menolak untuk belajar. Padahal sudah kita lakukan aneka cara untuk menarik perhatian mereka. Sehingga kondisi ini membuat kita berpikir ulang dan ragu, 

"Duh, kalo kaya gini terus gimana mereka bisa mengikuti kurikulum?"


Baca Juga: Homeschooling Aja Gitu?


Kasus ini tentu juga kita temukan pada anak sekolah formal. Perbedaannya, di sekolah formal pembelajaran tetap berjalan tak peduli anak kita mau atau tidak untuk belajar. Sedangkan dalam HS, pembelajaran jadi terhenti.


Tapi eits! Jika teman-teman memilih HS, memiliki mata hati yang lebih peka itu penting. Karena kehadiran kita 24/7 membersamai anak-anak ga bisa kita berlakukan sistem yang sama dengan sekolah. Ketika pembelajaran HS terhenti, masih ada pembelajaran lain yang terjadi. Nah di dalam HS, hal ini menjadi sangat berarti untuk membantu kita orang tua lebih jeli melihat kebutuhan anak. Tak hanya sekedar mencapai target kurikulum.


Gimana? Mudah-mudahan kerasa ya bedanya 😁😁


Intinya, saat kita memilih HS kita yang akan menyelesaikan masalah pendidikan anak-anak kita sendiri. Tidak ada bantuan pihak luar seperti halnya di sekolah formal yang mana kita dibantu sekolah dan guru ketika menghadapi masalah dengan belajar anak.


Tentu masih banyak perbedaan yang akan dirasakan seiring berjalannya waktu. Dan perbedaan ini harus kita persiapkan agar tak muncul "duh nanya kesiapa ya, gue lagi bingung nih soal HS anak-anak". Jika pun akan meminta pendapat pihak lain, pastikan untuk penyelesaian masalah bukan untuk mencari dukungan terhadap hipotesis yang sudah kita bentuk hahahaha. Semacam buat mendapat dukungan aja. Sedangkan akar masalahnya ga ditemukan.


3. Memilih HS = Mau Kreatif

Kreatif disini bukan dalam hal kita yang harus menyiapkan segala rupa kebutuhan pembelajaran. Melainkan kita sebagai orang tua harus kreatif memainkan peran keseharian kita bersama anak-anak untuk kemudian dijadikan pembelajaran. 


HS sekaligus mengurus urusan rumah tangga sama halnya membawahi dua departemen sekaligus di kantor. Jika kita tidak mampu berkreasi, yang terjadi tentu depresi 🤦🙈 . Sehingga, kreatifitas kita mengatur semuanya dituntut disini, termasuk di dalamnya mengatur emosi. 


Mengatur jadwal kegiatan kita pribadi sebagai fasilitator HS dan juga kepala bagian domestik rumah tangga juga harus dilakukan. Tidak harus berbentuk jadwal tertulis, yang terpenting segala hal prioritas memang dilaksanakan bukan malah tergantikan dengan aktivitas lain semacam bermain HP atau menonton film hahaha. Pastikan semua berjalan sesuai skala prioritasnya agar kamu ga pusing dan ga ngerasa "duh, HS gue kacau!"


Oke deh, kayanya udah dulu tiga poin aja. Semoga bisa memberi sedikit gambaran untuk teman-teman yang akan memilih HS. Apapun pilihannya, tetap jadi diri sendiri ya! Pastikan setiap pilihanmu datang dari sanubarimu. Bukan karena desakan sikon karena pandemi, atau karena terpengaruh sekitar yang berbondong-bondong HS.


Oh ya, rekomendasi saya bagi teman-teman yang mau HS, baca buku 55 Gagasan HS nya karya Aar Sumardiono ya. Sama Cinta Yang Berpikir karya Ellen Kristi. Dua buku ini ngebuka pikiran kita banget soal HS.


Silahkan komen untuk diskusi ya. Atau boleh email atau main-main ke IG saya. 


Serpong, 21 Februari 2021



1 komentar on "Berpikir Akan Homeschooling?"
  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗