MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Berpikir Akan Homeschooling?

Minggu, 21 Februari 2021

Wow! Tidak terasa sudah satu tahun lebih saya menjalani homeschooling (HS) dengan anak-anak. 


Sepulang dari US bulan September 2019 lalu, saya dan suami berdiskusi panjang lebar tentang pilihan sekolah anak-anak. Hingga akhirnya di awal tahun 2020 kami memantapkan HS setelah mengitari seluruh sekolah yang masuk ke dalam daftar pilihan sekolah yang ingin kami tawarkan ke anak-anak. Namun pilihan akhir tetap HS.


Baca Juga: Ketika Harus Memilih Homeschooling


Tak disangka beberapa bulan setelahnya pandemi masuk Indonesia dan berlakulah sistem pembelajaran daring. Sehingga, pilihan kami untuk HS berasa tidak terlalu berat dalam hal adaptasi dengan lingkungan sekitar semacam menghadapi pertanyaan tetangga kenapa anaknya ga ke sekolah hehehe. 


Pexels.com


Dalam tulisan saya kali ini, saya akan mencoba menyampaikan apa yang saya rasakan dalam kurun waktu satu tahun ini. Tujuannya agar teman-teman yang tengah memikirkan HS untuk anak-anaknya bisa merenungkan lebih dalam akan pilihan ini.


Tentu setiap orang memiliki jalan pikiran yang berbeda, jadi teman-teman silahkan disesuaikan saja ya dengan karakter teman-teman tentang pengalaman saya ini.


1. Memilih HS = Memilih Lebih Repot

Ketika kita memilih HS mandiri, tidak menggunakan jasa lembaga HS, artinya kita memilih untuk 'repot' memikirkan arah dan tujuan pendidikan anak-anak kita. Biasanya arah dan tujuan ini ditelurkan berbentuk kurikulum. Dan biasanya lagi, jika kita plek ketiplek mengikuti kurikuluman nasional (kurnas) dari pemerintah, akan ada 'drama kumbara' yang terjadi antara ibu dan anak. 😅 Karena target ketercapaian kurnas mendesak orang tua untuk 'memburu' anaknya mampu memenuhinya.


Makanya biasanya lagi ya, banyak orang tua HS mandiri akan memilih kurikulum mereka sendiri yang disesuaikan dengan keluarga masing-masing. Jikapun akan menggunakan kurnas, biasanya tidak akan menjadi kurikulum utama melainkan hanya agar mengetahui standar negara untuk mempersiapkan anak melewati ujian sekolah per semester agar bisa menerbitkan rapor. 


Lho bedanya apa? Jadi kurnas hanya dipake untuk dilihat aja. Sedangkan dalam keseharian tidak menggunakan metode seperti halnya di sekolah melainkan metode lain. Nah biasanya metode lain ini memiliki cara atau komposisi pelajaran yang berbeda dari kurnas, namun biasanya anak tetap bisa menjawab pertanyaan standar negara di ujian sekolah. Meskipun mungkin bisa jadi anak hanya memenuhi syarat menimal ketercapaian.


Kerasa ga repot nya? 😂😂😂


Jadi intinya, ketika kita memilih HS kitalah yang menjadi otak yang mengarahkan tujuan pendidikan anak-anak kita. Kita yang bisa merasa-rasa kurikulum mana yang cocok dengan karakter kita dan anak-anak kita. Agar apa? Agar proses HS tidak tegang dan penuh drama karena misal anak ga ngerti-ngerti pelajaran yang kita sampaikan.


Saat ini sangat banyak praktisi HS yang membagikan inspirasi aktivitas harian mereka dengan anak-anak mereka. Namun harus tetap diingat, sesuaikan dengan karakter kita dan anak-anak kita.


2. Memilih HS = Memilih Berbeda

Meskipun sangat banyak bermunculan HSer baru (termasuk saya hehehe), memilih HS tetap tergolong jalan hidup yang tidak biasa. Artinya, kita harus siap menerima respon sosial berupa aneka pertanyaan yang mungkin akan mengusik kalbu. Mulai dari respon orang tua kita sendiri, saudara, teman, atau bahkan respon diri kita sendiri. Lho kok bisa?


Ya bisa. Karena saat kita memilih HS perjalanan tentu akan menggiring kita pada sebuah pengalaman yang mempengaruhi mental dan pikiran kita. Baik yang datang dari dalam diri kita maupun dari lingkungan sekitar. Contoh, disaat HS, anak-anak menolak untuk belajar. Padahal sudah kita lakukan aneka cara untuk menarik perhatian mereka. Sehingga kondisi ini membuat kita berpikir ulang dan ragu, 

"Duh, kalo kaya gini terus gimana mereka bisa mengikuti kurikulum?"


Baca Juga: Homeschooling Aja Gitu?


Kasus ini tentu juga kita temukan pada anak sekolah formal. Perbedaannya, di sekolah formal pembelajaran tetap berjalan tak peduli anak kita mau atau tidak untuk belajar. Sedangkan dalam HS, pembelajaran jadi terhenti.


Tapi eits! Jika teman-teman memilih HS, memiliki mata hati yang lebih peka itu penting. Karena kehadiran kita 24/7 membersamai anak-anak ga bisa kita berlakukan sistem yang sama dengan sekolah. Ketika pembelajaran HS terhenti, masih ada pembelajaran lain yang terjadi. Nah di dalam HS, hal ini menjadi sangat berarti untuk membantu kita orang tua lebih jeli melihat kebutuhan anak. Tak hanya sekedar mencapai target kurikulum.


Gimana? Mudah-mudahan kerasa ya bedanya 😁😁


Intinya, saat kita memilih HS kita yang akan menyelesaikan masalah pendidikan anak-anak kita sendiri. Tidak ada bantuan pihak luar seperti halnya di sekolah formal yang mana kita dibantu sekolah dan guru ketika menghadapi masalah dengan belajar anak.


Tentu masih banyak perbedaan yang akan dirasakan seiring berjalannya waktu. Dan perbedaan ini harus kita persiapkan agar tak muncul "duh nanya kesiapa ya, gue lagi bingung nih soal HS anak-anak". Jika pun akan meminta pendapat pihak lain, pastikan untuk penyelesaian masalah bukan untuk mencari dukungan terhadap hipotesis yang sudah kita bentuk hahahaha. Semacam buat mendapat dukungan aja. Sedangkan akar masalahnya ga ditemukan.


3. Memilih HS = Mau Kreatif

Kreatif disini bukan dalam hal kita yang harus menyiapkan segala rupa kebutuhan pembelajaran. Melainkan kita sebagai orang tua harus kreatif memainkan peran keseharian kita bersama anak-anak untuk kemudian dijadikan pembelajaran. 


HS sekaligus mengurus urusan rumah tangga sama halnya membawahi dua departemen sekaligus di kantor. Jika kita tidak mampu berkreasi, yang terjadi tentu depresi 🤦🙈 . Sehingga, kreatifitas kita mengatur semuanya dituntut disini, termasuk di dalamnya mengatur emosi. 


Mengatur jadwal kegiatan kita pribadi sebagai fasilitator HS dan juga kepala bagian domestik rumah tangga juga harus dilakukan. Tidak harus berbentuk jadwal tertulis, yang terpenting segala hal prioritas memang dilaksanakan bukan malah tergantikan dengan aktivitas lain semacam bermain HP atau menonton film hahaha. Pastikan semua berjalan sesuai skala prioritasnya agar kamu ga pusing dan ga ngerasa "duh, HS gue kacau!"


Oke deh, kayanya udah dulu tiga poin aja. Semoga bisa memberi sedikit gambaran untuk teman-teman yang akan memilih HS. Apapun pilihannya, tetap jadi diri sendiri ya! Pastikan setiap pilihanmu datang dari sanubarimu. Bukan karena desakan sikon karena pandemi, atau karena terpengaruh sekitar yang berbondong-bondong HS.


Oh ya, rekomendasi saya bagi teman-teman yang mau HS, baca buku 55 Gagasan HS nya karya Aar Sumardiono ya. Sama Cinta Yang Berpikir karya Ellen Kristi. Dua buku ini ngebuka pikiran kita banget soal HS.


Silahkan komen untuk diskusi ya. Atau boleh email atau main-main ke IG saya. 


Serpong, 21 Februari 2021



Dakwah Digital dan Etika Dalam Menggunakan Media Sosial

Jumat, 19 Februari 2021
Apa yang terbersit di pikiran teman-teman jika mendengar kata dakwah? Mungkin ada yang teringat dengan para ustadz, alim ulama atau khatib pada saat khutbah Jum'at.

Hakikatnya, setiap muslim yang mengaku beriman pasti mengetahui betul apa itu dakwah. Karena dakwah merupakan aplikasi dari peran kita sebagai khalifah yang di amanahkah Allah kepada kita.

Sebelum kita membicarakan tentang dakwah digital, ada baiknya kita melihat pengertian dari dakwah itu sendiri yang terdapat di dalam Al-Quranul karim.

Sumber: Pexels.com


Di dalam Al-Qur'an makna dakwah memiliki arti sebagai berikut:

Pertama, at-thalabu (اَلطَّلَبُ)meminta, menuntut, atau mengharapkan. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

لَا تَدْعُوا الْيَوْمَ ثُبُورًا وَاحِدًا وَادْعُوا ثُبُورًا كَثِيرًا

(Akan dikatakan kepada mereka): “Jangan kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak” (QS. Al-Furqan, 25:14)

Kedua, an-Nida (اَلنِّدَاءُ), menyeru atau memanggil. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا

“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Dia berfirman: ‘Serulah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu’. Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).” (QS. Al-Kahfi, 18:52)

Ketiga, as-Su-alu (اَلسُّؤَالَ), bertanya, memohon, atau meminta. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ

“Mereka berkata: ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya’. Musa menjawab: ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya’” (QS. Al-Baqarah, 2:69)

Keempat, al-hatsa wat tahridhu ‘ala fi’lis syai’ (اَلْحَثُّ وَالتَّحْرِيْضُ عَلَى فِعْلِ شَيْءٍ), mendorong untuk melakukan sesuatu. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ

“Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka?” (QS. Al-Mu’min, 40:41)

Kelima, al-Istighatsatu (اِلاِسْتِغَاثَةُ), meminta pertolongan. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

قُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ أَوْ أَتَتْكُمُ السَّاعَةُ أَغَيْرَ اللَّهِ تَدْعُونَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!’” (QS. Al-An’am, 6:40)

Keenam, al-Amru (اَلأَمْرُ), memerintahkan. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۙ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ لِتُؤْمِنُوا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ أَخَذَ مِيثَاقَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hadid, 57:8)

Ketujuh, ad-du’a (اَلدُّعَاءُ), doa. Makna seperti ini disebutkan dalam ayat:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf, 7:55)



Makna Dakwah Secara Istilah

Dakwah adalah:

دَعْوَةُ النَّاسِ إِلَى اللهِ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ حَتَّى يَكْفُرُوْا بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ يَخْرُجُوْا مِنْ ظُلُمَاتِ الْجَاهِلِيَّةِ إِلَى نُوْرِ الإِسْلاَمِ

“Menyeru manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, sehingga mereka mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah serta keluar dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam.”

Definisi dakwah di atas disandarkan kepada tiga ayat berikut ini:

1. An-Nahl: 125

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)

bil-hikmah wal mauidhatil hasanah (dengan hikmah dan pelajaran yang baik) dalam QS. An-Nahl ayat 125.

  1. Dengan cara bijakasana yang telah Allah wahyukan kepadamu di dalam al-qur’an dan -sunnah. Dan bicaralah kepada manusia dengan metode yang sesuai dengan mereka, dan nasihati mereka dengan baik-baik yang akan mendorong mereka menyukai kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan (Tafsir Al-Muyassar, Kementrian Agama Saudi Arabia).
  2. Dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek dakwah, pemahaman dan ketundukannya, melalui nasihat yang mengandung motivasi dan peringatan (Tafsir Al-Mukhtashar, Markaz Tafsir Riyadh).
  3. Dengan ucapan yang benar dan mengandung hikmah. Pendapat lain mengatakan, yakni dengan bukti-bukti yang menimbulkan keyakinan. Wal mauidhatil hasanah, yakni ucapan yang baik dan indah bagi pendengarnya yang meresap ke dalam hati sehingga dapat meyakinkannya dan menjadikannya mau untuk mengamalkannya (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar).
  4. Dengan perkataan yang penuh hikmah yang menjelaskan tentang kebenaran, yaitu dengan dalil nyata dan tidak samar, dengan pelajaran yang bermanfaat serta ucapan yang baik dan lemah lembut tanpa menyakiti. (Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili).
  5. Dengan Al-Qur’an dan perkataan yang bijak dan benar, berdasarkan dalil yang menjelaskan kebenaran. Wal mauidhatil hasanah, yaitu pelajaran-pelajaran dari Al-Qur’an, dan perkataan lembut dan baik (Aisarut Tafsir, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi)
  6. Hikmah artinya tepat sasaran; yakni dengan memposisikan sesuatu pada tempatnya. Termasuk ke dalam hikmah adalah berdakwah dengan ilmu, berdakwah dengan mendahulukan yang terpenting, berdakwah memperhatikan keadaan mad’u (orang yang didakwahi), berbicara sesuai tingkat pemahaman dan kemampuan mereka, berdakwah dengan kata-kata yang mudah dipahami mereka, berdakwah dengan membuat permisalan, berdakwah dengan lembut dan halus. Adapula yang menafsirkan hikmah di sini dengan Al Qur’an. Wal mauidhatil hasanah, yakni nasehat yang baik dan perkataan yang menyentuh. Termasuk pula memerintah dan melarang dengan targhib (dorongan) dan tarhib (menakut-nakuti). Misanya menerangkan maslahat dan pahala dari mengerjakan perintah dan menerangkan madharrat dan azab apabila mengerjakan larangan (Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, Marwan Hadidi bin Musa).
  7. Dengan hikmah, yaitu tegas, benar, serta bijak, dan dengan pengajaran yang baik (Tafsir Ringkas, Kementrian Agama RI).
2. Al-Baqarah: 256

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 256)

Yakfuru bi-thaghuti wa yu’min billah dalam QS. Al-Baqarah ayat 256.

  1. Kafir pada semua sesembahan selain Allah dan beriman kepada Allah (Tafsir Al-Muyassar, Kementrian Agama Saudi Arabia)
  2. Ingkar kepada segala sesuatu yang disembah selain Allah dan berlepas diri darinya, kemudian beriman kepada Allah semata (Tafsir Al-Mukhtashar, Markaz Tafsir Riyadh).
  3. Mengingkari thaghut yakni dukun, syaithan, berhala, dan seluruh pemimpin kesesatan (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar)
  4. Kafir kepada taghut yaitu segala hal yang meniadakan keimanan kepada Allah dari kesyirikan dan lainya (Tafsir As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di).
  5. Ingkar kepada thagut, yaitu setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah, dan beriman kepada Allah (Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI)
3. Al-Baqarah: 257

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah, 2: 257)

yukhrijunahum minan nuri iladz dzulumat dalam QS. Al-Baqarah ayat 257.
  1. Mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kekafiran menuju cahaya iman (Tafsir Muyassar, Kementrian Agama Saudi Arabia)
  2. Dia membimbing, menolong dan mengeluarkan mereka dari gelapnya kekafiran dan kebodohan menuju terangnya iman dan ilmu (Tafsir Al-Mukhtashar, Markaz Tafsir Riyadh)
  3. Dia mengeluarkan mereka dari gelapnya kekufuran, kebingungan dan kebodohan menuju cahaya hidayah, keimanan dan ilmu pengetahuan (Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili).
  4. Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan kejahilan, kekufuran, kemaksiatan, kelalaian, kepada ketaatan, dan penerimaan yang total terhadap RabbNya, dan Allah menerangi hati mereka dengan apa yang dipancarkaNya ke dalamnya dari cahaya wahyu dan keimanan, memudahkan mereka kepada kemudahan, dan menjauhkan mereka dari perkara yang sulit (Tafsir As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di)
  5. Dia memelihara, mengangkat derajat, dan menolong mereka. Salah satu bentuk pertolongan-Nya adalah dia selalu terus menerus mengeluarkan dan menyelamatkan mereka dari kegelapan kekufuran, kemunafikan, keraguan, dorongan mengikuti setan, dan hawa nafsu, kepada cahaya keimanan dan kebenaran. Cahaya iman apabila telah meresap ke dalam kalbu seseorang akan menerangi jalannya, dan dengannya ia akan mampu menangkal kegelapan dan menjangkau sekian banyak hakikat dalam kehidupan (Tafsir Ringkas, Kementrian Agama RI).
Di dalam dakwah, ada istilahnya tsawabit dan mutaghoyyiron. Tsawabit maksudnya hal-hal prinsip yang terdapat dalam dakwah yang sifatnya tetap dan tidak bisa berubah. Yaitu esensi dari dakwah itu sendiri yang terdapat dalam surat At-Taubat ayat 71.

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Sedangkan mutaghayyiron adalah hal-hal yang sifatnya fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman, salah satunnya wasilah dakwah itu sendiri. Yaitu media atau sarana yang digunakan para pendakwah  dalam menyampaikan pesan dakwah itu sendiri. Dan saat ini pemanfaatan kemajuan teknologi atau dunia digital dalam dakwah menjadi fenomena yang bisa kita rasakan sendiri sehingga munculah istilah dakwah digital.

Kemudahan yang ditawarkan dunia digital dalam berinteraksi dan menyampaikan pesan tentu mempermudah kita dalam berdakwah. Pemanfaatan media sosial misalnya, sebut saja Facebook, Instagram, Youtube bahkwan aplikasi semacam TikTok pun bisa kita manfaatkan untuk sarana dakwah. Selain itu aplikasi personal seperti Whatsapp, telegram, signal, Line dan masih banyak lagi yang memungkinkan kita berkomunitas dan menjadikannya pelulang dakwah kita.

Namun, dibalik kemudahan yang ditawarkan dunia digital untuk dakwah digital kita, ada tantangan tersendiri yang jika tidak kita perhatikan dengan baik bisa menjadi mata pisau yang siap membahayakan dakwah kita sendiri. Apakah itu? Yaitu etika dalam berdakwah.

Sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari dimana Islam sudah mengatur sedemikian rupa adab atau etika seorang Muslim mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, bermedia sosial tentu termasuk ke dalam keseharian yang harus kita perhatikan adab dan etikanya. Namun tak jarang banyak individu yang mendikotomikan kehidupan maya ini sehingga terdapat perbedaan sikap dalam dunia maya dan dunia nyata mereka. Dan tentu fenomena ini kita lihat atau rasakan sendiri.

Dalam dakwah digital, pemanfaatan media sosial baik secara eksplisit ataupun implisit sebagai sarana dakwah harus memperhatikan etika berikut:

1.Muraqabah

Etika pertama yakni merasa selalu diawasi oleh Allah. Apapun yang kita posting, termasuk niat dibalik postingan tersebut, sadarilah selalu bahwa semua itu diketahui oleh Sang Maha Tahu. Dengan selalu merasa diawasi Allah, maka pastilah kita takut melanggar batasan-batasan agama dalam memanfaatkan medsos.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Jika kamu menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 54).

2.Hisab

Ingatlah selalu bahwa ada hisab atau perhitungan atas setiap apa yang kita lakukan, meski seberat dzarrah. Setiap kalimat, foto, video yang kita unggah, akan dipertanyakan kelak di akhirat. Allah berfirman, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat Dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar Dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8).

3.Istifadah

Yakni menggunakan sarana yang ada untuk diambil manfaatnya. Jika media sosial bermanfaat bagi kehidupan kita, maka tak ada salahnya untuk memanfaatkannya. Namun jika medsos justru membawa lebih banyak kerugian daripada manfaatnya, maka etika seorang muslim pastilah menghentikan aktivitas tersebut.

Rasulullah bersabda, “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. At Tirmidzi).

4.Bertanggung jawab

Menggunakan medsos berarti kita bertanggung jawab atas semua yang diposting ke publik, termasuk saat follow, share, Iike, retweet, repost, comment dan lain sebagainya. Seorang muslim beretika baik akan berhati-hati dalam menyampaikan sesuatu atau menanggapi sesuatu. “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36)

5.Menjaga batasan pergaulan

Batasan ini terkhusus pada hubungan antara pria dan wanita. Meski tidak bertatapan langsung, medsos mampu membawa jerat-jerat penyakit hati di setiap interaksi lawan jenis. Maka batasilah interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram dan yang tak ada keperluan penting dengannya.

6.Memperhatikan pertemanan

Berteman di medsos mestilah mempertimbangkan kebaikan dengan timbangan ilmu syar’i. Jangan Bermudah-mudahan mengikuti status seseorang yang tak jelas kebaikannya. Ibnu Mas’ud pernah memberikan nasihat, “Jika engkau sekedar menjadi pengikut kebaikan, maka itu lebih baik daripada engkau menjadi panutan dalam kejelekan.” (Kitab Al Ibanah).

7.Wasilah

Etika muslim berikutnya yakni menjadikan medsos sebagai penghantar atau sarana atau wasilah kepada kebaikan. Artinya, manfaatkanlah medsos untuk menebar kebaikan. Sebagai contoh, memposting ayat-ayat Al-Qur’an, hadits, kata mutiara para shahabat Rasulullah, permasalahan agama dan lain sebagainya.

8.Tidak lalai

Inilah yang sering luput jika sudah asyik bermain medsos. Kita mudah terlalaikan hingga waktu yang berhaga terbuang begitu saja.

9.Mengumpulkan kebaikan

Etika muslim dalam bermedia sosial dengan menjadikannya sebagai sarana pengumpul ilmu dan kebaikan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang memberi teladan dalam agama ini suatu kebaikan, maka baginya pahala setiap orang yang mengamalkannya hingga hari Kiamat tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”

10.Ikhlas

Selalu menjaga keikhlasan menjadi salah satu etika yang harus dilakukan muslimin saat bermedia sosial. Termasuk didalamnya agar tidak memposting sesuatu dengan maksud ria. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mampu merahasiakan amal salehnya, maka hendaknya ia lakukan.” (HR. Al Khatib)

Ibnu Rajab pernah berkata, “Tidaklah seseorang yang ingin dilihat itu mencari perhatian makhluk. Akan tetapi mereka melakukannya akibat kejahilan (kebodohan) diri akan keagungan Sang Khalik.”

Dengan melaksanakan 10 etika ini, maka media sosial yang sejatinya berbahaya dapat menjadi sebuah anugerah bagi manusia. Kemajuan teknologi tentu bersifat memudahkan kehidupan manusia. Namun kemajuan tersebut harus dibarengi dengan ilmu syar’i dan akhlakul karimah. Mari beretika muslim saat memanfaatkan media sosial.

Sumber: “10 Tips Seputar Gadget Sesuai Syariat”; buletin Syiar Tauhid edisi 09.

https://muslimahdaily.com/khazanah/muslim-digest/item/978-10-etika-bermedia-sosial-dalam-islam.html

Lalu seperti apakah pemanfaatan media sosial untuk dakwah bagi masing-masing kita?

Mari kita lihat aneka geliat dakwah digital yang menyorot perhatian publik tentang penyebaran dakwah Islam di Indonesia.

1.  Aneka Kajian Online
2. Komunitas Barisan Bangun Negeri
3. Komunitas Musawarah
4. Komunitas Pemuda Hijrah

Setelah melihat geliat dakwah digital di atas, dakwah seperti apa yang bisa kita lakukan di era digital ini?
Akankah dakwah digital termanfaatkan dengan baik bagi perkembangan dakwah?
Seperti apa dakwah di masa depan?

Kita tidak bisa menutup mata dari perkembangan zaman. Pilihannya, akankan kita manfaatkan untuk kebaikan atau membiarkannya diwarnai aneka keburukan?

Mungkin kedepan kita bisa bahas tantangan dakwah di era digital kali ya ...

Serpong, 19 Februari 2021

Dibuat sebagai tugas pribadi di kelompok mengaji.

Kenapa Anakku Belum Bicara Ya?

Selasa, 16 Februari 2021

"Tenang aja, nanti bisa ngomong sendiri kok!"

"Ah jangan khawatir berlebihan, anaknya kan belum dua tahun!"

Berbagai tanggapan senada, dulu hadir dalam benak saya ketika Zaid dan Ziad berusia 18 bulan. Saya menyadari bahwa anak kembar saya belum terlihat perkembangan bahasanya. Namun saya juga menepis kemungkinan anak saya mengalami keterlambatan bicara dengan berlindung dalam alibi "mereka kan lahir prematur".


Sumber: Pexel.com


Alhasil, usia 2.5 tahun si kembar benar-benar belum memproduksi kata bermakna melainkan kurang dari 10 kata. Belum ada kalimat sederhana. Dan dengan pengucapan yang tidak betul. 

Pengalaman keterlambatan bicara si kembar ini sudah pernah saya tuliskan disini dan disini.


Nah pada tulisan kali ini, saya ingin berbagi pengalaman saya membersamai Zaid dan Ziad dan juga Zaynab dalam memantau perkembangan verbal mereka ini.


Sebelumnya, teman-teman bisa membaca tulisan saya tentang perkembangan Zaynab disini.


Ada sebuah kesamaan yang saya lihat dari perkembangan Zaid Ziad dan Zaynab, yaitu diusia 18 bulan perkembangan verbal mereka mengalami kemunduran.


Flashback Dikit

Merencanakan hamil kedua tentu saya tidak mau mengulang kesalahan yang sama, salah satunya dalam perkembangan verbal anak. Sehingga, sejak dari dalam kandungan saya melakukan upaya lebih agar Zaynab bisa memiliki kemampuan verbal yang normal.


Diawal kelahiran, Zaynab pun selalu saya ajak komunikasi aktif hingga tahapan verbalnya terlihat berjalan lancar. Namun diusia 4 bulan Zaynab silent 😰. Alhamdulillah karena cepat saya sadari, diusia 5 bulan Zaynab mulai bersuara lagi sebagaimana mestinya.


Tidak ada hal yang spesial dari perkembangan bahasa Zaynab melainkan nyaris seperti perkembangan abang-abangnya. Dan untuk Zaynab, ga ada alibi prematuritas lagi. Alibi eczema? Lha anaknya Retno Hening ngomongnya lancar banget gitu dua-duanya. Sehingga, dari pengalaman Zaynab inilah saya benar-benar mengakui (seikhlas-ikhlasnya) bahwa dulu itu, Zaid dan Ziad telat bicara karena saya, tidak memiliki hubungan erat dengan mereka.


Kembali ke Masa Sekarang

Alhamdulillah Zaynab tanggal 28 Februari nanti berusia 28 bulan. Perkembangannya masya Allah. Dan Zaid Ziad berusia 7 tahun 7 bulan. Perkembangan mereka juga masya Allah walhamdulillah.


Baca Juga: Kilas Balik Satu Tahun 


Saya yakin, teman-teman yang saat ini sedang membaca tulisan ini sudah membaca beraneka ragam teori perkembangan bahasa anak. Mulai dari faktor-faktornya hingga cara mengatasinya. Saya pun begitu. Tapi jika teman-teman merasakan hal yang sama dengan saya, yaitu semacam keputusasaan kenapa anak-anak ngomongnya belum aja sesuai harapan. Sini saya bisikin sesuatu ... 


Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan nikmat-Ku kepadamu


Syukuri setiap respon anak. Syukuri setiap satu bunyi yang keluar dari mulut anak. Syukuri setiap sabar yang Allah berikan saat membersamai anak dengan segala kerumitan dalam memahami mereka. Syukuri ... Syukuri ... Syukuri ... (Bukan brand susu kurma ya genks 😂)


Baca juga: Agar Anak Tak Speech Delay


Sedikit Berbagi Pengalaman

Saya pikir, Zaynab akan bisa ngomong lebih cepat. Sepulang ke Indonesia, bertemu dengan anak tetangga yang sudah ngomong jelas padahal satu bulan kelahiran dengan Zaynab, bikin saya terpacu* 


*Keder, baper, dan sejenisnya 😂


Ditambah saya semacam dejavu ke jaman ZaZi dimana ibu Suri (emak aye) mulai warning dan ya gitulah ya ... Meski untuk Zaynab ibu Suri masih yang kaya gini, "Bentar lagi Zaynab bisa tu ngomong". 


Tiga bulan lamanya saya di rumah orang tua saya, sejak Zaynab usia 11 bulan hingga 14 bulan. Dan ibu Suri tak melihat gelagat kemajuan dari Zaynab, dan doi mulai worry. Saya? Hanya mencoba lebih komunikatif dengan Zaynab. Saya mencoba menahan diri dari luapan emosi seperti masa ZaZi dulu. Yang mana, ketika ibu saya menyampaikan kekhawatirannya, saya merasa tertekan dan berdampak pada stabilitas emosi ke anak-anak. 😰


Alhamdulillah, dejavu ga terulang. Allah masih kasih saya ijin untuk bisa lebih bersabar dan membuka mata saya untuk segala hal. Dan, saya juga ga terlalu lama di rumah ibu saya sih wkwkwkwk. Setelah di Bandung, kehidupan mulai terasa mandiri tanpa intervensi hihihi. Meski hati masih worry, Zaynab udah 18 bulan tapi kok kosakata ga nambah malah berkurang 😭😭😭.


Disini saya menyadari, "Put! Berhenti mencari kambing hitam!" Zaman ZaZi, selain alibi prematuritas saya juga mengkambing hitamkan ibu saya yang saat itu menurut saya memiliki intervensi negatif pada saya. Astaghfirullah maapin ayeee maaak. Ternyata, meski tak ada intervensi lagi, anak aye tetep aja macam telat ngomong lagi.


Buru-buru saya perbaiki niat. Kemudian ganti kacamata. Yang tadinya saya pake kacamata buat liat anak orang, saya ganti pake kacamata buat ngeliat anak sendiri. Hehehe. Saya mulai melakukan intesintas komunikasi yang baik dengan Zaynab seperti masa terapinya ZaZi. Tidak ada kata isyarat, tidak boleh pake rengekan, dan tentu Uminya juga ga boleh labil.


18, 19, dan alhamdulillah ... Usia 20 bulan mulai terlihat perkembangan bahasa Zaynab yang sangat pesat. Yang bikin saya gini, "oooh ini yang orang bilang anak bisa ngomong sendiri tu, yang kaya gini toooh". 


Iya anak bisa ngomong sendiri dan melejit. Tapi dengan upaya dari emaknya. Khusus buat emak-emak macam saya, yang polos ga jelas, plis ya. Tanggapan-tanggapan motipasi dari sekitar jangan polos banget dimaknainya 😂. Entahlah, saya kadang memang polos entah b**o 🙈🙈.


Intinya adalah, membersamai anak itu harus dengan kesadaran penuh bahwa anak kita itu unik. Boleh liat anak orang lain, tapi untuk dipelajari hal baik dari mereka. Bukan untuk melihat perkembangan anaknya dan parahnya untuk kita bandingkan dengan anak-anak kita. 


Sejujurnya, Zaid dan Ziad untuk anak seusia mereka, perkembangan bahasa mereka masih belum terlalu baik jika saya bandingkan dengan anak seusia mereka. Tapi sangat cukup baik jika dilihat dari proses yang mereka lalui alhamdulillah.


So teman-teman, selain mempelajari aneka teori, melihat anak kita dengan dekat, menjalin hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar adalah kunci. Saya ga heran Retno Hening anaknya kaya gitu, karena emang dia sadar banget saat jadi ibu. Sedangkan saya, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari diri bahwa saya adalah seorang ibu. 


Jangan berkecil hati dengan apa yang ga sempurna di mata kita ini. Karena sesungguhnya itu wujud kasih sayang Allah kepada kita. Dan setiap orang pasti beda-beda treatment nya 🤭🤭. Semoga ada manfaatnya. Terimakasih sudah membaca ❤️❤️❤️


Serpong, 16 Februari 2021