Dakwah dan Muslimah
Siapa yang tidak mengenal Ummul Mukminin Khadijah Radiyallahu'anha? Istri pertama Rasulullah ﷺ yang menjadi orang pertama yang mengimani kerasulan Nabi Muhammad ﷺ. Tanpa sangkalan, tanpa banyak pertanyaan, Khadijah Radiyallahu'anha justru mengungkapkan sesuatu yang luar biasa saat itu seperti yang diriwayatkan dalam hadits:
أَبْشِرْ يَا ابْنَ عَمِّ وَاثْبُتْ فَوَالَّذِي نَفْسُ خَدِيجَةَ بِيَدِهِ! إنِّي لأَرْجُو أَنْ تَكُونَ نَبِيَّ هَذِهِ الأُمَّةِ
“Berbahagialah wahai putra pamanku dan teguhlah engkau. Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada di tangan-Nya! Sungguh aku berharap engkau menjadi nabinya umat ini.” (Ibnu Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah, 1/236).
Sebuah perkataan yang mencerminkan kecerdasan yang berlandaskan sebuah keimanan yang tidak akan keluar dari mulut orang yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang kerasulan. Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Khadijah Radiyallahu'anha memang sudah mengetahui berita kerasulan ini dan mengimaninya.
Dari riwayat Imam Ahmad, Rasulullah ﷺ pernah mengatakan kepada Khadijah:
إِنِّي أَرَى ضَوْءًا، وَأَسْمَعُ صَوْتًا، وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَكُونَ بِي جَنَنٌ”. قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ اللهُ لِيَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ يَا ابْنَ عَبْدِ اللهِ. ثُمَّ أَتَتْ ورقة بن نوفل، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: إِنْ يَكُ صَادِقًا، فَإِنَّ هَذَا نَامُوسٌ مِثْلُ نَامُوسِ مُوسَى، فَإِنْ بُعِثَ وَأَنَا حَيُّ، فَسَأُعَزِّرُهُ، وَأَنْصُرُهُ، وَأُومِنُ بِهِ
“Sungguh aku melihat suatu cahaya. Aku mendengar suara. Aku takut kalau aku gila.” Khadijah menjawab, “Tidak mungkin Allah akan membuatmu demikian wahai putra Abdullah.” Kemudian Khadijah menemui Waraqah bin Naufal. Ia ceritakan keadaan tersebut padanya. “Jika benar, maka itu adalah Namus seperti Namusnya Musa. Sekiranya saat dia diutus dan aku masih hidup, aku akan melindunginya, menolongnya, dan beriman kepadanya,” kata Waraqah. (HR. Ahmad 2846).
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa sebelum bertemu dengan Rasulullah ﷺ, Khadijah Radiyallahu'anha pernah mendengar berita kerasulan ini dari seorang Yahudi. Namun hadits tersebut lemah. Meski demikian, perjalanan Khadijah sehingga akhirnya menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah ﷺ sudah bisa menjadi bukti bahwa Khadijah merupakan perempuan spesial yang cerdas dan memiliki keimanan yang lurus. Berbeda dengan kebanyakan perempuan arab pada masa itu yang bersikap acuh terhadap ajaran tauhid yang dibawa para nabi terdahulu.
Dakwah itu Berat
Dari kisah turunnya wahyu pertama ini, Allah azza wajalla seolah menyiratkan pesan yang bisa dipetik oleh setiap Muslimah bahwa perempuan memiliki peranan penting dalam dakwah Rasulullah ﷺ. Peranan yang sangat personal, yang bisa kita lihat dari kisah Rasul ﷺ sepulang berdiam diri dari gua hira dan memperoleh wahyu pertama. Diceritakan bagaimana gemetarnya Rasul karena ketakutan setelah memperoleh wahyu pertama.
Gemetaran yang dirasakan Rasul ﷺ bukanlah rasa gemetaran biasa. Melainkan gemetaran hebat yang menandakan betapa sulit dan beratnya beban yang dipikul Nabi ﷺ saat menerima wahyu. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS:Al-Muzzammil | Ayat: 5).
Kata berat dalam ayat ini bukan hanya mengandung pengertian secara maknawiah melainkan harfiah. Berat tersebut adalah dalam arti sebenarnya. Yang dirasakan oleh panca indera.
Hal ini dipertegas lagi oleh pengalaman sahabat Zaid bin Tsabit Radiyallahu'anhu. Ia mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ sedang mendapat wahyu:
لاَيَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah…” (QS:An-Nisaa | Ayat: 95).
Kemudian datang Ibnu Ummi Maktum yang menyebutkan ayat itu padaku. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, seandainya aku bisa berjihad, pasti aku akan berjihad’. Ia adalah seorang laki-laki buta. Kemudian Allah Tabaraka wa Ta’ala menambahkan ayat kepada Rasul-Nya ﷺ. Saat itu paha beliau berada di atas pahaku. Aku merasa begitu keberatan. Sampai-sampai aku khawatir pahaku remuk. Setelah itu dilanjutkan kepada beliau, Allah menurunkan:
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ
“yang tidak mempunyai uzur” (QS:An-Nisaa | Ayat: 95). (HR. al-Bukhary, Kitab al-Jihad wa as-Siyar, 2677, at-Turmudzi 3033, dan an-Nasa-I 4308).
Hadits ini menjelaskan kepada kita perkataan berat yang dimaksud dalam surat al-Muzammil mencakup berat dalam arti sebenarnya. Bukan hanya secara maknawi. Sebagaimana yang dirasakan oleh Zaid bin Tsabit Radiyallahu'anhu. Demikian juga Aisyah Radiyallahu'anha meriwayatkan,
إِنْ كَانَ لَيُوحَى إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ، فَتَضْرِبُ بِجِرَانِهَا
“Apabila Rasulullah ﷺ menerima wahyu saat berada di atas tunggangannya (ontanya), maka bagian perut onta itu akan menempel ke tanah.” (HR. Ahmad 24912).
Artinya onta itu tak sanggup menahan beban Rasulullah ﷺ yang sedang menerima wahyu. Sehingga ia terduduk sampai perutnya menempel ke tanah.
Dalam kondisi yang tidaklah biasa ini, Khadijah Radiyallahu'anha mampu bersikap tenang dan memberi ketenangan. Sebuah sikap yang tidak akan ada jika seseorang tidaklah memiliki karakter seperti:
1. Cerdas
Terlihat dari sikap Khadijah Radiyallahu'anha yang tidak mempertanyakan tentang siapa itu Jibril, apa itu utusan Allah dan hal lain terkait cerita Rasulullah ﷺ sesaat setelah menerima wahyu pertama. Karakter cerdas ini pun sudah terlihat ketika Khadijah Radiyallahu'anha menawarkan dirinya untuk dipersunting Rasulullah ﷺ karena mengetahui bahwa Muhammad adalah bukan orang biasa.
2. Berkeyakinan
Tanpa keyakinan yang kuat, tidaklah mungkin Khadijah bisa dengan tenang menghadapi Rasulullah ﷺ yang pulang dalam kondisi gemetaran dan membawa cerita yang tidak masuk akal.
3. Lembut dan penyayang
Seperti yang terdapat dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah ﷺ kembali ke rumah menemui Khadijah dalam keadaan ketakutan. Beliau duduk di sisi Khadijah lalu semakin merapat padanya. Sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat:
فَجَلَسْتُ إلَى فَخِذِهَا مُضِيفًا إلَيْهَا
“Aku duduk di sisinya kemudian bersandar padanya.”
Riwayat ini menyiratkan bahwa Khadijah Radiyallahu'anha merupakan sosok istri yang lembut dan penyayang yang mampu memberi ketenangan kepada Rasulullah ﷺ. Khadijahlah orang pertama tempat Rasulullah ﷺ menceritakan segala hal yang dialaminya. Bukan sahabat lain seperti Abu Bakar atau pamannya sendiri Abu Thalib.
Bisa kita lihat juga disini bahwa peran Khadijah di masa awal Kenabian benar-benar bersifat personal.
Kemenangan Dakwah
Kapan dakwah dikatakan menang? Dalam pembahasan ini konteks pemenangan dakwah yang dimaksud adalah konteks umum. Sehingga dakwah bisa dikatakan menang ketika Islam sudah hadir ditengah masyarakat sebagai Rahmatan Lil'alamin. Artinya, manusia pembawa risalah dakwah telah menjalani peran-perannya dengan baik. .
Apa saja peran kita sebagai manusia? Merujuk pada Al-Quran, peran manusia dalam hidup bisa dikelompokkan seperti berikut:
1. Peran sebagai hamba Allah - Qs. Adz-Dzariyat: 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
2. Peran sebagai wali Allah (khalifah) - Qs. Al-Baqarah: 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Sehingga dalam pemenangan dakwah, optimalisasi dua peran ini tentu sangat penting. Bagaimana kita sebagai Muslimah senantiasa membekali diri dengan ilmu agama (Islam, Iman dan Ihsan)9 agar bisa mengetahui instrumen penghambaan yang lurus. Implikasinya, tatkala kita hendak mengoptimalkan peran kekhalifahan, akan tercermin dari sikap kita yang terjaga karena peran penghambaan mempengaruhi karakter diri.
Ibarat dua sisi mata uang, dua peranan ini harus dilakukan seiring sejalan. Kita tidak bisa hanya memilih menjadi hamba yang taat, namun abai terhadap hak tubuh sendiri, tidak peduli terhadap keluarga, dan tidak peka dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Begitu juga sebaliknya. Kita tidak bisa memilih menjadi manusia yang sibuk mengurus berbagai macam lini hidup, namun abai pada tugas-tugas penghambaan. Yang ada, kita hanya akan terkuras energi baik fisik maupun psikis. Karena hakikatnya, diri kita berada dalam genggaman Allah Ta'ala. Jika bukan Allah yang memudahkan segala urusan kita,tidak akan terurus segala macam hal yang kita targetkan. Jika pun kita dimampukanNya, tentu apa yang kita lakukan tersebut tidak memiliki jiwa, sehingga tidak mampu menyentuh jiwa, tidak membawa rahmat bagi sekitar.
Kontribusi
Tentunya banyak hal yang bisa dilakukan muslimah untuk berkontribusi dalam pemenangan dakwah. Jika merujuk pada pengoptimalan peran seperti di atas, dan juga dari peran Khadijah Radiyallahu'anha di masa awal kenabian yang sifatnya sangat personal, maka kontribusi muslimah dalam pemenangan dakwah yaitu dengan terus memperbaiki diri sesuai tuntunan Al-Quran dan Sunnah. Adapun wilayah aktualisasinya bisa mencakup beberapa ranah:
1. Ranah pribadi
Yaitu dengan menjadi pribadi yang menawan, berakhlakul kharimah. Dimanapun dia berada akan memberi inspirasi, motivasi dan juga solusi bagi sekitar.
2. Ranah keluarga
Yaitu dengan menjadi anak yang taat kepada orang tua dan memahami dengan betul adab terhadap orang tua dan hak dan kewajiban sebagai anak.
Bagi yang sudah menikah, tentunya dengan menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Istri yang menenangkan untuk suaminya. Kehadirannya menjadi pelita, bukan sebaliknya. Tindak tanduknya adalah teladan.
3. Ranah sosial masyarakat
Yaitu dengan berperan aktif bersosial di tengah lingkungannya. Menjadi pribadi yang menyenangkan bagi tetangganya. Tempat bertanya dan mencari solusi bagi masyarakat awam sekitarnya. Inisiator kegiatan-kegiatan bermanfaat dan penggerak aktivitas qur'ani.
Belajar dari kisah Rasul ﷺ, ada tahapan demi tahapan yang diberikan Allah ta'ala terhadap perjalanan kerasulan Nabiﷺ. Perjalanan sebelum akhirnya Nabi ﷺ dibebankan amanah dakwah. Dimulai dari kisah pembedahan dada Nabi oleh malaikat, mimpi-mimpi Nabi yang terasa sangat nyata, suara yang datang dari langit. Sebuah cara dari Allah ta'ala mempersiapkan Nabi ﷺ sebelum akhirnya wahyu pertama turun.
Artinya, ketika sudah sampai pengetahuan tentang kewajiban amar ma'ruf nahyi mungkar kepada kita, tentu kita pun perlu mempersiapkan diri secara bertahap agar aktivitas dakwah bisa berpengaruh positif baik untuk diri kita sendiri, keluarga dan juga masyarakat dan lingkungan sekitar.
Sumber: kisahmuslim.com
Serpong, 26 November 2020