Pada tanggal 6 September lalu saya berkesempatan mengikuti sebuah workshop yang diadakan oleh (sebutlah) komunitas Menyemai Hikmah. Nah tulisan di blog kali ini berisi apa yang saya peroleh dari pertemuan sesi 1 workshop ini yang menjadi landasan awal sebelum melangkah ketataran teknis berupa kurikulum.
Charlotte Mason dan Filosofinya
Langkah pertama yang perlu diperhatikan ketika kita ingin mengadopsi metode Charlotte Mason (CM) ini dalam pendidikan keluarga kita yaitu filosofi. Bersepakat dengan filosofi yang diusung CM yang terangkum dalam 20 prinsip CM. Tujuannya apa? Agar keutuhan pemahaman kita terhadap apa yang jadi alasan dibalik kita menerapkan metode ini memiliki akar yang kuat.
Nah hal yang sangat menarik yang saya peroleh dari materi sesi 1 workshop hari minggu lalu yaitu bagaimana mba Qonita, seorang homeschooler praktisi metode CM memaparkan prinsip tersebut dalam sudut pandang kita seorang muslim. Pekerjaan saya terasa dibantu beribu langkah dalam memahami metode CM sebagai seorang Muslim.
Memang, dari sedikit yang saya baca mengenai pemikiran CM ini, nyaris semuanya ada dalam ajaran agama kita. Mulai dari cara CM memandang anak sebagai manusia utuh yang dalam parenting islam kita ketahui anak terlahir bersama fitrahnya, tidaklah seperti kertas kosong yang siap ditulis, atau playdough yang siap dibentuk.
Apa dan Mengapa
Mengadopsi sebuah metode pendidikan tak sekadar mengadopsi teknis aplikasinya. Dalam CM kita benar-benar diminta merumuskan sendiri apa yang kita butuhkan. Sehingga pekerjaan utama kita ketika ingin mengadopsi metode CM dalam pendidikan keluarga kita adalah dengan menemukan jawaban atas apa dan mengapa kita melakukan sesuatu.
Dalam sesi 1 yang memang dikuras abis selama 2 jam untuk menyamakan persepsi tentang hakikat pendidikan bagi kita sebagai seorang muslim, diperinci begitu mendalam oleh mba Qonita. Beliau menamakannya timeline. Bagaimana kita diminta untuk merumuskan visi misi keluarga berdasarkan timeline kita sebagai seorang Muslim. Masya Allah.
Jika kita sudah mampu melihat timeline tersebut, maka terjawablah hakikat kita sebagai manusia. Setelahnya kita urai lagi komponen yang terdapat di dalam diri kita, yang diumpamakan dengan perumpamaan yang menarik oleh mba Qonita.
1. Nurani yang diumpakan sebagai mahkamah agung
2. Nalar sebagai hakim
3. Kehendak sebagai (duh maaf saya lupa😅)
Beranjak ke bagian lain dari tubuh kita, mba Qonita mengajak kita membayangkan bahwa tubuh kita terdiri dari departemen-departemen yang membantu terlaksananya sesuatu dari diri kita. Saya coba ingat-ingat ya.
1. Departemen pikiran
2. Departemen hati
3. Departemen tubuh
4. Departemen jiwa
Nah masing-masing departemen ini diuraikan lagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Departemen pikiran terdiri dari pejabat dan hasrat
2. Departemen hati terdiri dari cinta dan keadilan
3. Departemen tubuh terdiri dari hasrat atau selera dan dayang
4. Departemen jiwa ga ada di slidenya dan saya agak mulai riweuh pas bagian ini😢😅🤦
Yang saya tangkap dari pemaparan analogi ini yaitu bagaimana kita manusia selalu memiliki dua sisi yang saling mengontrol. Nurani, nalar dan kehendak tadilah yang berkolaborasi membentuk sebuah keputusan terhadap apa yang menggerakkan diri kita melakukan sesuatu.
Kita ambil contoh dari departemen tubuh yang masih saya ingat. Ada hasrat atau selera dan juga dayang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kita manusia memiliki hasrat untuk makan (rasa lapar), dayang yang memenuhi hal ini yaitu si indera pengecap kita. Jika kita memenuhi kebutuhan hasrat tadi sesuai dengan kebutuhan, artinya kita tidak diperbudak dayang kita. Namun jika kita terus saja makan sedangkan kita tahu bahwa kita sudah kenyang, namun karena terasa enak dan kita lanjut makan, maka artinya yang jadi pengontrol kita yaitu dayang kita.
Mencoba Merelasikan
Dari secuplik materi yang saya coba narasikan di atas, luar biasa memang mba Qonita meramu analogi-analogi tersebut. Dan setelah saya coba relasikan dengan apa yang saya ketahui sedikit tentang CM dan juga tentang Islam, memang seharusnya seperti inilah yang harus kita lakukan.
Memahami hakikat manusia, seperti yang kita tahu bahwa di dalam Islam ada hadist nabi yang berbunyi:
Man 'arofa nafsahu faqod 'arofa rabbanu
Kenalilah dirimu maka kamu akan mengenal Tuhanmu
Penjabaran analogi departemen inilah yang saya lihat sebagai langkah awal kita mengenal diri kita, mulai dari tubuh kita (fisiologis, psikologis), lalu pikiran kita, hati dan jiwa kita. Sehingga kita tidak akan bertindak atas nama katanya-katanya. Masya Allah.
Menurut CM, yang saya baca melalui buku mba Ellen Kristy, Cinta Yang Berpikir, memang pengetahuan minimal yang harua dikuasai orang tua adalah pengetahuan tentang fisiologi dan psikologi. Dua pengetahuan yang mengantarkan kita mengenali diri kita. Dan mba Qonita juga memaparkan dalam sesi 1 ini.
Penutup
Banyak sekali relasi-relasi yang dikutip oleh mba Qonita antara pemikiran CM dengan konsep-konsep hidup dalam Islam. Saya akan coba ulas di blogpost terpisah. Semoga narasi ini bisa menjadi jalan saya belajar lebih mendalam lagi.
Batujajar, 10 September 2020
Nb: narasi ini saya buat semampu saya dan berdasarkan apa yang saya olah dari yang saya dengar saja. Jika terdapat kekeliruan mohon koreksinya. Saat materi berlangsung saya tidak berkesempatan mencatat dan juga belum berkesempatan mendengar kembali rekaman zoom nya. Terimakasih 🙏.
Fabulous blog
BalasHapusPlease read my post
BalasHapusobrolanku dengan suami belakangan jadi bahas tentang metode charlotte mason mulu. Agak ada perdebatan ternyata tentang soal homeschooling nih, dia mikirnya kalo HS ini hanya utk kelas middle ke atas, bagaimana relasi sosial anak akan tumbuh di tengah lingkungan yang beragam kelasnya, Uni?
BalasHapus