Beberapa minggu yang lalu saya meniatkan diri untuk kembali produktif menulis. Jadilah saya menghubungi kembali salah satu komunitas dimana saya mewakafkan diri untuk berbagi dalam bentuk tulisan. Berhubung saya akan menulis di platform komunitas, saya tentunya mencoba mencari ide-ide tulisan yang segar dan sesuai dengan target pembaca. Maka muncullah sebuah ide tentang mengelola informasi di era digital dalam kaitannya dengan manajemen emosi. Hahaha sok sok an banget emang 🤣
Belumlah rampung tulisan tersebut, tidak sengaja saya melihat sebuat postingan yang membuat saya sebagai individu pengguna aktif sosial media berfikir tentang apa yang selama ini menjadi kebiasaan sosial baru, yaitu menerbitkan postingan pribadi di akun sosial media saya. Agak-agak ada kaitannya kan ya sama yang mau saya bahas mengingat media sosial menjadi platform teramai yang digunakan masyarakat dalam memperoleh informasi. Plus si postingan ini mempermainkan emosi 😂. Warming up dulu deh sebelum nulis buat komunitas 🙈
Jadi, saya meminta teman-teman Instagram saya untuk menyampaikan pandangan mereka terkait postingan tersebut. Adapun postingan tersebut yaitu postingan makanan. Ranah sensitif yang menyinggung orang-orang yang lagi terkena dampak ekonomi gara-gara si wabah Covid-19.
Berikut saya sisipkan gambar screenshoot postingannya agar bisa melihat konteksnya secara langsung yaks. 😁
Sekedar informasi, dari 315 orang yang melihat postingan saya, 23 orang yang berkontribusi memberikan pandangan dan pendapatnya. Terimakasih ya 😍😃.
Dalam tulisan ini, pendapat-pendapat tersebut saya coba kelompokkan ke dalam 3 pendekatan, yaitu pendekatan sosial, personal dan agama. Mohon maaf ya teman-teman sosiolog kalo-kalo saya salah salah menggunakan istilah. ✌🏼✌🏼✌🏼🙏🙏🙏 Saya mah pake ilmu kirologi alias ngira-ngira aja untuk penggunaan istilah.
Disclaimer dulu deh ya, tulisan ini dibuat untuk meningkatkan produktivitas menulis dan sarana belajar saya. Ruang diskusi sangat terbuka ya untuk mengoreksi jika ada yang kurang tepat. Tentunya boleh juga menambahkan jika sekiranya ada yang kurang atau ga kebahas. Dan satu lagi, tulisan ini ga punya landasan teoritis ya. Bagi akademisi yang terdampar, mohon jangan jadikan tulisan ini sebagai referensi 😂😅. Karena saya ga lampirin pendapat aslinya. Cuma rangkumannya aja yang saya tulis ulang kembali 🙈
Oh iya, selain tujuan yang sifatnya personal diatas, tulisan ini juga saya tujukan untuk teman-teman yang mungkin suka maju mundur cantik untuk aktif di sosial media karena terkait hal serupa seperti ini. Jadi saya berharap tulisan ini bisa memberikan gambaran variasi pandangan orang-orang terkait simalakama dalam bersosial media. Mana tau kan ada yang mau ngesosmed buat aktualisasi diri, jadi mundur gara-gara ngerasa ini dan itu.
Sebelum kita mulai, saya mau bikin semacam batasan masalah ya. Biar ga ngambang 😅.
1. Apa sajakah postingan yang menimbulkan kontroversi dalam sosial media?
Dalam tulisan ini tentunya foto masakan 😁.
2. Apa sikap kita dalam menghadapi kontroversi sebuah postingan?
Jawabannya bakal saya ungkap dalam tiga pendekatan seperti yang saya sebutkan di atas.
Sekali lagi maafin ya saya ga baca-baca dulu panduan ilmiah dalam membuat batasan masalah. Saya hanya pake ilmu jaman skripsi sekitar 10 tahun yang lalu 🙈🤫🤫.
Mulai yaks 🤗 Semoga saya ga bingung membahasakannya 😂😂
1. Pendekatan Sosial
Dalam pendekatan ini, saya coba paparkan pendapat dan pandangan teman-teman kontributor (selanjutnya saya akan sebut kontributor saja) yang membahas dalam sudut pandang sosial. Sudut pandang yang melihat interaksi dunia maya khususnya melalui akun sosial media sebagai interaksi sosial. Rata-rata, kontributor yang memberikan pandangan dalam pendekatan sosial merupakan akun yang aktif posting untuk personal branding.
Berikut poin-poinnya:
💐 Mengenali Follower
Memastikan diri mengenal follower atau lingkaran pertemanan di akun sosial media bisa membantu kita untuk memilih hal apa saja yang sekiranya 'layak' untuk diposting. Karena setiap orang tentunya memiliki lingkaran pertemanan yang berbeda. Jika lingkaran pertemanan kita cukup variatif, kita bisa memilih follower di lingkaran pertemanan yang sekiranya tidak berkeberatan terhadap postingan kita. Atau bisa juga dengan 'self branding' sebagai food influencer masakan tradisional, misalnya yang kita cantumkan di biografi kita. Sehingga, jika ada hal-hal seperti di atas terjadi, kita tidak perlu terlalu menggubris.
💐Peka
Bersosial media bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kepekaan sosial. Jika keaktifan kita dalam bersosial media hanya sebatas hal-hal konsumtif, yaitu menghabiskan waktu memposting dan membalas pesan atau komen, maka dengan meningkatkan kepekaan sosial dengan berkontribusi langsung mengatasi masalah yang ada baik berupa dana atau mungkin tenaga, bisa menepis rasa bersalah kita ketika postingan kita membuat kurang nyaman follower kita.
💐Critical thinking
Dalam menyikapi seperti kasus di atas, tentunya memunculkan pemikiran kritis beberapa kalangan. Mengingat berselancar di media sosial di Indonesia tidaklah gratis. Sehingga asumsinya, setiap orang yang bisa bersosial media telah tuntas dengan kebutuhan primer mereka.
2. Pendekatan personal
Dalam pendekatan personal, kontributor lebih menitiktekankan pada diri sendiri sebagai pengguna sosial media. Rata-rata, kontributor yang memberikan pandangan dengan pendekatan personal ini merupakan pengguna aktif sosial media tanpa tujuan personal branding. Adapun poin-poinnya sebagai berikut:
💐 Mengenali diri sendiri
Jika dalam pendekatan sosial kontributor berpandangan bahwa mengenali follower sebagai salah satu cara untuk tidak terjebak simalakama sosil media. Maka dalam pendekatan personal, kontributor berpendapat bahwa mengenali diri sendiri adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan. Dengan kita mengenali diri sendiri seperti hal apa saja yang menjadi ranah sensitif kita, maka kita bisa batasi diri untuk melihat postingan terkait hal tersebut. Atau bisa juga dengan mengenali kekuatan diri yang bisa menangkis sensitifitas terhadap postingan tersebut.
We can't control others, but we can control ours
💐 Introspeksi diri
Dalam pendekatan personal, kontributor memberikan feedback kepada diri sendiri terhadap reaksi sosial yang diperoleh di lingkaran pertemanan di akun sosial media mereka. Jika dalam pendekatan sosial kontributor lebih persuasif menjadi aktif produktif dengan meningkatkan kepekaan. Dalam pendekatan personal ini justru kontributor memilih mundur atau menjadi silent reader di akun sosial media mereka dengan berbagai macam latar belakang dan pengalaman.
💐 Preferensi pribadi
Hal ini terkait apa yang menjadi kenyamanan diri sendiri. Pembatasan follower, mengatur akun menjadi terkunci atau membatasi postingan, semua dikembalikan pada preferensi pribadi. Karena akun sosial media seperti halnya platform Instagram sudah menyediakan berbagai macam fitur yang memfasilitasi kenyamanan penggunanya dalam berinteraksi.
💐 Sarana informasi
Kebutuhan seseorang terhadap sesuatu tentu berbeda. Seperti halnya kebutuhan akan resep masakan. Sehingga kehadiran akun-akun yang aktif membagi resep beserta foto masakannya menjadi jalan kemudahan bagi para pengguna sosial media lainnya. Sehingga kontributor berpendapat bahwa media sosial justru menjadi sarana informasi yang pas untuk memperoleh apa yang dibutuhkan.
3. Pendekatan Agama
Dalam pendekatan ini, menurut saya pendekatan yang paling kita butuhkan. Kenapa? Karena sosial media adalah bentuk lain dari interaksi sosial yang mana segala sesuatunya sudah di atur dalam agama Islam. Dalam hal ini, makanan. Dan tentunya sebagai muslim kita ingin donk jadi muslim yang baik. Berikut poin-poinnya ya:
💐 Niat
Hampir seluruh kontributor menyinggung poin ini. Karena semua yang kita lakukan harus dilihat lagi apa niatannya. Jika memang kita memiliki fokus dalam poin ini, maka memastikan niat yang lurus dalam memposting sesuatu adalah kuncinya. Lebih banyak manfaatnya atau justru hanya ada mudharatnya. Begitu lebih kurang rangkumannya.
💐 Wara' atau berhati-hati
Dalam poin ini, kontributor berpendapat bahwa berhati-hati dalam memposting merupakan sikap yang harus dimiliki setiap muslim. Sehingga kita tidak asal posting karena bersosial media pun dicatat sebagai amalan kan.
💐Menghindari penyakit 'ain
Untuk poin ini saya ga kasih penjelasan ya. Jika yang penasaran dengan penyakit 'ain bisa pelajari di link ini ya.
💐 Menjaga adab
Artinya, meski dalam bersosial media kita tetap harus memperhatikan adab. Jika hendak memposting, pastikan kita menggunakan bahasa yang baik. Jika ada yang tersinggung dengan postingan kita, tidak sungkan untuk meminta maaf. Dan lain sebagainya terkait adab.
Itulah dia rangkuman pendapat dan pandangan yang masuk ke kotak DM akun Instagram saya terkait postingan foto masakan yang menyinggung kalangan terkena dampak Covid-19.
Sebenarnya tidak hanya makanan ya yang menjadi ranah sensitif. Jauh sebelum Covid-19 datang, ranah paling sensitif yang kontroversinya seperti tak pernah usai yaitu ranah parenting 😅. Dan poin-poin di atas tampaknya tetap bisa diaplikasikan untuk semua ranah sensitif yang teman-teman rasakan. Karena sudah menjadi hukum sosial ya ketika kita melihat seseorang yang memiliki sesuatu disaat kita tidak memiliki, maka akan muncul sebuah rasa dihati. Bisa dalam bentuk iri, dengki, hasad dan lain sebagainya.
'Perang' ini hanya akan berakhir dengan ... ???
Jawab sendiri ya. Karena hanya kamu yang tau bagaimana cara yang tepat mengatasi masalah mu terutama dalam bersosial media 😃
Semoga tulisan ini ada manfaatnya ya. Mau ngemedsos atau pun ga, yakinlah bahwa kamu tetaplah kamu yang diciptakan Tuhan dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Tinggal pilih mau melejitkan yang mana 💐💐💐 dan menggunakan apa atau melalui apa 🤗
Batujajar, 20 April 2020
Lagi dan lagi aku nulis di tanggal 20 😅
NB: terimakasih banyak yang 23 orang teman-teman kontributor. Berkat kalian ku jadi nulis lagi 😭😭😭😭
kangen deh sama tulisan uni ♥️ gabung 1m1c lagi uni? Aku abis didepak dari sanaaa~ wkwkwk
BalasHapusBelum oooct... Gara2 kamu nanya barusan aku daftar lagi 😂😂😂 ... Nasib kita datang dan pergi dldr 1m1c ya 😂😂 Octy kemana aja?
Hapus