Di bawah ini sedikit pengalaman pribadi saya bertemu dengan metode CM.
4 Bulan Bersama Charlotte Mason
Saya mengenal CM di bulan April secara tidak sengaja karena celetukan seorang teman di DM IG yang berkomentar tentang caption yang saya paparkan di snapgram. Begini katanya:
Apa isi snapgram saya:
Berawal dari sinilah saya merasa tertarik mempelajari CM karena memang saya butuh landasan berpikir yang sistematis yang membantu saya mengurai ketidakmampuan saya mendefinisikan metode pendidikan seperti apa yang hendak saya paparkan untuk HS anak-anak.
Ibaratkan pertemuan dengan orang baru, sehabis pertemuan tak selalu diikuti dengan pengakraban. Butuh waktu tentunya hingga kita memutuskan, "oke, saya hendak kenalan lebih lanjut dengan dia". Itulah yang saya lakukan dengan metode ini.
Namun sembari menunggu hati memutuskan hal tersebut, saya melakukan profiling disana sini berbekal mesin Google. Sehingga baru bulan Juli lah saya memutuskan untuk mempelajari CM dengan sungguh-sungguh sembari memraktekkannya. Jadi, baru 4 bulan saya bersama Miss Mason ini 😁.
Sebelum Bulan Juli
Lalu apa yang saya lakukan sebelum bulan Juli? Saya menjalankan apa yang saya yakini, yaitu bergerak, bergerak, dan bergerak. Apakah dengan cara membaca, mendengarkan, mengamati, mendiskusikan, dan lain-lain. Karena penyakit utama dalam membersamai anak yang saya rasakan adalah, terhenti saat mendapati anak tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan (berharap kepada makhluk). Atau galau saat anak tidak memiliki aktivitas bermakna karena tidak terstrukturnya diri, padahal Allah dengan sangat jelas meminta kita untuk banyak membaca. Yang mana membaca akan membantu kita menjadi lebih terstruktur.
Bulan April hingga Juni 2020, saya mempelajari CM hanya berdua dengan suami. Banyak hal yang menjadi pertanyaan di benak kami. Namun saat itu kami berpikir bahwa tidak terlalu penting metode apa yang kita gunakan dalam HS. Yang penting anak-anak terperhatikan dengan baik. Daripada waktu terbuang untuk hal yang teoritis yang seringnya membuat saya berharap pada pemikiran manusia, mending kami fokus pada pembelajaran apa yang anak-anak berikan. Sehingga kami sering observasi untuk membuat pembelajaran bermakna buat anak-anak. (Yang saat saya baca CM ternyata inilah dia prinsip Children are born person)
Saya dan suami meyakini bahwa anak-anak adalah pembelajar sejati. Tanpa perlu kita rekayasa, kehidupan sehari-hari bisa menjadi sumber belajar yang paling baik buat anak-anak. Pemikiran seperti ini muncul karena sepanjang pengalaman kami membersamai anak-anak, belum ada satu suguhan stimulus pun yang diterima baik oleh anak-anak. (Yang saat ini melalui pemikiran CM saya jadi tau apa penyebabnya, yaitu karena mindset yang kurang tepat tentang hakikat anak yang mempengaruhi harapan kita terhadap anak. Dan juga ada tahap tumbuh kembang mereka yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Serta tidak terstrukturnya tindakan saya karena ketidakmampuan saya tadi dalam mengelola rasa dan pikiran tadi)
Bagaimana Metode Charlotte Mason dalam Pandangan Saya
Tidak ada yang sempurna di dunia melainkan hanyalah Allah. Ini sudah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.
Dan Maha Sempurna Allah memberikan tahapan lembut bagi saya dalam mengenal metode CM yang membuat pemikiran saya jadi lebih terbuka dan kehidupan saya jadi lebih bermakna. Bukan! Ini bukan testimoni kulit manggis 😅😅 Tapi ya mirip-miriplah. Karena saya merasakan perbedaan pola pikir setelah bertemu CM. Lebih kurang gini:
1. Dulu saya ragu dengan pola pendidikan yang saya berikan untuk anak-anak. Setelah mengenal CM, pemikirannya melengkapi puzzle yang belum saya miliki.
2. Dulu, apa yang saya yakini belum sepenuhnya saya yakini. Saya bilang saya meyakini namun dalam prakteknya saya goyah. Metode CM menjembatani keyakinan ini sehingga menjadi lebih kokoh. Saya jadi bisa mengetahui kekeliruan saya, kelemahan anak-anak dan kebutuhan keluarga dalam konteks pendidikan.
3. Dulu, saya hanya bisa menerka apa yang saya lakukan bisa benar atau salah. Melalui metode CM, saya mulai memahami konsep benar-baik, hendak-ingin melalui filosofinya.
Dan masih banyak lagi yang belum sempat saya tuliskan. Namun melalui 3 poin ini saya hanya menyampaikan inilah jalan saya menemukan AHA Moment saya dalam pengasuhan khususnya, dan dalam hidup umumnya. Dengan bantuan metode CM. Dan ini saya! Belum tentu berlaku untuk teman-teman 😁.
Berarti saya tidak tersentuh dengan metode Islamic Parenting?
Metode yang dihadirkan para pakar pengasuhan Islam bukan tidak menyentuh saya. Melainkan kurang membantu saya berpikir tersistematis sehingga saya kurang bisa merelasikannya pada pengasuhan.
Selain itu, CM menyajikan suguhan kurikulum, bahan ajar dan juga teknis aplikasi yang cukup lengkap. Sedangkan dalam metode lain yang dipaparkan pakar Islam, sebut saja Ust. budi Ashari, metodenya belum menyeluruh menyentuh bidang pelajaran (kurang holistik).
Ini menurut saya ya.
Kemudian, beranjak dari sebuah ruh pemikiran yang senada yang saya temukan dalam butir pertama dari ringkasan filosofi CM yang tadi sempat saya singgung, yaitu:
Children are born person
Saya semakin tertarik untuk mengenal metode ini.
Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Beberapa saat setelah saya bergabung di Perhimpunan Homeschooler Indonesia (PHI), ternyata para member PHI Bandung ada yang sedang mempelajari metode ini. Dan komunitas wilayah Bandung belum ada. Jadilah saya masuk ke grup tersebut untuk berkenalan lebih lanjut dengan CM.
Melalui aktivitas ikonik CM, narasi, saya 'nyemplung' dalam pemikiran CM yang disampaikan praktisi CM senior di Indonesia, mba Ellen Kristi namanya dalam bukunya yang berjudul "Berpikir Dengan Cinta".
Baca juga: Review Buku Cinta Yang Berpikir
Meski beliau menyampaikan kembali pemikiran CM dalam bahasa yang cukup universal, saya tetap belum merasa terkoneksi dalam konteks Muslim (secara teknis). Justru yang membantu saya mengoneksikan pemikiran CM secara teknis dengan ajaran agama kita adalah suami saya yang memang pemikirannya jauh lebih terbuka dari saya.
Namun dalam perjalanannya, saya tetap tidak menerima sepenuhnya karena ada hal yang mengganjal dalam hati saya yang selalu saya pertanyakan dan jawaban suami saya kurang memuaskan saya 🙈. Pertanyaan saya begini:
Kenapa harus belajar CM dulu baru menyambungkannya dengan agama kita? Kenapa tidak sebaliknya?
Maksud saya, kegundahan saya karena saya merasa begitu getol mempelajari pemikiran manusia, namun masih terseok-seok mempelajari tauhid dan kajian aqidah lainnya. Dengan CM kenapa seolah-olah saya seperti mencari pembenaran pemikiran CM dengan menghubungkannya dengan ajaran Islam?
Namun diri ini tetap merasa butuh sebuah pemikiran tersistematis seperti yang CM suguhkan. Jadilah saya teruskan saja bersama CM dengan mengambil hal-hal aplikatifnya saja. Adapun filosofinya, kebanyakan berasal dari relasi berpikir hasil dari pertemuan pengetahuan-pengetahuan yang pernah saya peroleh. Termasuk di dalamnya hasil diskusi dengan teman-teman praktisi CM yang sudah terlebih dahulu membaca buku dan mendiskusikannya.
Melalui pemikiran CM saya memperoleh sudut pandang lain seperti bagaimana CM menyentuh sisi natural seorang perempuan yang diberikan amanah berharga oleh Tuhan, Allah ta'ala berupa seorang anak, yang membuat saya tidak bisa menolak apa yang dia sampaikan. Bukan karena lebih percaya kata CM, tapi merasa tertampar saja betapa mendalam nya dia memaknai amanah ini dari saya seorang Muslim.
Pengalaman ini senada dengan pengalaman saya memaknai perihal makanan halalan thoyyiban. Justru setelah merantau ke negara minoritas muslim lah saya baru mampu berelasi dengan apa yang Allah maksud. Bukan berarti sebelum merantau saya tidak meyakini apa yang Allah sampaikan. Hanya saja kurang merasakan saja. Mungkin karena inilah Allah menyuguhkan pembelajaran kepada saya melalui orang-orang di luar orang Islam.
Saya yang mendapati pemikiran CM yang menurut saya sangat 'Islami' dan membuat saya tertampar sebagai seorang Muslim yang masih saja mengkaji peran orang tua dari sudut pandang waktu, saya dulu dan saya sekarang. Yang menjadikan inner child sebagai pembenaran dalam setiap 'keteledoran' kita sebagai seorang ibu. Sehingga membuat saya merasa dimenangkan dan mewajarkan kebobrokan saya. Bukan karena ajaran Islam. Namun inilah kekurangan diri saya. Yang merasa 'jengah' dan Allah tampar melalui pemikiran orang dari agama lain yang jauh lebih religius dari saya
Pemikiran CM mampu 'memanjakan' saya sebagai seorang ibu yang memiliki latar pengalaman pengasuhan kurang baik terhadap anak-anak. Melalui prinsip "a born person" yang sangat memanusiakan orang tua sebagai manusia kecil yang sudah dewasa. Namun pemikirannya ini mampu merangkul sisi dewasa kita yang matang ketimbang sisi anak-anak yang cenderung ingin selalu dimenangkan. Tanpa memaksa saya menjadi manusia dewasa, namun menitah saya perlahan mendefinisikan dewasa saya seutuhnya.
Jika bisa saya simpulkan, CM membantu scaffolding saya dalam pengasuhan. CM memecah kegaringan metode pengasuhan yang cenderung menyuguhkan kekacauan zaman yang membuat saya ketakutan dan pesimis tentang generasi mendatang. CM tidak mendikte melainkan membuat kita berpikir tentang apa dan mengapa nya kita dalam hidup, keluarga dan pendidikan anak kita.
Metode ini menggiring saya untuk kembali melihat visi dan misi saya sebagai seorang Muslim. Kenapa? Karena CM meyakini bahwa tujuan akhir yang menjadi pijakan kita mendidik anak adalah tujuan holistik, yaitu tujuan hidup, kenapa kita diciptakan. Lebih kurang seperti itu alur pemikirannya. Sangat jauh dari filosofi sesat yang pada akhirnya meniadakan Tuhan.
Komunitas CM Muslim
Sembari saya galau dan terus mencari jawaban atas pertanyaan saya di atas, saya tetap aktif bergabung di kelas narasi dan mencari praktisi CM Muslim tak hanya di Indonesia. Sayangnya, belum ada yang mampu menjawab kegelisahan saya.
Memasuki kelas narasi ketiga di komunitas CM Bandung, kami difasiltasi oleh Mba Qonita. Kebetulan saat itu bahasannya mengenai filosofi keluarga. Mba Qonita sering sekali menyinggung visi misi yang bernunasa Islami. Sehingga tanpa basa basi, seusai kelas narasi saya bertanya langsung ke beliau tentang maksud dan tujuan saya. Dan begini jawabannya:
Tak berapa lama (yang saat itu bagi saya kerasa lama 😅😂), munculah workshop yang dimaksud yang komunitasnya diberi nama 'Menyemai Hikmah'. Yang saat ini menjadi komunitas baru yang berisi para praktisi dan pembelajar metode Charlotte Mason Muslim. Yang penasaran ini link Instagram Menyemai Hikmah. Melalui workshop inilah saya tercerahkan.
Selengkapnya bisa dibaca ditautan di bawah ini.
Baca juga: Workshop Menyemai Hikmah
Setiap orang pasti memiliki pengalaman berbeda dalam mempelajari metode CM ini. Hal di atas merupakan pengalaman saya. Yang saya rasa tidak mengusik keimanan atau aqidah saya sama sekali melainkan hanya terbentur pada teknis pembelajaran, seperti:
1. Bagaimana melakukan narasi?
2. Adakah salah benar dalam bernarasi?
3. Apa itu living book?
4. Dimana mendapatkan living book?
5. Bagaimana membuat kurikulum based on CM method?
6. Bolehkah membuat kurikulum sendiri biar bisa customised agama?
Dan ternyata dengan mempelajari terus menerus bersama komunitas, membantu mempercepat pemahaman dan mulai merasakan betapa fleksibelnya metode ini dengan nilai-nilai yang kuat yang bersifat universal.
Jika ada manfaat berlimpah yang bisa kita peroleh untuk menuai hasil berupa generasi Muslim yang berkualitas, kenapa tidak untuk mengadopsi metodenya. Betul ga?
Prinsip yang berjumlah 20 butir itu sangat mungkin kita serap dalam nilai-nilai Islam. Praktek pembelajaran Quran dan Islam pun sangat bisa diterapkan menggunakan metode ini. Pun jika kita meyakini metode lain dalam mempelajari Al-Quran, tidak lah salah selama tujuannya untuk menjembatani anak menemukan jalan Islamnya, bukan sekedar doktrinasi lemah yang bisa saja goyah saat anak tak lagi bersama kita.
Ada 3 instrumen yang menurut saya kita sudah ketahui, dan Islam sudah sampaikan melalui teladan nabi kita Muhammad salallahu'alaihiwassalam. Namun, bahasa CM membantu saya berelasi lebih dalam dari sebelumnya. Apa itu?
1. Atmosfer. Yang dalam agama kita berupa keteladanan. Tak hanya dari orang tua semata, tapi lebih luas lagi yaitu lingkungan. Tak hanya orang-orang nya namun juga benda-benda sekitar anak-anak. Sehingga ketika kita mengidamkan anak yang melek literasi, maka membentuk atmosfer yang baik untuk mewujudkannya tak sebatas memberi contoh rajin membaca atau menyuguhkan buku-buku kepada anak. Namun dengan meyakini bahwa apa yang kita usung itu adalah jalan mencapai tujuan akhir hidup kita.
2. Life. Yang dalam agama Islam kita ketahui bahwa Al-Quran turun berupa kisah. Nabi pun suka berkisah. Yang mana dua sumber belajar utama kita sebagai seorang muslim yaitu Alquran dan Assunnah menggunakan metode yang memantik ide hidup. Ide yang tidak sebatas fakta melainkan suguhan yang bisa berelasi satu sama lain yang membantu kita lebih meaningful menjalani hidup.
3. Disiplin. Tanpa perlu ditanya, Islam sudah sangat jelas memiliki instrumen ini dalam setiap ibadah kita. Ada aturan waktu yang mengikat dan melatih disiplin kita. Ada adab yang harus kita jaga disetiap gerak gerik kita. Yang tentu hanya bisa kita terapkan dengan kedisiplinan.
Tidak salah jika kita menggunakan pemikiran orang lain untuk mengukuhkan iman melalui pengetahuan yang kaya. Yang salah adalah ketika kita merasa puas dengan apa yang kita lakukan saat ini sedangkan Allah menyuguhkan ilmu yang sangat luas untuk menjadi bekal akhirat kita.
Penutup
Tidak akan cukup 1 postingan untuk menyampaikan manfaat positif dari metode ini. Jika penasaran, sangat bisa kita pelajari mandiri. Jika tidak nyaman, tentu hak kita untuk tidak menggunakannya. Prinsipnya, tidak ada kesempurnaan di dunia ini selain kesempurnaan Allah. CM hanyalah salah satu dari sekian banyak metode.
Dalam hidup saya, bertemu dengan metode CM sangat membantu. Bagi teman-teman tentu bisa berbeda. Yang terpenting, selama kita menjaga fitrah seorang anak yang dikirimkan Allah sangat sempurna untuk kita (bukan dalam konteks fisik ya melainkan sempurna ruh dan pikirannya), tentu apapun metodenya akan menjadi wasilah keberhasilan kita sebagai orang tua, melahirkan generasi Rabbani. Keberhasilan yang baru akan terlihat hasilnya di akhirat kelak. Apakah akan menjadi timbangan baik kita, atau sebaliknya.
Ini yang bisa saya sampaikan. Tanpa bermaksud membenarkan pemikiran pribadi. Pengalaman saya mungkin tidak bisa menjawab pertanyaan di atas. Namun mungkin bisa membantu teman-teman meraba-raba, apakah benar metode CM mengancam aqidah kita sebagai seorang Muslim?
Batujajar, 29 Oktober 2020