Satu bulan lebih satu minggu saya dan anak-anak di Indonesia. Hal penting yang selalu dipikirkan dan direncanakan sejak dari jauh hari hingga sekarang adalah tentang hak pendidikan anak-anak terutama Zaid dan Ziad (ZaZi). Aneka kemungkinan dengan segala alternatifnya sudah saya dan suami perkirakan sebelum balik ke Indonesia. Sekarang tiba masanya untuk menjalankannya.
Jika boleh berkata jujur (kalo bohong kan dosa 😅), salah satu pertimbangan saya memulangkan diri sendiri dan anak-anak tanpa menunggu kuliah suami selesai yaitu karena pertimbangan hak pendidikan anak-anak. Memang tidak terlalu signifikan antara pulang September atau Desember tahun ini jika dikaitkan dengan periode tahun ajaran. Karena tetap ZaZi akan masuk SD di tahun ajaran 2020/2021.
Namun, rentang waktu 3 bulan itu cukup signifikan untuk saya pribadi agar bisa beradaptasi dalam mempersiapkan segala sesuatu terkait hak pendidikan ZaZi. Dalan hal ini terkait pilihan jalur pendidikan, formal atau informal.
Banyak faktor yang selalu menjadi bahasan ketika saya dan suami berbicara tentang pilihan jalur pendidikan untuk anak-anak kami. Pilihan untuk melakukan homeschooling (HS) pun masuk daftar kemungkinan. Bahkan sejak ZaZi berusia bayi kami sudah mengangkat wacana HS ini.
Babak Awal Pendidikan ZaZi
Meskipun wacana untuk melakukan HS sudah muncul sejak ZaZi bayi, gambaran pelaksanaannya justru baru muncul sekarang-sekarang ini. Kenapa? Karena kondisi baru bisa dikatakan cukup stabil saat ini, terutama kondisi saya sebagai pelaku utama yang akan mengeksekusi HS ini.
Sehingga, tercatatlah bahwa ZaZi menyicip pendidikan di lembaga formal untuk tahapan pendidikan anak usia dini di usia 2,5 tahun. Hingga usia 6 tahun bulan Juli lalu, ZaZi masih menjalani pendidikan formal di tanah rantau kami, negeri Paman Sam.
Meskipun babak awal pendidikan ZaZi adalah jalur formal, tetap saja bahasan kemungkinan untuk melakukan HS menjadi topik utama dalam pembahasan hak pendidikan untuk ZaZi. Terlebih mengingat kami yang sudah merantau 3 tahun lebih di negara yang sistem pendidikannya sangat memanjakan kami. Keluar dari zona nyaman, jujur kami pun agak sedikit gamang.
Babak Baru kah?
Berawal dari kegamangan saya sebagai seorang ibu yang memiliki kepekaan rasa, akhirnya kami mencoba untuk mengalokasikan waktu lebih untuk proses adaptasi saya dalam mempersiapkan pendidikan untuk ZaZi. Dan tentunya juga proses proses adaptasi untuk ZaZi di tanah kelahirannya yang memiliki kultur dan suasana yang berbeda dengan Amerika.
Dan inilah dia, katakanlah babak baru jalur pendidikan ZaZi. Meskipun belum resmi dan bisa dikatakan sebagai babak percobaan sebelum memasuki tahun ajaran baru, apa yang ZaZi lakukan saat ini tentunya menjadi bagian dari periode perjalanan pendidikan mereka.
Rekam Jejak Babak Baru
Tercatat sejak tanggal 14 Oktober 2019, saya berpositif diri untuk mengeksekusi aktivitas belajar ala HS versi saya. Saya mencoba meyakinkan diri bahwa memiliki bayi bukanlah penghalang. Bahwa menikmati proses terkadang menjadi jalan terang terbukanya jalan menuju tujuan.
Tak perlu jauh-jauh saya melihat contoh untuk bisa menyemangati diri. Perjalanan blog ini justru berawal dari ketidakyakinan dan kurangnya rasa percaya diri saya. Namun dengan segala gejolak yang muncul saya tetap berusaha menghasilkan satu demi satu tulisan yang tak pernah saya alamatkan diperuntukkan kepada siapa. Hingga akhirnya blog ini bisa menjadi sumber referensi untuk beberapa tulisan yang belumlah banyak ini.
Begitu pula untuk HS ZaZi, saya berharap meski belum memiliki persiapan yang bisa dikatakan matang, menjalani satu persatu proses menuju HS ini bisa mengantarkan saya pada sebuah keyakinan hati untuk pilihan jalur pendidikan ZaZi, formal atau informalkah.
Aktivitas Kami Satu Bulan Ini
Tidak banyak tentunya aktivitas yang kami jalani dalam satu bulan penuh liku ini. Tapi selama makna belajar itu tak melulu sebatas belajar dengan mendengarkan guru menjelaskan dan dan kemudian mengerjakan tugas, maka bisa dikatakan ZaZi sudah melalui puluhan aktivitas dalam satu bulan terakhir.
Berawal dari aktivitas pagi yang belum terlalu teratur, saat itu saya masih menargetkan diri minimal ZaZi belajar formal 2 jam dalan sehari. Sehingga matematika, membaca dan menulis menjadi aktivitas utama.
Waktu berjalan, evaluasi terus dilakukan sembari berjalan. Muncul dilema tentang sekolah mengaji ZaZi yang tak kunjung ketemu. Akhirnya aktivitas prioritas beralih dari aktivitas akademis formal ke spiritual yang meliputi baca Iqro dan praktek shalat.
Memasuki minggu ketiga, minggu dimana perpisahan dengan Abinya terjadi. Sayapun agak sedikit longgar sembari menilik-nilik kembali apa yang harus saya lakukan agar tak jalan di tempat.
Akhirnya saya putuskan untuk membaca-baca kembali referensi HS dan tergiringlah otak ini membuka kembali website rumahinspirasi.com yang sudah lama tak saya singgahi. Tak lama berselang, saya pun memperoleh pinjaman buku karangan founder rumah inspirasi. Dan dari buku itulah kemudian saya tergerak menuliskan babak baru pendidikan ZaZi ini.
Selain itu, setelah membaca buku tersebut, saya menjadi semakin yakin dan percaya diri dalam mengkreasikan aktivitas HS ZaZi.
Tantangan
Tak ada gading yang tak retak, tak tak hidup tanpa tantangan. Begitu juga dengan babak baru ini. Dengan segala keterbatasan, dimulai dari sarana prasarana hingga mobilitas, HS ZaZi agak sedikit terkendala dualisme kepemimpinan antara Umi dan Oma😅.
Mengingat HS ini dieksekusi di lokasi sementara, dengan anggota keluarga yang tidak lengkap, tak bisa dipungkiri bahwa keteraturan dan juga rutinitas agak sulit diterapkan. Sehingga saya lebih bersifat fleksibel terhadap aktivitas HS ZaZi. Kondisi ini tak jarang membuat ZaZi kehilangan momen belajar materi akademis dan juga spiritual. Yang tersisa hanya materi lain berupa komunikasi sebagai jalan terakhir agar tetap terhubung dengan ZaZi.
Penutup
Bagaimanapun kondisinya, waktu terus berjalan dan usahapun harus terus disempurnakan. Dalam segenap keabstrakkan tulisan ini, yang mana saya sadar tak banyak informasi yang bisa teman-teman pembaca peroleh, saya mohon maaf. Maklum udah lama ga nulis 😅😂. Dan tulisan ini dalam rangka memecut diri ditengah kendala teknis yang saya temui ketika ngeblog dari HP baru ini #cieeeeeehpbaru
Ya udah sih ... Segitu dulu aja ya ... Mohon maaf kalo tulisannya ga dimengerti. Gaya nulis saya jadi kebawa-bawa serius abis baca buku HS 😂😂.
Columbus eh udah di Payakumbuh denk,
5 November 2019
Jika boleh berkata jujur (kalo bohong kan dosa 😅), salah satu pertimbangan saya memulangkan diri sendiri dan anak-anak tanpa menunggu kuliah suami selesai yaitu karena pertimbangan hak pendidikan anak-anak. Memang tidak terlalu signifikan antara pulang September atau Desember tahun ini jika dikaitkan dengan periode tahun ajaran. Karena tetap ZaZi akan masuk SD di tahun ajaran 2020/2021.
Namun, rentang waktu 3 bulan itu cukup signifikan untuk saya pribadi agar bisa beradaptasi dalam mempersiapkan segala sesuatu terkait hak pendidikan ZaZi. Dalan hal ini terkait pilihan jalur pendidikan, formal atau informal.
Banyak faktor yang selalu menjadi bahasan ketika saya dan suami berbicara tentang pilihan jalur pendidikan untuk anak-anak kami. Pilihan untuk melakukan homeschooling (HS) pun masuk daftar kemungkinan. Bahkan sejak ZaZi berusia bayi kami sudah mengangkat wacana HS ini.
Babak Awal Pendidikan ZaZi
Meskipun wacana untuk melakukan HS sudah muncul sejak ZaZi bayi, gambaran pelaksanaannya justru baru muncul sekarang-sekarang ini. Kenapa? Karena kondisi baru bisa dikatakan cukup stabil saat ini, terutama kondisi saya sebagai pelaku utama yang akan mengeksekusi HS ini.
Sehingga, tercatatlah bahwa ZaZi menyicip pendidikan di lembaga formal untuk tahapan pendidikan anak usia dini di usia 2,5 tahun. Hingga usia 6 tahun bulan Juli lalu, ZaZi masih menjalani pendidikan formal di tanah rantau kami, negeri Paman Sam.
Meskipun babak awal pendidikan ZaZi adalah jalur formal, tetap saja bahasan kemungkinan untuk melakukan HS menjadi topik utama dalam pembahasan hak pendidikan untuk ZaZi. Terlebih mengingat kami yang sudah merantau 3 tahun lebih di negara yang sistem pendidikannya sangat memanjakan kami. Keluar dari zona nyaman, jujur kami pun agak sedikit gamang.
Babak Baru kah?
Berawal dari kegamangan saya sebagai seorang ibu yang memiliki kepekaan rasa, akhirnya kami mencoba untuk mengalokasikan waktu lebih untuk proses adaptasi saya dalam mempersiapkan pendidikan untuk ZaZi. Dan tentunya juga proses proses adaptasi untuk ZaZi di tanah kelahirannya yang memiliki kultur dan suasana yang berbeda dengan Amerika.
Dan inilah dia, katakanlah babak baru jalur pendidikan ZaZi. Meskipun belum resmi dan bisa dikatakan sebagai babak percobaan sebelum memasuki tahun ajaran baru, apa yang ZaZi lakukan saat ini tentunya menjadi bagian dari periode perjalanan pendidikan mereka.
Rekam Jejak Babak Baru
Tercatat sejak tanggal 14 Oktober 2019, saya berpositif diri untuk mengeksekusi aktivitas belajar ala HS versi saya. Saya mencoba meyakinkan diri bahwa memiliki bayi bukanlah penghalang. Bahwa menikmati proses terkadang menjadi jalan terang terbukanya jalan menuju tujuan.
Tak perlu jauh-jauh saya melihat contoh untuk bisa menyemangati diri. Perjalanan blog ini justru berawal dari ketidakyakinan dan kurangnya rasa percaya diri saya. Namun dengan segala gejolak yang muncul saya tetap berusaha menghasilkan satu demi satu tulisan yang tak pernah saya alamatkan diperuntukkan kepada siapa. Hingga akhirnya blog ini bisa menjadi sumber referensi untuk beberapa tulisan yang belumlah banyak ini.
Begitu pula untuk HS ZaZi, saya berharap meski belum memiliki persiapan yang bisa dikatakan matang, menjalani satu persatu proses menuju HS ini bisa mengantarkan saya pada sebuah keyakinan hati untuk pilihan jalur pendidikan ZaZi, formal atau informalkah.
Aktivitas Kami Satu Bulan Ini
Tidak banyak tentunya aktivitas yang kami jalani dalam satu bulan penuh liku ini. Tapi selama makna belajar itu tak melulu sebatas belajar dengan mendengarkan guru menjelaskan dan dan kemudian mengerjakan tugas, maka bisa dikatakan ZaZi sudah melalui puluhan aktivitas dalam satu bulan terakhir.
Berawal dari aktivitas pagi yang belum terlalu teratur, saat itu saya masih menargetkan diri minimal ZaZi belajar formal 2 jam dalan sehari. Sehingga matematika, membaca dan menulis menjadi aktivitas utama.
Waktu berjalan, evaluasi terus dilakukan sembari berjalan. Muncul dilema tentang sekolah mengaji ZaZi yang tak kunjung ketemu. Akhirnya aktivitas prioritas beralih dari aktivitas akademis formal ke spiritual yang meliputi baca Iqro dan praktek shalat.
Memasuki minggu ketiga, minggu dimana perpisahan dengan Abinya terjadi. Sayapun agak sedikit longgar sembari menilik-nilik kembali apa yang harus saya lakukan agar tak jalan di tempat.
Akhirnya saya putuskan untuk membaca-baca kembali referensi HS dan tergiringlah otak ini membuka kembali website rumahinspirasi.com yang sudah lama tak saya singgahi. Tak lama berselang, saya pun memperoleh pinjaman buku karangan founder rumah inspirasi. Dan dari buku itulah kemudian saya tergerak menuliskan babak baru pendidikan ZaZi ini.
Selain itu, setelah membaca buku tersebut, saya menjadi semakin yakin dan percaya diri dalam mengkreasikan aktivitas HS ZaZi.
Tantangan
Tak ada gading yang tak retak, tak tak hidup tanpa tantangan. Begitu juga dengan babak baru ini. Dengan segala keterbatasan, dimulai dari sarana prasarana hingga mobilitas, HS ZaZi agak sedikit terkendala dualisme kepemimpinan antara Umi dan Oma😅.
Mengingat HS ini dieksekusi di lokasi sementara, dengan anggota keluarga yang tidak lengkap, tak bisa dipungkiri bahwa keteraturan dan juga rutinitas agak sulit diterapkan. Sehingga saya lebih bersifat fleksibel terhadap aktivitas HS ZaZi. Kondisi ini tak jarang membuat ZaZi kehilangan momen belajar materi akademis dan juga spiritual. Yang tersisa hanya materi lain berupa komunikasi sebagai jalan terakhir agar tetap terhubung dengan ZaZi.
Penutup
Bagaimanapun kondisinya, waktu terus berjalan dan usahapun harus terus disempurnakan. Dalam segenap keabstrakkan tulisan ini, yang mana saya sadar tak banyak informasi yang bisa teman-teman pembaca peroleh, saya mohon maaf. Maklum udah lama ga nulis 😅😂. Dan tulisan ini dalam rangka memecut diri ditengah kendala teknis yang saya temui ketika ngeblog dari HP baru ini #cieeeeeehpbaru
Ya udah sih ... Segitu dulu aja ya ... Mohon maaf kalo tulisannya ga dimengerti. Gaya nulis saya jadi kebawa-bawa serius abis baca buku HS 😂😂.
Columbus eh udah di Payakumbuh denk,
5 November 2019