Suasana rumah kembali tenang, setelah melewati ketidaknyamanan malam dan kehampaan menelan makanan. Ya, akhirnya Allah mengizinkan kami sekeluarga kembali mereguk nikmatnya hari 'tanpa kepayahan'. Ya, akhirnya Allah memberikan kesempatan bagi kami melewati badai yang kemaren terasa tak akan usai.
Menemui kesusahan dalam kehidupan artinya mendapati perhatian dari sang Kuasa. Ya! Kita tengah diberi perhatian. Tapi, kerap kali dalam menghadapinya, kesah seringkali tak tersampaikan padaNya, melainkan pada makhlukNya. Entah kenapa makhluk lebih kita pilih ketimbang Dia. Dan sampai akhirnya kesadaran yang terlambat pun masih dinantiNya dalam kesah kita yang gelisah.
Begitulah mungkin sang Kuasa dengan keMaha PenyayanganNya merangkul kami, para hamba.
Saya makhluk yang payah mencerna pesan alam. Untungnya masih diberi kesempatan mengetuk pikiran. Berharap diri ini tak lagi gentar dalam menghadapi ujian. Karena hakikatnya, dunia memanglah perpindahan dari ujian satu menuju ujian kesekian.
Hingga detik ini saya memang belum bisa memberikan gambaran betapa suramnya minggu-minggu awal kehamilan. Malu rasanya jika mengingat masa kelam itu. Sebegitu rapuhnya ternyata diri ini. Sebegitu lemahnya iman yang tertancap dihati 😔
Dan saat ini, lanjutan goresan kisah saya coba goreskan kembali. Bukan untuk berbagi cerita yang lalu, tapi ingin berbagi cerita yang sekarang. Karena yang lalu terasa begitu memilukan dan memalukan. Sedangkan yang sekarang, terasa lebih benderang ... Alhamdulillah ...
Memang, nikmat tak selamanya bisa dinikmati. Tanpa keberkahan dariNya, nikmat bisa berubah menjadi laknat 😢. Seperti halnya nikmat kehamilan yang diamanahkanNya untuk saya sekeluarga.
Tadinya, kami, terutama saya pribadi, berfikir bahwa kehamilan semata-mata adalah nikmat. Dan tentunya layaknya sebuah nikmat, pasti akan disambut dengan suka cita penuh bahagia tanpa berfikir sedikitpun tentang hal buruk akannya. Namun Allah memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikannya. Bahasa Sang Maha Karya ini sungguh luar biasa, hingga akhirnya kami, saya, tersadar bahwa nikmat tak melulu soalan yang menyenangkan pun membahagiakan.
Dari kesulitan dan kepayahan kehamilan inilah kemudian saya menjadi tersadar dan kembali digiring dalam nilai hidup yang pernah dipunya di masa lalu. Dimana Allah akan terus membersamai hambaNya yang terus meminta dalam papa. Tak peduli status sosialnya, tak peduli jabatannya, rupanya ataupun masa lalunya. Kepapaan dalam keimanan yang melemah dan meminta pengayomanlah hingga akhirnya rangkulan cintaNya menenangkan jiwa melapangkan dada.
Manusia itu tempatnya lupa. Dan dengan cara inilah Allah kembali atau kami sebagai hamba yang baru tersadar bahwa apa yang ada di dunia ini hanyalah fana. Termasuk keturunan. Jika bukan untuk menabung pahala, rasa-rasanya keturunan bukanlah cara yang tepat dalam menempuh bahagia. Namun jalan fitrah dariNya, itulah letak bahagia jika memang kita mengikuti petunjukNya, bukan nafsu belaka. Ya begitulah jalan Tuhan, yang tak pernah mau membiarkan hambaNya tersesat dalam laknat.
Sering saya tak sadar, bahwa kebanggaan akan keturunan yang banyak pun memiliki ujian yang berbanding lurus. Tak lantas kemudian kita bebas meneriakkan kebanggaan padahal keturunan dalam kehancuran zaman. Na'udzubillah ...
Ya, sampailah saya pada sebuah sikap dimana hidup bukanlah siapa yang lebih dari siapa, siapa yang lebih dari apa. Karena hakikatnya, timbangan penentu ke surga itu nanti ketetapannya. Bukan oleh kita ataupun dia. Tapi olehNya. Semoga kita selalu menempuh jalan taqwa agar bisa bertemu di surga. Aamiin ...
Columbus, 11 Mei 2018
Baca juga: Negri 1000 Mimpi
Menemui kesusahan dalam kehidupan artinya mendapati perhatian dari sang Kuasa. Ya! Kita tengah diberi perhatian. Tapi, kerap kali dalam menghadapinya, kesah seringkali tak tersampaikan padaNya, melainkan pada makhlukNya. Entah kenapa makhluk lebih kita pilih ketimbang Dia. Dan sampai akhirnya kesadaran yang terlambat pun masih dinantiNya dalam kesah kita yang gelisah.
Ini! Kukirimkan seteguk air kemudahan untukmu wahai hambaKu. Minumlah ... dan kembalilah membawa gairah perjuanganmu!
Begitulah mungkin sang Kuasa dengan keMaha PenyayanganNya merangkul kami, para hamba.
Saya makhluk yang payah mencerna pesan alam. Untungnya masih diberi kesempatan mengetuk pikiran. Berharap diri ini tak lagi gentar dalam menghadapi ujian. Karena hakikatnya, dunia memanglah perpindahan dari ujian satu menuju ujian kesekian.
Hingga detik ini saya memang belum bisa memberikan gambaran betapa suramnya minggu-minggu awal kehamilan. Malu rasanya jika mengingat masa kelam itu. Sebegitu rapuhnya ternyata diri ini. Sebegitu lemahnya iman yang tertancap dihati 😔
Dan saat ini, lanjutan goresan kisah saya coba goreskan kembali. Bukan untuk berbagi cerita yang lalu, tapi ingin berbagi cerita yang sekarang. Karena yang lalu terasa begitu memilukan dan memalukan. Sedangkan yang sekarang, terasa lebih benderang ... Alhamdulillah ...
Memang, nikmat tak selamanya bisa dinikmati. Tanpa keberkahan dariNya, nikmat bisa berubah menjadi laknat 😢. Seperti halnya nikmat kehamilan yang diamanahkanNya untuk saya sekeluarga.
Tadinya, kami, terutama saya pribadi, berfikir bahwa kehamilan semata-mata adalah nikmat. Dan tentunya layaknya sebuah nikmat, pasti akan disambut dengan suka cita penuh bahagia tanpa berfikir sedikitpun tentang hal buruk akannya. Namun Allah memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikannya. Bahasa Sang Maha Karya ini sungguh luar biasa, hingga akhirnya kami, saya, tersadar bahwa nikmat tak melulu soalan yang menyenangkan pun membahagiakan.
Dari kesulitan dan kepayahan kehamilan inilah kemudian saya menjadi tersadar dan kembali digiring dalam nilai hidup yang pernah dipunya di masa lalu. Dimana Allah akan terus membersamai hambaNya yang terus meminta dalam papa. Tak peduli status sosialnya, tak peduli jabatannya, rupanya ataupun masa lalunya. Kepapaan dalam keimanan yang melemah dan meminta pengayomanlah hingga akhirnya rangkulan cintaNya menenangkan jiwa melapangkan dada.
Manusia itu tempatnya lupa. Dan dengan cara inilah Allah kembali atau kami sebagai hamba yang baru tersadar bahwa apa yang ada di dunia ini hanyalah fana. Termasuk keturunan. Jika bukan untuk menabung pahala, rasa-rasanya keturunan bukanlah cara yang tepat dalam menempuh bahagia. Namun jalan fitrah dariNya, itulah letak bahagia jika memang kita mengikuti petunjukNya, bukan nafsu belaka. Ya begitulah jalan Tuhan, yang tak pernah mau membiarkan hambaNya tersesat dalam laknat.
Sering saya tak sadar, bahwa kebanggaan akan keturunan yang banyak pun memiliki ujian yang berbanding lurus. Tak lantas kemudian kita bebas meneriakkan kebanggaan padahal keturunan dalam kehancuran zaman. Na'udzubillah ...
Ya, sampailah saya pada sebuah sikap dimana hidup bukanlah siapa yang lebih dari siapa, siapa yang lebih dari apa. Karena hakikatnya, timbangan penentu ke surga itu nanti ketetapannya. Bukan oleh kita ataupun dia. Tapi olehNya. Semoga kita selalu menempuh jalan taqwa agar bisa bertemu di surga. Aamiin ...
Columbus, 11 Mei 2018
Baca juga: Negri 1000 Mimpi
Kalau Gaya tulisanmya serious gini kayanya emang serious nih. Apapun itu tetap semangaaat ya. Badai pasti berlalu :)
BalasHapushahahaha ... jarang2 yak serius ijk ... btw makasi yaaaaa 🤗🤗🤗🤗
Hapus