Pernah merasa useless ga? Minder atau rendah diri dan sejenisnya? Tampaknya setiap manusia pernah ya merasakan hal itu. Terlebih setelah melihat orang lain jauh lebih baik dan lebih bisa dari kita (dalam pandangan kita).
Rasa tak selamanya mengikuti indahnya rupa. Apa yang dilihat tak selamanya benar seperti apa yang muncul dalam fikiran kita. Begitu lebih kurang pelajaran yang saya dapatkan hari ini. Pelajaran dari cake yang selesai difoto dan diposting kemaren 😅.
Cake ini bukan cake pertama saya. Cake dengan resep yang sama sudah pernah saya buat tiga kali sebelumnya. Jadi saya sudah mengeksekusi resep cake ini sebanyak 4 kali. Dalam 4 kali eksekusi, 2 kali gagal dan 2 kali berhasil. Namun, baik gagal ataupun berhasil, rasa cake ini tetaplah sama. Cake coklat yang tidak terlalu manis yang ketika dimakan seret di kerongkongan dan eneg ga bikin ketagihan. Tapi bikin lapar mata dan lapar hidung.
Memang cake ini mengeluarkan wangi cake yang menggugah selera. Ditambah setelah cake ini memiliki kesempurnaan bentuk (tidak lagi gagal/bantat), semakin menambah pesona si cake ini. Soal rasa? Sama saja ... tak ada bedanya 😅
Refleksi diri yang saya dapat dari cake ini justru setelah cake ini diposting di Instagram pribadi saya. Tentunya setelah dihias dan diatur sedemikian rupa (tentunya semampu saya 😅) sehingga menghasilkan foto yang menggugah selera (I wish 😅). Benar saja, beberapa orang teman dan kerabat melayangkan komennya tentang si cake yang rupanya memesona ini.
Apa yang dipandang mata tak selamanya mendefinisikan hal tepat ya. Banyak contohnya. Ya salah satunya foto cake ini. Mata memandang cake ini begitu memesona dan serasa enak dimakan dan menggugah selera. Kenyataannya? Setelah memakannya, cake ini memiliki citarasa yang mengecewakan.
Sering kan kita lapar mata seperti ini?
Dari cake ini, saya jadi refleksi diri lagi setelah sebelumnya refleksi juga di tulisan yang berjudul Berkat Rahmat. Ya anggap saja minggu ini minggu perenungan buat saya biar selalu eling. Tak jarang, kita jadi lapar mata setelah melihat hal-hal yang kayanya kok ya enak ... kok ya asik ... kok ya keren dan lain sebagainya.
Dulu zaman kecil, saya suka lapar mata melihat es krim walls varian selain Paddle Pop. Tau kan alasannya? Karena mama hanya izin beli Paddle Pop (belakang baru saya tau karena harganya paling murah 😂. Dulu saya taunya karena yang lain ga sehat😅).
Beranjak remaja, setelah menyicipi Walls varian Feast, mulai ngiler liat Conello dan Magnum. Sampai akhirnya setelah mandiri sebagai mahasiswalah akhirnya semua varian walls saya khatami 😂. Dasar memang teknik marketing #nyalahkeunbatur 😂
Lapar mata! Padahal es krim ya rasanya itu-itu saja. Manis kan? Tapi karena diliatnya menggugah selera, membuat kita penasaran untuk menyicipinya. Alhamdulillah saja rasanya memang memanjakan lidah tak seperti kasus cake buatan saya 😆 #curhat
Beranjak ke zaman now. Hal-hal yang membuat lapar mata sangatlah banyak dan beredar dimana-mana. Terlebih setelah media sosial menjadi sarana baru dalam kehidupan sosial. Jika dahulu lapar mata melihat kemapanan orang hanya akan kita rasakan di lingkungan tempat tinggal saja, sekarang kita bisa lapar mata melihat kemapanan yang disajikan di seluruh akun-akun selebgram penduduk dunia (bisa jadi salah satunya kenalan kita).
Masalah bertambah, ketika tak hanya selebgram yang bikin kita lapar mata. Tapi orang-orang yang kita kenal yang tinggal berbeda daerah dari kita, sebut saja teman sekolah atau kuliah dulu, juga membuat kita lapar mata.
Lapar mata melihat 'kesuksesan' mereka ... melihat keahlian mereka ... dan melihat kebahagiaan mereka. Sehingga seringnya kita eh saya denk lupa untuk menyadari bahwa yang dihadirkan di media sosial pastinya apa yang baik-baik saja dari hidup mereka. Tapi sayang, seringkali melihat sesuatu hal yang bagus membuat kita lupa ada rasa yang tak bisa kita kecap dari apa yang kita lihat itu. Ujung-ujungnya kita membebek.
Sebut saja rasa berkesusahan yang teramat oleh seorang youtuber misalnya. Dimana mereka harus begadang demi mengedit sebuah video. Dimana mereka harus rela menjadikan aktivitas keseharian mereka direkam yang notabenenya membuat keseharian mereka harus selalu membersamai kamera. Terlihat mudah dan menyenangkan memang, tapi ternyata tak seperti itu rasa yang sesungguhnya.
Ga percaya? Tanya aja para youtuber kesayangan kamu 😉
Jadi, saya memang sempat pengen membebek jadi youtuber. Maklum, emak-emak cari kesibukan. Tapi setelah mengetahui kenyataannya, terlebih kenyataan bahwa saya tidak kompeten dalam video content dan editing plus masih belum mampu mengatur waktu sebagai vlogger dan mom and blogger, jadi saya mengurungkan niat dan keinginan saya ini 😆 untuk sementara waktu. Hehehe
Berhubung tak selamanya apa yang baik terlihat oleh kita itu harus kita ikuti. Sehingga, saya coba cari 5 prinsip yang harus kita pegang agar tak terjebak pada tipuan mata yang mengarahkan nafsu untuk memperturutkannya sehingga kita membebek tanpa arah alias jadi bebekcongek. Apa saja?
1. Pahami benar-benar dengan menggali informasi sebanyak mungkin.
Sejak gadget sudah menjadi tool sejuta umat, rasa-rasanya mudah bagi kita untuk mencari sebuah informasi tentang apa yang kita tertarik-i. Tak ada lagi istilah 'terjun bebas'. Sehingga kita bisa meminimalisir kekecewaan yang berujung jadi masalah gara-gara kita gegabah ngambil keputusan. Banyak lho selebgram-selebgraman yang maksa jadi selebgram. Seperti halnya 'Brodie' kliennya JOUSKA 😆
2. Kenali diri sendiri.
Ada orang yang ketika dia berdagang, laris dagangannya. Lalu ketika kita mencoba melakukan apa yang dia lakukan, tak seperti itu adanya. Begitulah manusia... ada ranahnya masing-masing. Jadi, pelajarilah diri sendiri sehinggapun ketika kita mencari sosok inspirasi untuk diikuti, carilah sosok yang mirip secara karakternya dengan kita. Selain itu pahami kemampuan diri kita. Jika tidak mampu, ya jangan dipaksakan. Berproses saja.
3. Hindari Menjiplak. Lakukan modifikasi.
Setiap manusia itu dilahirkan dengan keunikannya masing-masing. Sehingga tidak ada manusia yang 100% plek sama. Pasti ada perbedaannya yang menjadi keunikan masing-masing. Jadi modifikasilah apa yang telah dilakukan tokoh panutan kita. Modifikasi disini juga bisa kita lakukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan kita tadi.
4. Miliki tujuan dan visi misi hidup
Zaman sekarang kalo hidup tanpa tujuan ya susah (jaman dulu juga seh ... 😅). Ibarat kereta tanpa destinasi. Cape donk ya ...ntar kehabisan bahan bakar. Jadi, sebelum terjebak pada lapar mata pengen membebek apa yang orang lakuin, icipin atau praktekin, pastiin kita tau bahwa hal tersebut menunjang tujuan hidup dan visi misi kita.
5. Kembali ke niat
Udah berasa ceramah agama ya. Tapi poin terakhir ini 'it's the must!' #eaaaaa. Ngaruh banget niat ke semua yang kita lakuin. Kalo niatnya cuma buat ikut-ikutan, atau biar kekinian, biar eksis dan lain-lain. Siap-siap aja bakal berhenti total ngelakuin apa yang tadinya kita ikutin. Tapi kalo niatnya bener, meskipun kecewa, tetep aja lanjut. Ya seperti cake saya. Karena udah tau bakal ga enak, karena anak-anak yang minta, meski cake nya ga enak, tetep aja dimakan ... ga dibuang #curhat😂. Jadi bukan ikut-ikutan biar bisa aetor food photography misalnya. Itu mah nilai tambah aja 😉
Setelah menerapkan 5 prinsip ini, mudah-mudahan kita ga jadi bebek congek ya. Apa bebek congek? Bebek yang cuma mengekor tanpa tahu arah jalan pulang 🎤🎤🎤🎤 #ehkomalahnyanyi.
Orang heboh instagraman kita ikut juga instagraman. Orang-orang rame ke tempat instgrammable, kita juga ikut. Orang-orang posting di luar negri, eh kita juga pengen. Orang-orang hamil eh kita juga pengen (#inicurhat). 😯
atau ...
kok kayanya enak ya jadi si Anu ...
kayanya keren jadi si Inu ...
kayanya bahagia jadi si Ono ...
Cape! Dijamin bakal cape! 😑
Jadi plis, postingan saya tentang skincare jangan sampe bikin kamu mupeng yaaaaaa ... pliiiiiiis 🙏🙏🙏🙏. Kalo cake coklat pasti udah ga mupeng lagi karena saya bilang rasanya ga enak kan 😁
Columbus, 27 Februari 2018
Cake ini bukan cake pertama saya. Cake dengan resep yang sama sudah pernah saya buat tiga kali sebelumnya. Jadi saya sudah mengeksekusi resep cake ini sebanyak 4 kali. Dalam 4 kali eksekusi, 2 kali gagal dan 2 kali berhasil. Namun, baik gagal ataupun berhasil, rasa cake ini tetaplah sama. Cake coklat yang tidak terlalu manis yang ketika dimakan seret di kerongkongan dan eneg ga bikin ketagihan. Tapi bikin lapar mata dan lapar hidung.
Memang cake ini mengeluarkan wangi cake yang menggugah selera. Ditambah setelah cake ini memiliki kesempurnaan bentuk (tidak lagi gagal/bantat), semakin menambah pesona si cake ini. Soal rasa? Sama saja ... tak ada bedanya 😅
Refleksi diri yang saya dapat dari cake ini justru setelah cake ini diposting di Instagram pribadi saya. Tentunya setelah dihias dan diatur sedemikian rupa (tentunya semampu saya 😅) sehingga menghasilkan foto yang menggugah selera (I wish 😅). Benar saja, beberapa orang teman dan kerabat melayangkan komennya tentang si cake yang rupanya memesona ini.
menggugah selera ga sih? ga? Ya sudahlah 😂 |
Apa yang dipandang mata tak selamanya mendefinisikan hal tepat ya. Banyak contohnya. Ya salah satunya foto cake ini. Mata memandang cake ini begitu memesona dan serasa enak dimakan dan menggugah selera. Kenyataannya? Setelah memakannya, cake ini memiliki citarasa yang mengecewakan.
Sering kan kita lapar mata seperti ini?
Dari cake ini, saya jadi refleksi diri lagi setelah sebelumnya refleksi juga di tulisan yang berjudul Berkat Rahmat. Ya anggap saja minggu ini minggu perenungan buat saya biar selalu eling. Tak jarang, kita jadi lapar mata setelah melihat hal-hal yang kayanya kok ya enak ... kok ya asik ... kok ya keren dan lain sebagainya.
Dulu zaman kecil, saya suka lapar mata melihat es krim walls varian selain Paddle Pop. Tau kan alasannya? Karena mama hanya izin beli Paddle Pop (belakang baru saya tau karena harganya paling murah 😂. Dulu saya taunya karena yang lain ga sehat😅).
Beranjak remaja, setelah menyicipi Walls varian Feast, mulai ngiler liat Conello dan Magnum. Sampai akhirnya setelah mandiri sebagai mahasiswalah akhirnya semua varian walls saya khatami 😂. Dasar memang teknik marketing #nyalahkeunbatur 😂
Lapar mata! Padahal es krim ya rasanya itu-itu saja. Manis kan? Tapi karena diliatnya menggugah selera, membuat kita penasaran untuk menyicipinya. Alhamdulillah saja rasanya memang memanjakan lidah tak seperti kasus cake buatan saya 😆 #curhat
Beranjak ke zaman now. Hal-hal yang membuat lapar mata sangatlah banyak dan beredar dimana-mana. Terlebih setelah media sosial menjadi sarana baru dalam kehidupan sosial. Jika dahulu lapar mata melihat kemapanan orang hanya akan kita rasakan di lingkungan tempat tinggal saja, sekarang kita bisa lapar mata melihat kemapanan yang disajikan di seluruh akun-akun selebgram penduduk dunia (bisa jadi salah satunya kenalan kita).
Masalah bertambah, ketika tak hanya selebgram yang bikin kita lapar mata. Tapi orang-orang yang kita kenal yang tinggal berbeda daerah dari kita, sebut saja teman sekolah atau kuliah dulu, juga membuat kita lapar mata.
Lapar mata melihat 'kesuksesan' mereka ... melihat keahlian mereka ... dan melihat kebahagiaan mereka. Sehingga seringnya kita eh saya denk lupa untuk menyadari bahwa yang dihadirkan di media sosial pastinya apa yang baik-baik saja dari hidup mereka. Tapi sayang, seringkali melihat sesuatu hal yang bagus membuat kita lupa ada rasa yang tak bisa kita kecap dari apa yang kita lihat itu. Ujung-ujungnya kita membebek.
Sebut saja rasa berkesusahan yang teramat oleh seorang youtuber misalnya. Dimana mereka harus begadang demi mengedit sebuah video. Dimana mereka harus rela menjadikan aktivitas keseharian mereka direkam yang notabenenya membuat keseharian mereka harus selalu membersamai kamera. Terlihat mudah dan menyenangkan memang, tapi ternyata tak seperti itu rasa yang sesungguhnya.
Ga percaya? Tanya aja para youtuber kesayangan kamu 😉
Jadi, saya memang sempat pengen membebek jadi youtuber. Maklum, emak-emak cari kesibukan. Tapi setelah mengetahui kenyataannya, terlebih kenyataan bahwa saya tidak kompeten dalam video content dan editing plus masih belum mampu mengatur waktu sebagai vlogger dan mom and blogger, jadi saya mengurungkan niat dan keinginan saya ini 😆 untuk sementara waktu. Hehehe
Berhubung tak selamanya apa yang baik terlihat oleh kita itu harus kita ikuti. Sehingga, saya coba cari 5 prinsip yang harus kita pegang agar tak terjebak pada tipuan mata yang mengarahkan nafsu untuk memperturutkannya sehingga kita membebek tanpa arah alias jadi bebek
1. Pahami benar-benar dengan menggali informasi sebanyak mungkin.
Sejak gadget sudah menjadi tool sejuta umat, rasa-rasanya mudah bagi kita untuk mencari sebuah informasi tentang apa yang kita tertarik-i. Tak ada lagi istilah 'terjun bebas'. Sehingga kita bisa meminimalisir kekecewaan yang berujung jadi masalah gara-gara kita gegabah ngambil keputusan. Banyak lho selebgram-selebgraman yang maksa jadi selebgram. Seperti halnya 'Brodie' kliennya JOUSKA 😆
2. Kenali diri sendiri.
Ada orang yang ketika dia berdagang, laris dagangannya. Lalu ketika kita mencoba melakukan apa yang dia lakukan, tak seperti itu adanya. Begitulah manusia... ada ranahnya masing-masing. Jadi, pelajarilah diri sendiri sehinggapun ketika kita mencari sosok inspirasi untuk diikuti, carilah sosok yang mirip secara karakternya dengan kita. Selain itu pahami kemampuan diri kita. Jika tidak mampu, ya jangan dipaksakan. Berproses saja.
3. Hindari Menjiplak. Lakukan modifikasi.
Setiap manusia itu dilahirkan dengan keunikannya masing-masing. Sehingga tidak ada manusia yang 100% plek sama. Pasti ada perbedaannya yang menjadi keunikan masing-masing. Jadi modifikasilah apa yang telah dilakukan tokoh panutan kita. Modifikasi disini juga bisa kita lakukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan kita tadi.
4. Miliki tujuan dan visi misi hidup
Zaman sekarang kalo hidup tanpa tujuan ya susah (jaman dulu juga seh ... 😅). Ibarat kereta tanpa destinasi. Cape donk ya ...ntar kehabisan bahan bakar. Jadi, sebelum terjebak pada lapar mata pengen membebek apa yang orang lakuin, icipin atau praktekin, pastiin kita tau bahwa hal tersebut menunjang tujuan hidup dan visi misi kita.
5. Kembali ke niat
Udah berasa ceramah agama ya. Tapi poin terakhir ini 'it's the must!' #eaaaaa. Ngaruh banget niat ke semua yang kita lakuin. Kalo niatnya cuma buat ikut-ikutan, atau biar kekinian, biar eksis dan lain-lain. Siap-siap aja bakal berhenti total ngelakuin apa yang tadinya kita ikutin. Tapi kalo niatnya bener, meskipun kecewa, tetep aja lanjut. Ya seperti cake saya. Karena udah tau bakal ga enak, karena anak-anak yang minta, meski cake nya ga enak, tetep aja dimakan ... ga dibuang #curhat😂. Jadi bukan ikut-ikutan biar bisa aetor food photography misalnya. Itu mah nilai tambah aja 😉
Setelah menerapkan 5 prinsip ini, mudah-mudahan kita ga jadi bebek congek ya. Apa bebek congek? Bebek yang cuma mengekor tanpa tahu arah jalan pulang 🎤🎤🎤🎤 #ehkomalahnyanyi.
Orang heboh instagraman kita ikut juga instagraman. Orang-orang rame ke tempat instgrammable, kita juga ikut. Orang-orang posting di luar negri, eh kita juga pengen. Orang-orang hamil eh kita juga pengen (#inicurhat). 😯
atau ...
kok kayanya enak ya jadi si Anu ...
kayanya keren jadi si Inu ...
kayanya bahagia jadi si Ono ...
Cape! Dijamin bakal cape! 😑
Jadi plis, postingan saya tentang skincare jangan sampe bikin kamu mupeng yaaaaaa ... pliiiiiiis 🙏🙏🙏🙏. Kalo cake coklat pasti udah ga mupeng lagi karena saya bilang rasanya ga enak kan 😁
Columbus, 27 Februari 2018