Wah, saya lagi di Amerika ya ... negara adidaya, penguasa dunia ... pasti keren doooooonk (sombong
detected neh 😅). Hahahaha. Saya ga tau ya, anggapan orang-orang sekitar terhadap 'keberuntungan' saya yang bisa tinggal di benua Amerika. Benua yang terdapat negara dimana cita-cita tertancap disana. Dan saya? Tanpa perlu tunggang langgang les TOEFL ataupun IELTS, bisa ke Amerika, menikmati setiap fasilitas dan mengamati serta bersentuhan langsung dengan kemajuan negara adidaya ini, termasuk salah satunya fasilitas pendidikan.
Saya pribadi termasuk orang yang memiliki pandangan positif terhadap pendidikan di Amerika. Terutama perihal ketersediaan sarana dan pemerataan pendidikannya. Dimata saya, Amerika itu seperti tidak ada celah kecuali perihal pergaulan bebas. Dan menurut saya masalah pergaulan bebas terjadi ya karena Amerika bukan negara beragama, ya wajar saja mereka kocar kacir menghadapi masalah krisis moral ini (suruh siapa sekuler). Adapun perihal ilmu pengetahuan, Amerika bisa dikatakan tempatnya gudang ilmu pengetahuan. Apapun jenis buku dan penelitian dan segala sumber ilmu pengetahuan, ada disini (disamping di Eropa).
|
Kostum ZaZi saat parade halloween |
Lalu apakah benar bersekolah di Amerika itu beda? Ya ... beda yang gimana dulu? Hehehe ... kalo konteksnya beda cita rasa, ya memang beda. Jelas di Amerika pendidikannya citarasa internasional 😂. Kalo pada nanya beda sistem, hmmmm ... kayanya Indonesia menginduk Amerika deh soal pengembangan kebijakan dan sistem, jadi bedanya ga terlalu kerasa. Seperti kebijakan calistung di usia dini, Amerika Indonesia 11 12 lah kebijakannya, sama-sama 'memotivasi' bocah-bocah yang hobinya main dan ngayal buat ngitung dan baca dan juga nulis. Bedanya, budaya disini ga terlalu sadis judgemental nya. Jadi anak yang belum bisa calistung ga sekonyong-konyong dibilang bodoh gitu (kalau pun ada guru atau orang tua yang seperti itu, kayanya bisa dihitung jari ... hehehe).
|
ruang belajar saya dan teman-teman |
Nah, daripada tebak-tebakan perihal pendidikan di Amerika, berikut saya coba jabarkan, hal-hal yang saya sekeluarga jumpai dalam pengalaman saya, suami dan anak-anak selama tinggal disini terkait dengan pendidikan. Apakah itu sistemnya, feelnya, pelaksanaan teknisnya, apapun ... yang muncul di otak saya selama mengurus sekolah anak-anak dan menyaksikan sekolah suami (sssssst, saya juga sekolah, di sekolah gratis buat kumpul-kumpul aja.. hahaha #infogapenting). Jadi silahkan nanti teman-teman bandingkan sendiri, beda atau sama aja menempuh pendidikan di Amerika sama di Indonesia.
|
Suasana kelas Ziad |
Pendaftaran
Kalo mau sekolah, pasti daftar dulu kan ya hehehe ... Kalo dihitung, saya sudah tiga kali memiliki pengalaman mendaftarkan anak-anak kesekolah. Yang pertama ke sekolah PAUD waktu mereka berusia 2 tahun setengah di Payakumbuh (kampung halaman saya). Yang kedua di Amerika tahun lalu saat mereka berusia 3 tahun, dan yang ketiga semester fall kemaren saat mereka sudah berusia 4 tahun.
Pendaftarannya sederhana. Sebelum datang kesekolah, saya dan suami menelpon pihak sekolah yang dituju untuk menanyakan hal-hal terkait syarat dan ketentuan untuk mendaftar ke sekolah tersebut. Setelah kami memastikan semua syarat bisa terpenuhi (hanya syarat dokumentasi saja) dan anak-anak memenuhi ketentuan yang berlaku, kami menyepakati tanggal pertemuan (appointment) dengan pihak sekolah untuk penyerahan syarat tersebut. Setelah diserahkan, kami tinggal menunggu kedatangan calon guru anak-anak ke rumah dalam program home visit. Artinya, anak-anak udah keterima di sekolah tersebut. Meskipun terkadang banyaknya siswa yang mendaftar tak jarang membuat kita harus masuk waiting list. Beruntung, 2 tahun ini yang daftar kelas pagi ga banyak. Hehehe ... jadi ga perlu was-was jadi waiting list😊
Eh, berarti pendaftarannya by phone ya? Bisa dikatakan demikian hahaha. Bukan via web online. Karena memang sekolah anak-anak terhitung yang konvensional. Dokumentasi data siswa semisal laporan perkembangannya aja masih sistem print out. Belum online ... hehehe ... Saya kurang tau kalo di sekolah lain ...
Lalu bagaimana sekolah suami? Pendaftarannya online lewat web kampus seperti halnya universitas di Indonesia. Penuhi segala syarat dan ketentuannya, ya sudah dapat LoA (Letter of Acceptance). Kebetulan suami dapet LoA dulu baru apply beasiswa ke LPDP. Adapun pendaftarannya dilakukan oleh pihak sponsor dari program kerjasama yang diikuti suami, program HELM (Higher Education Leadership and Mannagement) namanya. Jadi aslinya suami saya ga punya pengalaman daftar ke kampus langsung 😅.
|
kelas Zaid |
Kurikulum
Disekolah anak-anak kurikulum masing-masing kelas dikembangkan secara independen oleh setiap guru kelas. Sehingga dalam pelaksanaan sistem pembelajarannya, masing-masing kelas memiliki gaya masing-masing. Seperti halnya sistem dekorasi ruangan, penerapan sistem komunikasi dengan siswa, ataupun jenis aktivitas tambahan di rumah yang disarankan dilakukan oleh orang tua bersama anak di rumah. Aktivitas ini bisa disesuaikan dengan concern orang tua terhadap perkembangan anak, apa yang ingin difokuskan pencapaiannya. Jadi bisa dikatakan, semua pengembangan sistem students-based atau students-needs.
Rangkaian Program
Baik di sekolah anak-anak ataupun di kampus suami, masing-masing memiliki program yang dibuat untuk menunjang keberhasilan belajar siswa dengan menggunakan konsep Kenyamanan yang utama (ini saya aja ngarang tagline nya sendiri). Kenapa saya sampaikan demikian, karena sangat banyak program yang dibuat atas dasar having fun karena dipercaya siswa yang bahagia memiliki daya capai akademis yang baik. Sehingga banyaklah program-program disini yang sifatnya 'senang-senang' dengan kumpul, makan-makan dan bagi-bagi barang gratis.
Seperti halnya di kampus suami. Ada banyak program menyenangkan dan kami nanti-nanti, seperti:
1. Students involvement
Acara perkenalan sejenis UKM kampus gitu ...
2. Faculty party
Acara khusus mahasiswa pasca sejenis welcoming party nya fakultas pendidikan.
3. Buckeye frenzi
Acara promo rekanan kerjasama pihak kampus.
4. Thanksgiving dinner
Acara makan-makan gratis
Dan aneka acara gratis lainnya yang setiap bulan bahkan minggu ada terus. Nonton bioskop gratis tiap pekan juga ada. Fasilitas lengkap mulai dari fasilitas pemenuhan kebutuhan perut, kesehatan dan kebugaran, sampai kebutuhan papan seperti apartment yang kami tempati (sebagai salah satu upaya kampus menciptakan suasana nyaman buat mahsiswa internasional dan keluarganya). Dan dilingkungan apartment buanyaaaaaaaak lagi acara-acara khusus family yang dibuat setiap pergantian musim. Full hiburan dan makanan 😍😍😍.
Gimana disekolah anak-anak? Meskipun ga seheboh di kampus suami, sekolah anak-anak juga lumayan banyak lho program-program tambahannya selain program kelas, seperti:
1. Students parade
Parade kostum di hari halloween
2. Field trip
Kunjungan ke museum atau ke taman
3. Swimming
4. Culture night
Acara perkenalan budaya lintas negara
5. Open house
Acara pengenalan sekolah dan kelas
Dan juga program-program parenting yang diselenggarakan sejenis dirjen PAUD kalo di Indonesia untuk menyokong keberhasilan pendidikan anak usia dini.
(semua program yang saya blod, sesungguhnya mau tak tulis satu persatu perihal keseruan aktivitasnya. Tapi belum digarap-garap karena serunya udah keburu hilang efek kelamaan jarak acara ke eksekusi nulisnya ... #curhat)
|
salah satu sarana olahraga di kampus |
Jam Belajar
Jam belajar formal disekolah sama aja sih. Di kampus ya suami ngampus sesuai mata kuliah yang diambil. Kalo pun ada yang diluar kelas, paling ke perpus cari bahan sama cari ketenangan dari hiruk pikuk anak-anak dan istri yang bawel 😂😂😂. Atau meeting sama dosennya.
Disekolah anak-anak, juga sama aja jam belajarnya. Lama nya sekitar 3 jam lebih kurang. Ada kelas AM sama PM. Anak-anak ambil yang AM. Gitu aja sih. hehehe ..ga ada yang spesial. Hmmm ... kecuali soalan jam belajar adaptasi budaya dan bahasa. Baik suami, anak-anak bahkan saya, kami butuh masa adaptasi dimana budaya dan bahasa kemudian tak lagi menjadi batu sandungan dalam implementasi studi. Barangkali perihal adaptasi ini perlu dibahas di tulisan terpisah kali yak, khawatir kepanjangan kalo ditulis disini 🤔
Hubungan Guru dan Siswa
Masing-masing kami punya guru lhoooo ...termasuk saya. Hehehe ... Kami memang membiasakan anak-anak untuk merasa dekat dengan gurunya. Ya biar kedekatan itu mempermudah anak-anak dalam menerima ilmu baru dari gurunya. Salah satu cara biar anak-anak merasa dekat dengan gurunya adalah dengan memberi contoh bahwa saya dan suami juga dekat dengan guru kami masing-masing.
'Teacher umi siapa mi?
Prof. Barbara
'Abi?'
Prof. Tatiana
'Kalo babang dede siapa teachernya?
Miss Caitlin - Miss Amy (Jawab mereka serempak.
Hubungan anak-anak dengan gurunya memang belum terlalu dekat, tapi bisa dikatakan cukup dekat. Kami sebagai orang tua pun mencoba menjalin kedekatan tersebut agar bisa memperoleh laporan perkembangan mereka dengan mudah tanpa harus merasa canggung dan tak enak 😄 (Indonesian culture banget ya - ga enakan). Padahal semua gurunya bakal senang kalo kita orang tua 'cerewet' nanya. Artinya kita peduli dengan perkembangan anak-anak kita. Karena prinsipnya, pendidikan itu ada ada pada orang tua utamanya, sekolah dengan guru-gurunya hanyalah supporting system. Begitu kata guru anak-anak.
|
zaid dengan semua guru kelasnya |
Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar disini bisa dikatakan cukup kondusif. Selain suasana yang relatif tenang dan sangat cocok untuk belajar, fasilitas penyokong juga memenuhi. Sarana dan prasarana bisa dikatakan lengkap. Apapun yang kita butuhkan bisa terpenuhi. Soal biaya pemenuhan kebutuhan penunjang belajar seperti halnya buku dan kelengkapan observasi relatif mudah didapat dan terjangkau. Sehingga lebih memudahkan dalam mengeksekusi kebutuhan belajar. Semisal ingin baca, tinggal ke perpus, ingin observasi sains tinggal ke pusat sains, pengen aktivitas fisik tinggal ke playground atau sarana olahraga, pengen beli kebutuhan belajar tinggal beli bisa online atau offline. Mau harga murah ya tinggal ke toko bekas yang relatif lengkap barang-barangnya.
|
ziad dengan guru dan teman-temanya di spot membaca |
Karakter Pendidik
Tenaga pendidik relatif kooperatif dan komunikatif. Persepsi terhadap siswa pun positif dengan konsep menghargai keunikan masing-masing peserta didik. Sehingga siswa terasah rasa percaya diri nya. Selain itu, kebebasan bertanya juga membantu meningkatkan daya berfikir kritis siswa dengan menganut teori semua hal itu adalah tidak ada yang salah, tergantung sudut pandang.
Hal Lain
Sekolah anak-anak adalah sekolah negeri yang diperuntukkan untuk para immigran. Aneka macam orang tua ada disini. Mulai dari yang bener, rada bener, sampai yang ga peduli. Sedangkan sekolah, untuk memperoleh dana dari pemerintah, harus memiliki laporan program yang menunjukkan sekolah tersebut layak diberikan dana. Salah satunya program in-kinds Activities. Program dimana orang tua diminta melakukan aktivitas diluar sekolah bersama anak-anak demi menunjang keberhasilan belajar anak dalam memperoleh tahap perkembangan mereka sesuai usia mereka.
Sayangnya, program ini tidak terlalu menarik perhatian orang tua. Entah karena orang tua yang 'ga peduli' rada dominan atau apalah saya kurang tau, program ini pokonya 'ga laku'. Bayangkan, tahun lalu, keluarga kami berhasil memperoleh "The Best in-kinds Parent" 😂 gegara emang dikit yang ngumpulin laporan 😅. Padahal, program ini salah satu program yang bisa membantu sekolah memperoleh dana dari pemerintah. Dan para orang tua yang sudah dengan nyamannya menyekolahkan anaknya gratis disini, masih enggan untuk sekedar 'balas budi' melalui program ini. Hmmm .. ironi memang 🤔
Tahun ini, selain variasi orang tua terlihat hanya terbagi 2 dimata saya, yaitu orang tua peduli dan peduli banget, pihak sekolah tampaknya juga sudah melakukan evaluasi terkait pelaksanaan program ini. Terlihat dari teknis pengumpulan laporan hariannya berubah berbentuk menjadi laporan mingguan yang lebih terorganisir melalui folder khusus in-kinds activities. Tidak lagi selembar kertas yang rawan hilang 😂
|
ZaZi lagi mengenal daun maple sebagai salah satu aktivitas in-kinds |
Demikian sedikit ulasan saya terkait pendidikan anak-anak dan suami. Semoga bisa ditarik kesimpulan masing-masing tentang yang membedakan Amerika dengan Indonesia. Namun sebenarnya bukan perbedaannya sih yang perlu digaris bawahi, tapi apakah ada hikmah yang bisa saya petik dalam kesempatan menyaksikan langsung sistem pendidikan dari sebuah negara adidaya?
"Pendidikan bukan perihal dimana dan oleh siapa kita dididik, tapi bagaimana kita dididik" (MP, 2017)
Columbus, 4 November 2017
Nb: Tulisan ini murni opini saya. Jika terdapat kekeliruan, mohon masukannya ya ...Terimakasih 🤗