Di tulisan ini, saya gundah gulana galau. Ah kapan sih saya ga galau. Tapi kali ini galau nya rada beda atau bisa dibilang baru. Bagi yang sudah baca tulisan saya tentang Dilema Anak Kembar mungkin sedikit tau apa kegalauan terbaru saya. Tapi yang baca baru 2 viewer sih ... huahahaha. (ngetawain diri sendiri)
Bagi yang sudah pernah bertemu si kembar kece nan sholeh sholeh bernama Zaid dan Ziad ini pasti beranggapan mereka adalah anak kembar identik. Karena memang mereka memiliki paras wajah yang kata orang sangat mirip dan susah dibedakan. Nah tiap kali ada yang bertanya soal jenis kembarnya anak-anak ini, saya selalu dengan ragu menjawab "kalo kata dokter sih mereka fraternal" 😅.
Sebagai ibu yang telah membersamai mereka selama 4 tahun, saya tidak meragukan sama sekali soal jenis kembar mereka. Mereka fiks fraternal. Tapi mau fraternal ataupun identik, sebenernya saya ga ambil pusing. Yang penting bagi saya mereka alhamdulillah tumbuh sehat. Namun seiring berjalannya waktu, saya jadi kembali penasaran. Jenis kembar itu ada apa aja. Apakah benar jika kembar identik anak-anak akan sangat kuat 'ketergantungannya' satu sama lain? Akhirnya nemulah artikel di hamil.co.id. Disana dibahas soal jenis kembar yang ternyata ga hanya sebatas fraternal dan identik saja. Nah berikut pengertian fraternal dan identik saya copas-in (abis) ya dari web tersebut.
👉 Kembar fraternal merupakan jenis kembar tidak identik. Kembar ini terjadi ketika dalam proses kehamilan dua buah sel telur yang sudah dibuahi menempel pada dinding rahim di waktu yang sama. Ini berarti ketika ibu melepaskan dua sel telur yang matang maka kedua telur ini dibuahi oleh dua jenis sperma yang berbeda. Kemudian dua telur akan membantuk dua buah zigot, karena itu jenis kembar ini juga disebut dengan kembar dizigotik. Anak kembar ini terlihat seperti saudara kandung dan setiap kromosom tubuh memang berbeda. Biasanya kembar seperti ini bisa berjenis kelamin sama atau berbeda.
👉 Kembar identik berarti bahwa satu telur dibuahi oleh satu sperma dan kemudian membentu satu buah zigot. Namun zigot akhirnya membelah menjadi dua buah embrio yang terpisah sempurna. Kedua jenis embrio yang dihasilkan bisa berkembang sempurna dalam rahim ibu dan berbagi ruangan yang sama. Kembar identik bisa berasal dari kembar yang berbagi amnion yang sama atau dikenal dengan monoamniotic. Namun juga bisa berasal dari dua amnion yang berbeda atau dikenal dengan diamnotik. Kembar identik diamniotik biasanya akan berbagi plasenta yang sama.
Nah, dari definisi inilah saya kembali teringat bahwa memang benar anak-anak adalah fraternal. Karena dokter pernah bilang demikian.
Tapi tapi ... karakteristik mereka yang sangat berbeda (meski saling mempengaruhinya mereka membuat mereka seperti memiliki kesamaan karakter) yang membuat saya berkesimpulan, ya mereka fraternal. Dan inilah dia kegalauan emak kala anak kembarnya itu fraternal. Dimana mereka seperti halnya saudara kandung beda usia. (Tapi saya jadi penasaran, anak kembar identik kaya gini juga ga ya. Berikut ceritanya)
Mungkin hal ini biasa bagi ibu-ibu yang beranak banyak, dimana anak yang satu memojokkan anak yang lain. Atau anak yang satu pintar berteman dan yang satu tidak. Lalu yang pintar berteman bukannya mengajarkan saudaranya untuk bersosial malah memojokkan saudaranya. Aaaaaaargh jujur saya benci situasi demikian. Saya tidak mau anak-anak tumbuh tanpa 'saling' terhadap saudara kandungnya sendiri.
Dan disinilah tugas baru saya dimulai. Ceritanya ... Dimana saat Zi tengah asik bermain dengan seroang temannya, Za dengan karakternya yang gengsian membuat dia memilih cara berteman yang membuat temannya kurang nyaman. Sehingga alih-alih Za bisa berteman, yang ada malah orang-orang tidak mau berteman dengan nya, termasuk Zi, saudara kembarnya sendiri.
Dalam kasus terbaru, Za yang saya lihat ingin sekali bergabung dengan Zi dan Gilang (teman mereka, tetangga kami orang Indonesia) memilih cara kurang friendly dalam pendekatan. Superior nya dimunculkan, bahwa ini adalah rumah saya dan mainan saya, sehingga sayalah yang berhak untuk main dengan adik saya. Jreng jreng ... ketika Za bersikap demikian, jangankan gayung bersambut oleh Zi. Zi malah 'membela' gilang dan berkata "ini buat Gilang". Hmmmmm ... perang dimulai deh.
Saya yang sedari tadi hanya memperhatikan akhirnya angkat bicara karena butuh otak jernih untuk menengahi mereka bertiga.
"who is oldest?" tanya saya.
"me!!!", Gilang menjawab cepat. Oke, pancingan berhasil, guman saya di dalam hati yang masih sibuk menahan emosi yang sudah naik turun melihat tingkah anak kecil yang mengingatkan saya pada masa kecil saya (inner child kali ya 😆😆).
"me!!!", Gilang menjawab cepat. Oke, pancingan berhasil, guman saya di dalam hati yang masih sibuk menahan emosi yang sudah naik turun melihat tingkah anak kecil yang mengingatkan saya pada masa kecil saya (inner child kali ya 😆😆).
"So, do you have any idea to make everything good?", tanya saya kembali dengan bahasa inggris belepotan.
"We need more truck!" Kata Gilang.
"Ok, you can find another truck upstair! Together. So, play together dude!"
Huft!!! Situasi yang memanas perlahan cooling down dan mereka kembali bermain bersama dengan solusi penambahan truk biar bisa main bareng. Hmmm ... Paling ga saya ga marahin anak orang hanya karena saya ingat masa kecil saya (alhamdulillah). Itu sangat memalukan tentunya jika terjadi (dan hal ini pernah terjadi) 😣
Saya yang sedikit banyaknya mencoba memahami karakter setiap anak dan teman dari anak-anak memang memberlakukan penyikapan sama rasa sama rata. Alias nganggap anak sendiri. Makanya saya bisa saja marahin anak orang kalo saya lagi cuapek (baik cape hati, otak ataupun fisik) 😅😥. Pada kasus ini, anak-anak tengah rebutan mainan. Sehingga ketika Zi dan Gilang terlihat mulai kesal dan melakukan perlawanan atas sikap Za yang kurang menyenangkan (karena menyerobot main), saya berpikir bahwa menghadirkan rasa 'ke-kakakan' Gilang yang sudah sangat komunikatif tampaknya efektif. Dan ternyata cukup efektif. Hanya ditanya siapa yang paling besar diantara mereka, Gilang langsung mengayomi adik-adiknya untuk mengeksekusi solusi yang dia hadirkan sendiri.
Ya! Saya masih harus belajar banyak dan terus belajar sabar. Jika beberapa waktu lalu saya disibukkan dengan kontrol emosi untuk anak-anak sendiri, sekarang saya harus menambah kontrol diri untuk bisa mengontrol diri bersama dengan anak-anak kecil punya orang lain 😆😆😆. Pasalnya ada beberapa sikap anak kecil (termasuk anak sendiri) yang sedari saya kecil saya ga suka. Misal, pilih-pilih teman, memojokkan seorang teman, meledek, sengaja membuat kesal, dan lain sebagainya. Kenapa? Karena dulu saya sering diperlakukan demikian. Tapi sayangnya saya ga inget, kenapa saya selalu menjadi 'anak bawang' dalam pergaulan. Jangan-jangan karena sikap saya yang ga menyenangkan 🤔🤔🤔
Balik lagi soal kembar fraternal. Jadi, kesulitan yang kentara sekali yang saya rasakan adalah dalam hal pengkondisian. Dimana anak kembar dalam usia perkembangan yang sama harus diperlakukan dan disolusikan dengan cara yang sesuai dengan usia perkembangan mereka. Dan lagi-lagi hal ini membuat saya galau dan agak bingung. Karena benturannya ada pada komunikasi.
Pelajaran yang bisa dipetik bahwa nilai dan pelajaran yang kita sampaikan kepada anak, meski seperti tak didengar, ternyata jika disampaikan dengan sungguh-sungguh dan konsisten, cukup berimplikasi terhadap perubahan sikap mereka. Hanya saja benturan nya ada pada karakter.
Misalnya Za si taat aturan yang perfeksionis, akan sangat kecewa ketika Zi si cuek sanguinis 'break our rules' ketika bermain bersama temannya. Disinilah letak konflik itu. Za memilih perfek dengan ekspektasi menjadi anak yang berprestasi dimata umi. Sedangkan Zi lebih mempedulikan pergaulan pertemanan nya (karena dari dulu ni anak memang oportunis abis. Jadi akan memanfaatkan situasi sesuai dengan maksud dan tujuan yang prioritas ingin dia capai). Sehingga, saya jadi simalakama. Dan harus merevisi kalimat persuasi kepada anak-anak saat ngobrol dengan mereka di rumah. Bertiga atau berdua. Merevisi agar aturan bukan lagi agar umi bangga, tapi aturan untuk kebaikan kalian. Seperti apakah itu? Saya juga lagi mikir 😂😂😂😂
Misalnya Za si taat aturan yang perfeksionis, akan sangat kecewa ketika Zi si cuek sanguinis 'break our rules' ketika bermain bersama temannya. Disinilah letak konflik itu. Za memilih perfek dengan ekspektasi menjadi anak yang berprestasi dimata umi. Sedangkan Zi lebih mempedulikan pergaulan pertemanan nya (karena dari dulu ni anak memang oportunis abis. Jadi akan memanfaatkan situasi sesuai dengan maksud dan tujuan yang prioritas ingin dia capai). Sehingga, saya jadi simalakama. Dan harus merevisi kalimat persuasi kepada anak-anak saat ngobrol dengan mereka di rumah. Bertiga atau berdua. Merevisi agar aturan bukan lagi agar umi bangga, tapi aturan untuk kebaikan kalian. Seperti apakah itu? Saya juga lagi mikir 😂😂😂😂
Yah begitulah. Semoga dimengerti bahasanya. Ditunggu tanggapannya ya para pembaca nan budiman ... 😊😊😊
Columbus, 8 Juli 2017
Post Comment
Posting Komentar
Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗