Bagaimana sih rasanya jadi orang pintar? Orang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau kerajinan di atas rata-rata.
Dekat dengan kehidupan para akademis karena memiliki suami yang dikenal sebagai mahasiswa pintar membuat saya menjadi tau sedikit banyaknya bagaimana rasanya menjadi orang 'yang dipandang atau dikenal' pintar oleh rekan-rekannya. Menurut saya. Enak ga enak.
Enaknya, karena orang pintar tentunya bernilai positif. Ga enaknya, ga bisa kaya saya yang membebaskan diri berekspresi tanpa khawatir salah dengan alibi "oh saya baru tau" 😆😆😆
Dulu, jaman masih mahasiswa, saya tidak pernah memperhatikan detail bagaimana cara belajar teman satu kostan. Si anu atau si anu. Meski saya tau IPK nya nomor wahid 🤔 Dan saya sedikit menyesal akan hal itu.
Dulu itu, saya hanya berfikir bahwa kuliahan itu ya kuliah. Bedanya sama anak sekolahan ya cuma di jam sekolah nya aja. Mahasiswa jadwal nya ngacak, kalo siswa jadwalnya teratur dan rutin dalam seminggu.
Padahaaaaaaaaaaal ... seharusnya ketika sudah menjadi mahasiswa, kita sudah harus mengenal gaya belajar kita. Atau paling tidak mulai meraba-raba gaya belajar yang cocok agar bisa mengikuti materi perkuliahan dan bisa sukses membawa nilai baik dalam ijazah kita.
Tapiiiiiiiiiiiii ... saya boro-boro mikirin gaya belajar. Udah bisa kuliah dan ga roaming di kelas aja udah syukur. Udah bisa kerjain tugas kuliah dan ikut ujian tengah dan akhir semester juga udah alhamdulillah. Terseok-seok tanpa strategi. Padahal banyak yang bisa saya contoh strategi belajarnya. Tapi seringnya mereka ga nyaman ketika saya minta nasehat (apa perasaan dek putri saja???)🤔
Tampaknya dulu saya kurang kenceng doanya untuk hal akademik ini. Sehingga saya tidak diberikan takdir baik bertemu orang-orang pintar yang baik hati yang mau berbagi strategi belajarnya dengan saya. Jika pun ada, mungkin saya nya yang tidak bisa mengikuti gaya belajarnya. Atau saya udah menilai buruk duluan diri sendiri bahwa saya ga akan bisa ngikutin gaya si anu karena dia emang udah pintar.
Ini pemikiran yang menjadi penyesalan terbesar dalam hidup saya. Dimana saya melupakan makna perjuangan. Dimana setiap orang pasti memiliki titik balik dalam hidupnya, termasuk dalam karir akademiknya.
Oke, tidak ada kata terlambat. Selagi masih bernafas, selama itulah saya masih bisa terus belajar. Tantangannya, belajar apa yang akan diprioritaskan??????
😭😭😭😭😭
Ketika hati dan pikiran bersinergi melirik fotografi, tetiba muncul keinginan untuk juga mempelajari dunia tulis menulis. Eh tak lama ada rasa ingin membekali diri dengan ilmu parenting dan psikologi. Begitu seterusnya. Hingga akhirnya semua hanya terpelajari separo separo ditambah dengan gaya belajar saya yang butuh diskusi. 😩
Sungguh!!! Mencari teman diskusi tatkala sudah menjadi emak-emak itu sulit. Udah beda rasanya. Sense nya udah beda. Entah karena apa. Hawa persaingan lah, keterbatasan komunikasi lah, atau karena perbedaan minat 😟😟😟
Apa yang bisa saya lakukan Tuhaaaaaaaan 😣😣😣😣
Kuliah lagi? Setelah mengukur diri, masih banyak hal yang harus dibekali.
Join komunitas? Kenapa belum ada yang pas dihati 😣
Ikutan workshop? Waktu terbatas 😥
Apa ini hanya spekulasi??? Bagaimana caranya biar spekulasi ini menggiring kepada perbaikan diriiiii????
Saya tidak berobsesi menjadi orang pintar dengan segudang prestasi. Saya hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat. Manfaat apa yang bisa saya bagi???? Ada yang bisa bantu saya????
😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Saya butuh konsultan kepribadian 😂
Saya juga butuh konsultan karir 🤔
Saya juga butuh konsultan kehidupan
Ya udah ... mengadu ke Allah saja lewat tulisan ini. Tulisan yang menjadi curhatan hati. Semoga yang baca ga gemes ya. Mendapati emak-emak nyaris 30 tahun belum nemu passion nya. Belum punya pengalaman kerja. Dan belum dewasa (keliatannya)
Susah cari orang yang mau berbagi nasehat tentang kehidupan. Padahal saya udah nodong banyak orang untuk dimintai nasehat. Tapi kok ya ga pada nasehatin ya. Apa cara saya kurang tepat? Apa saya terlalu to the point?
Sementara saya membaca wacana aja .. membaca kejadian sekitar dengan fenomena di dalamnya. Alhamdulillah banyak pelajaran juga bahkan sekedar memetik pelajaran dari sebuah perubahan musim atau sekedar memetik pelajaran dari seekor burung yang tak henti berzikir ...
Saya menyukai kehidupan saya hari ini. Meski sedih tak mampu terelakkan. Tapi saya optimis bahwa Allah masih sayang saya ... karena saya sayang Allah ... Rindu rasanya berjumpa denganNya ...