Hari ini cukup sulit buat saya. Bukan karena anak-anak rewel seperti biasanya. Namun karena Zaid entah mengapa memiliki emosi yang sangat fluktuatif. Apakah Zaid semakin pintar dan memahami esensi sebuah gerak gerik. Atau karena imitate tingkah laku saya, ibunya???
Hmmm, sulit bagi saya menggambarkannya. Selain tingkah baru, saya juga belum pernah membaca terkait yang terjadi hari ini. Hanya saja kuat keyakinan saya bahwa kejadian hari ini proses imitasi anak terhadap apa yang dia lihat dari orang tuanya.
Ceritanya, hari ini berjalan cukup mulus dari bangun tidur hingga beres acara Book Fair di sekolah Zaid dan Ziad. Sepulang Book Fair, setelah makan siang, kami sekeluarga tidur siang mengingat nanti sore ada pengajian mahasiswa Indonesia. Selain itu memang tidur siang merupakan aktivitas rutin Za dan Zi agar pola tidur mereka teratur dan bisa bangun pagi.
Singkat cerita, berawal dari isu yang entah siapa menghembuskan perihal 'Zaid bau karena belum mandi' di tempat kami pengajian. Zaid terlihat risih dan meyakinkan om dan tante semua yang ada di sana bahwa dia sudah mandi dan wangi. Ya inilah tantangannya. Disaat anak sendiri dibully para manusia dewasa yang menganggap itu semua bahan candaan dan lawakan tanpa mengetahui efek psikologis bagi si anak. Huffft ... saya pun bingung ... dan hanya mencoba membantu meluruskan bahwa 'iya, Zaid udah mandi kemaren om dan tante'.
Selang beberapa waktu isu Zaid belum mandi terdengar lagi ditelinganya. Zaid yang memang ekspresif membuat para manusia dewasa ini semakin gemas.
Sampai pada waktu saya mencoba memberi informasi pada Zaid bahwa di rumah om ini dilarang jumping karena ada kakek yang lagi bobo di bawah (saya ngarang cerita, karena keterdesakan ga enak sama yang punya rumah karena khawatir rumahnya digedor tetangga yang komplain 😆). Ternyata saya yang menegur Zaid dengan bahasa yang saya rasa cukup halus dengan kata-kata "babang... inget ya ... no jumping..!" sambil cling ketawa membuat Zaid merasa dipermalukan (tampaknya). Seketika Zaid berang dan mencakar-cakar wajah saya. Menggigit kerudung saya hingga kusut. Tak selang berapa lama, Zaid tersadar bahwa dia sudah membuat saya terluka dan merusak jilbab saya. Zaid menangis dan memeluk saya.
Biasanya, ketika dipeluk dan saya berbisik padanya untuk mengklarifikasi kesalahpahaman yang terjadi, Zaid bisa mengerti dan mau mendengarkan. Namun kali ini tidak sama sekali. Bahkan ketika saya peluk dan meminta maaf, Zaid semakin berang dan menyeracau marah protes dengan apa yang saya sampaikan.
Ah anak muda ... kamu semakin bertumbuh. Maafkan umi yang terlalu memperlihatkan jenis-jenis emosi dari dalam diri umi. Tanpa membantumu belajar dengan baik dalam mengelolanya. Sungguh, umi punya keterbatasan yang sangat banyak. Umi hanya meyakini bahwa anak-anak umilah yang dikirim Allah untuk mendidik umi hingga bisa menjadi hamba yang bertaqwa ... seperti di blueprint keluarga kita ... 😊😊😊
Columbus, 18 Februari 2017
Post Comment
Posting Komentar
Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗