Setelah sekian lama saya vakum, entah mengapa tapi yang pasti Allah menggerakan jemari saya untuk menuliskan tulisan ini diperuntukkan untuk semua wanita tangguh yang pernah merasakan nikmatnya berjuang di jalan kebaikan, jalan dakwah.
Saya pernah vakum, bukan resign. Mungkin hanya butuh waktu sesaat untuk merenung.
Wahai Murobbi ....
Bisikan Kebaikan darimu terus Menghampiri
Sudah lebih dari seminggu raga ini kembali didekatkan pada jalan yang bernama jalan dakwah. Memang sempat menjauh? Ya sempat. Menjauh begitu saja. Meski ada kerinduan, tapi belum sampai pada titik 'untuk apa mendekat lagi?'.
Teringat dahulu tahun 2006 awal seorang ustadz menegur kami terutama para pendakwah senior tentang apa yang sudah kami berikan untuk Ummat. Saat itu saya hanya tersenyum bebas karena merasa masih 'anak bawang'. Saya berfikir, in sya allah 10 tahun akan datang saya bisa memberikan sesuatu untuk Ummat. Toh masih lama dan saya masih teramat muda. Waktupun bergulir. Dan tahun 2016 merupakan 10 th yang saya maksud. Sudahkah ada kontribusi saya? Saya hanya mampu tertunduk malu.
Tahun 2000 saya dikenalkan dengan Rohis. Tahun 2003 saya mulai mengenal dakwah. Dan tahun 2006 saya mulai aktif masuk di lini dakwah yang ada. Hingga akhirnya tahun 2011 saya mengalami kemunduran baik dalam segi ghirah ataupun fikrah.
Inilah mungkin yang dinamai kekecewaan. Dan saat itu saya sadar bahwa saya tak pantas kecewa karena manusia hanyalah makhluk. Namun perjalanan akhirnya sempat membawa saya pada titik dimana saya 'kecewa' padaNya (astaghfirullah) dan kemudian mencoba berbalik arah dengan alibi ingin merasakan hidup diluar berdakwah. "Saya sesekali ingin didakwahi", guyon saya.
Guyonan sempit itu tampaknya diijabah Allah. Meski tak meninggalkan dakwah 100% namun hati saya perlahan merasa tidak nyaman dan menjauh sebisa saya. Tetap menjaga hubungan sosial, namun saya memutus kesempatan untuk memperdalam ilmu Islam dengan berbagai macam alasan. Dimulai dari alasan sibuk kuliah, kemudian menikah, hamil, melahirkan, mendidik anak-anak hingga sampai pada masa dimana saya selalu dipersulit dengan alasan yang saya buat-buat itu.
Tiba-tiba saya menjadi wanita yang tak lagi berjuang untuk memperoleh setitik ilmu di majelis ilmu bernama Liqo. Tiba-tiba saya menjadi muslimah yang menjadikan anak sebagai alasan untuk tidak menghadiri liqo. Astaghfirullah ...
Sepanjang jalan khilaf saya, kelebatan wajah-wajah Murobbi saya muncul seolah hadir di hadapan saya sembari menyampaikan materi Liqo 'bahwa Allah menguji kita dari titik terlemah kita'. Namun kelebatan itu saya acuhkan ... saya kebas dengan aktivitas lain dengan alibi 'toh menjadi istri soleha dan ibu yang menjaga anak-anaknya dengan baik juga bisa menjadi jalan menuju surga!'.
Tiba-tiba muncul lagi suara berbisik "bahwa surga itu ada tingkatannya, tinggal pilih, mau amalan untuk surga emperan, atau surga FirdausNya". Masih saja saya menepis, 'surga emperan kan juga surga, yang penting kan masuk surga'.
Begitulah terus. Pikiran saya bermain-main dengan materi-materi Liqo yang tampaknya sangat terhujam dalam hati dan pikiran saya. Dan saya yakin alasan terhujam nya materi tersebut karena kekuatan ruhiyah sang Murobbi lah sehingga Allah menjadikannya sebagai jalan untuk memberikan saya peringatan.
Tak 100% meninggalkan dakwah karena saya menyadari bahwa dakwah adalah jiwa saya. Tanpa dakwah, saya hanya seonggok ranting yang siap dibakar. Namun, kekecewaan saya tadi cukup membuat hijab yang lumayan tinggi antara saya dan Allah. Sehingga kelebatan materi liqo ataupun kata-kata hikmah penuh konten dakwah pun tak saya lirik sama sekali. Hati saya seolah terkunci sehingga seluruh indra pun tertutup untuk menerima hal yang baik-baik.
Saya tiba-tiba malas menghubungkan kondisi ruhiyah dengan kekuatan kesabaran dalam mendidik anak seperti yang pernah Murobbi saya sampaikan. Saya tiba-tiba menolak segala bentuk nasehat ruhiyah dengan alibi yang salah bukan ruhiyah saya melainkan ada alasan ilmiahnya.
Saya kemudian hidup dalam prasangka dimana saya sendiri mengetahui bahwa sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Sehingga bertambah lah terus apa itu yang dinamakan dosa (astaghfirullah)...
Murobbi, Inilah Perjalanan Nurani Yang engkau ajari
Hati saya gersang padahal saya masih shalat ...
Pikiran saya kusut padahal saya masih tilawah ...
Emosi saya tak terkontrol padahal saya masih shaum ...
Apa yang salah?? Yaitu kualitas ibadah saya ... shalat hanya sebagai pelepas kewajiban, tilawah hanya dikala waktu senggang yang sering nya tak datang, dan shaum sekedar shaum qodo.
Lalu apa yang kemudian terjadi? Saya tidak tau apa tepatnya yang terjadi pada saya. Namun kehidupan mengantarkan saya pada pemikiran dimana Allah Maha Luas Kasih Sayangnya. Meski menjauhi kaki dari langkah-langkah dakwah menuju surga, namun Allah tidak pernah menjauhi saya dari kasih sayangNya. Hingga sampailah saya pada pemaknaan tentang "jagalah Allah maka Allah akan senantiasa menjagamu".
Mungkin inilah yang saya tinggalkan. Saya sering merasa tertimpa situasi berat nan pelik. Namun saya malu untuk berkeluh kesah karena inti permasalahannya ada pada ruhiyah saya. Nurani saya sudah sangat sering berbisik lantang bahwa "jadilah kamu rahib di malam hari dan pejuang tangguh di siang hari". Kata-kata yang dahulunya menjadi penyemangat saya untuk terus berada di jalan dakwah yang tak pernah berbayar ini. Ah sebegitu rindunya saya pada dakwah ini sehingga hati sangatlah berbuncah saat mengetik cerita ini.
Ya inilah perjalanan nurani saya. Tak henti-hentinya nurani saya berbisik lantang bahwa ada yang salah pada saya. Saat lelah dititipi amanah 2 bocah laki-laki kembar dalam 1 waktu kelebatan "istirahat itu hanya di Surga" seperti air di tengah sahara. Tapi kemana saja selama ini????? Melangkah tanpa makna dan hikmah. Ah benarlah kelamnya ruhiyah saya menutupi gendang telinga saya untuk mendengar bisikan lantang nurani saya.
AllahuRabbi ... saya tidak bisa lagi menyusun kata-kata yang tepat untuk menyampaikan perjalanan saya ini. Anugrah dimana hidayah sangat mudah saya peroleh disaat usia masihlah suci (Ya. Saya berkenalan dengan dakwah sebelum saya baligh, saya rasa itu adalah anugrah. Karena Allah seperti tak ingin saya terjerumus dosa kaum remaja seperti membuka dan mengumbar aurat maupun dosa mendekati zina seperti berpacaran) dengan mudahnya saya tinggalkan hanya karena sebuah kekecewaan. Dan meninggalkan anugrah terindah dalam hidup saya yang bernama hidayah ini merupakan ketakutan terdalam yang saya miliki dulu. Ya dulu, saat awal merasakan nikmatnya iman dan Islam di jalan dakwah yang saya tapaki saat duduk di bangku sekolah.
Maafkan Saya
Apa yang ada dalam pikiran teman-teman jika ditanya apa itu dakwah? Bagi saya pribadi, dulu, dakwah itu adalah berani menyuarakan kebenaran dan menolak kemungkaran. Dan selemah-lemahnya iman dalam berdakwah, menolak kemungkaran dengan hati.
Dulu, bagi saya dakwah adalah terlibat aktif dalam strategi dakwah, dan berani menginisiasi aktivitas kebaikan sebagai salah satu jalan dakwah.
Dulu, bagi saya dakwah adalah dengan menunjukkan identitas diri secara bangga sebagai muslimah dengan pakaian menutup aurat dan hijab terjulur menutupi dada.
Dulu, bagi saya dakwah itu adalah senyuman pada mad'u (orang yang kita dakwahi) dan menjadi potensi melejit agar senyuman tak sekedar senyuman. Agar kata dan pemikiran kita mampu membawa perubahan pada sekitar kita.
Lalu kemudian makna dakwah itu berevaporasi meninggalkan alam pikiran saya yang berujung pada penurunan aktivitas dakwah sesuai pemaknaan saya tadi.
Tiba-tiba menolak kemungkaran di hati pun menghilang berubah menjadi pengwajaran.
Tiba-tiba memilih menepi dalam barisan dakwah sebagai pengatur strategi bahkan sebagai eksekutor pun tak saya lakoni dengan dalih, masih ada jalan dakwah lain.
Tiba-tiba tren hijab yang menjamur berubah jadi isu kekinian mengikis makna bahwa pendakwahlah yang memiliki pakaian terjulur indah. Dan saya pun kehilangan makna akan pakaian muslimah yang penuh sahaja.
Tiba-tiba semangat menyebar kebaikan menurun dan berimbas pada semangat untuk memperoleh sebanyak-banyak ilmu.
Tiba-tiba saya meninggalkan nikmat nya berjamaah dan dakwah. Atau mungkin inilah yang dinamakan ditinggalkan hidayah?
Ah entahlah. Maafkan saya yang pernah meninggalkan dakwah ini.
Ketika Kata, Celetukan, dan Pikiran menjadi Doa
Banyak kisah hidup saya yang terjadi ternyata merupakan bagian dari doa saya. Kalo yang kenal mas Danang Ambar yang menuliskan 100 mimpi, mungkin inilah yang terjadi pada saya tanpa saya sadari.
Saya juga memiliki catatan mimpi, sayang bukunya tidak lagi saya temukan. Hanya penasaran, jangan-jangan poin-poin mimpi saya ada yang terwujud.
Saya sering nyeletuk dan melontarkan perkataan yang jujur saja tidak saya anggap serius namun saya menyampaikannya dengan penuh perasaan. Seperti celetukan saya saat depresi menghadapi skripsi yang tak kunjung usai. Saya saat itu merasa memiliki otak pas-pasan. Dan ditengah guyon saya berharap Allah mau memperbaiki keturunan saya dengan menganugrahkan saya suami yang cerdas dan pintar. Alhamdulillah ... seperti diijabah. Dan bahkan sampai saat ini saya tidak habis fikir kenapa suami saya mau sama saya #heu (semoga harapan saya memiliki keturunan yang cerdas dan pintar serta soleh diijabah Allah.. aamiin).
Saya tidak ingin menisbatkan diri sebagai manusia manis lidah. Saya hanya belajar bahwa meskipun hanya celetukan, benarlah perkataan itu adalah doa. Seperti celetukan saya tadi yang ingin didakwahi. Benar saja, saya seperti kembali ke titik 0 awal saya belum mengetahui nikmat nya islam dan iman.
Dari inikah saya belajar bahwa perkataan adalahdoa, artinya, keluarkan yang baik-baik saja. Termasuk saat sakit hati sekalipun.
Ah ... celetukan seorang teman yang marah dengan bilang 'dasar kamu solehah!!!' sepertinya juga menjadi doa untuk saya. Semoga.
Itulah indahnya dakwah dan berada bersama orang-orang soleh, marahpun kita disumpah yang baik-baik. :) dan mungkin inilah yang mengantarkan kerinduan saya kembali pada jalan dakwah.
Penghujung Hikmah, Untuk Para Murobbi, Terima kasih
Saat awal mengenal indahnya Islam dan memantapkan diri berada di jalan dakwah, saya mulai meyakini bahwa setiap perkataan adalah doa. Baik perkataan langsung maupun tidak langsung seperti bisikan hati, celetukan dan tulisan.
Awal duduk di bangku SMA, saya menemukan ayat yang berisi doa untuk istiqomah dimana doa itu ternyata selalu dibacakan teman saya saat kelas usai. Doanya terdapat dalam surat ali Imran ayat 8. Saya yang saat itu belum hafal doa tersebut, ketika mengetahui betapa dalamnya makna doa itu sontak menghafalkan doa tersebut. Berharap bisa saya lantunkan setiap usai shalat sebagai bagian dari rentetan doa saya.
Waktu itu yang ada dalam pikiran saya "Istiqomah itu berat, maka mintalah pada Allah agar kita diistiqomahkan berada di jalanNya". Dan dengan doa ini saya berharap Allah memberikan ijin agar saya istiqomah hingga khusnul khatimah.
Dan alhamdulillah, bisikan kebaikan dari para orang soleh dan panggilan nurani saya saat ini saya yakini di ijabah oleh Allah sebagai doa. Bahwa saya kemudian tidak benar-benar dijauhkan dari sumber kebaikan. Bahwa saya tidak benar-benar dicampakkan dalam kesesatan. Alhamdulillah. Dan saya juga meyakini bahwa doa dari orang-orang yang mencintai saya karena Allah lah yang menyingkap hijab antara saya dan Allah sehingga tak semua kebaikan tertolak oleh hati saya.
Perkataan dan celetukan ketika diskusi dengan teman-teman seperjuangan yang penuh harap dan doa pinta juga ambil bagian dalam mewarnai neuron-neuron bawah sadar saya. Sehingga mampu menggerakkan pemikiran saya untuk menyadari bahwa makna penjagaan terhadap Allah itu sangat luar biasa. Bahwa menyampaikan 1 ayat yang diketahui itu mampu merubah energi negatif menjadi positif sehingga tak ada lagi yang namanya lelah dan depresi.
Terkadang kita merasa kuat dan sering melupakan Allah yang Maha Kuat, sehingga Allah berikan beban berat agar kita kembali mengingat bahwa kuatnya kita karena Allah yang kuasa.
Terkadang juga kita merasa hebat. Seperti saya yang pernah merasa hebat dan bangga dengan 2 jagoan saya sehingga Allah berikan pada saya ujian dari kelemahan saya yang sering membuat saya akhirnya duduk tersungkur meratap kepadaNya bahwa tiada daya dan upaya melainkan atas kehendakNya.
Ya begitulah ... saat kita masih mau menggunakan pikiran, hati dan nurani kita untuk menggali apapun hikmah dibalik perjalanan hidup kita, maka kita pun akan mendapatkannya.
Tidak pernah Allah memberikan perjalanan hidup yang sia-sia jika kita mau mengakui kesalahan kita lalu bertaubat dan melakukan langkah-langkah kebaikan. Tanpa malu untuk kembali bergabung dan tanpa alibi apa-apa.
Dan inilah dia perjalanan baru babak baru. Dimana hikmah lebih pekat dan pemaknaan makin melekat.
Karena semua bagian yang telah, sedang dan akan saya jalani bagian dari kata, celetukan dan pikiran saya yang diijabah oleh Allah agar saya bersyukur.
Payakumbuh, 30 April 2016
Pukul 5.43
#diiringi suasana dini hari yang selalu mengingatkan saya pada malam panjang saat dulu meneteskan air mata dihadapanNya berharap kasih sayangNya .... ah perjalanan mengarungi maha Besarnya Alam RayaNya menanti untuk dimaknai. Tak ada lagi langkah mundur ya putri. Jika lelah, berhenti lah sesaat menatap sekitar untuk mengambil hikmah dari perjalananmu. Kemudian berlarilah seribu langkah ... semoga Allah masih berkenan membukakan jalan menuju surga ...
#terimakasih suami ... atas ketidakbosananmu untuk selalu mengingatkan ku menjadi hambaNya bersyukur. Dan perkataan suami yang menjadi titik balikku adalah saat disadarkan bahwa Allah memberikanku kesempatan untuk menjelajahi belahan dunia lainnya melalui apa yang aku tidak suka. Karena Allah menginginkan ku memaksimalkan potensi yang sudah terlalu lama aku ingkari (saya sangat benci bahasa Inggris>> mungkin ada cerita hikmah kembali tentang hal ini)
#terimakasih setiap sahabat yang mau berbagi cerita dan hikmah pada saya. Nama kalian ada dalam hati saya ... agar kalian senantiasa diberi keberkahan oleh Nya ...
Dan terimakasih tidak menghakimi saya dengan pernah berubahnya pakaian taqwa saya. Cukuplah hadiah kerudung lebar membuat saya berfikir ada guratan sedih dari kalian saudaraku ketika ku memilih memendekkan pakaianku. Kesedihan karena aku yakin...ada ketidakrelaan kalian menuju Jannah tanpa ku.. terima kasih ...