Tadi sore, atas izin Allah, saya ditakdirkan mendengar sedikit kisah dari seorang teman tentang rumah tangganya. Lebih tepat tentang dia dan pasangannya. Begitu mengalir dan cukup berat menurut saya, untuk seorang seperti dia. Dari perbincangan singkat kami ditelpon, rasanya ingin saya menuliskan sesuatu, tentang istri dan suami. Aduh... apalah saya ini. Tapi tak apa. Lumayan buat curhat saya juga. Hehehe
Suami-Istri & Istri-Suami.
Sepasang manusia telah ditakdirkan hidup bersama. Yang tak kenal menjadi kenal. Yang tak tau menjadi tau. Dulu tak suka sekarang cinta. Dulu tak menyangka sekarang merasa. Menyangka apa? Dulu tak menyangka bahwa si dia mau dengan saya. Eh eh .. tapi sekarang merasa. Merasa apa? Merasa tak diperhatikan, merasa tak dianggap, merasa tak romantis, merasa dituntut macam-macam. Semacam-macam rasa yang hadir ditengah sepasang, bernama suami-istri.
Siapa yang tau sebuah novel yang sudah difilmkan karya Asma Nadia berjudul 'Catatan Hati Seorang Istri'? Kalau misal kamu ga tau, selamat! Kamu bebas galau. Bebas dikit. Hehehe. Bukunya bagus. Inspiratif. Tapi setiap buku gimana si pembaca kan. Dan saya tidak akan memberikan review buku ya. Karena mau nulis tentang sepasang, bernama suami-istri. Eh tapi ya, buku mba Asma ini, dari judulnya sih sudah bisa ditebak ceritanya menjadikan istri sebagai sudut pandang orang pertama. Terus ditulisnya pake hati., hehehe..alias mewakili hati perasaan wanita. Aseeeeeeeeeek.
Di dunia maya, sangat banyak tersebar artikel-artikel yang membahas tentang bagaimana cara membahagiakan istri, cara menjadi istri yang taat, sampai bahasan yang terang-terang menunjukan tendensi nya bahwa kebahagiaan istri penentu keutuhan rumah tangga. Judul artikel nya macam-macam. Yang paling menarik dan saya ingat, artikel yang berjudul 'mengajak istri jalan-jalan pahalanya lebih besar dari ibadah bla bla bla'.
Oke baiklah. Anggap saja semua artikel itu benar (karena jujur, saya tidak terlalu tertarik membaca artikel yang sifatnya tendensi. Kalo renungan sih masih oke aja). Tapi coba deh perhatikan, masih sangat sedikiiiiiiiiit yang menulis tentang suami. Ayoooooo. Kalau pun ada, biasanya ujung-ujungnya balik lagi untuk tendensi pemenangan hati perempuan. Bukti? Ah ... kalau pun tulisan saya ini hanya kesimpulan dan pandangan saya pribadi yang tak berbukti fakta, coba deh searching 'catatan hati seorang suami'. Dijamin susah dicari. Dan ga sebanyak 'catatan hati seorang istri' versi selain karya Asma Nadia. Hehehe
Nah kalo 'catatan pikiran seorang suami?' Ada ga ya yang nulis kira-kira... ada atau ga, yang pasti ada. Ya saya. Hahaha.
Kata orang, hati perempuan itu sedalam samudra, susah bagi laki-laki menyelaminya. Dan pikiran laki-laki itu seluas semesta, sulit bagi perempuan mencapainya. Tapi itulah ya, kenapa Allah menjadikan kita berpasang-pasangan. Karena Allah ingin menyampaikan ke kita, bahwa hidup berpasangan itu akan melengkapi apa yang kurang pada diri kita.
Kalo suami kurang berperasaan ya wajar... karena perasaan sudah dilebihkan di istri. Hehehehe... dan wajar juga kalo istri kurang logis, karena logika didominasi suami. Aduh apa siiiiih puuuuut ... mau nulis apaaaaaaa.... heu,, maap maap.
Sebenernya saya pengennya suami yang nulis ini. Nulis tentang definisi perasaan nya. Seperti halnya banyak tulisan-tulisan tentang perempuan yang menurut saya sangat mewakili hati dan pikiran para perempuan di dunia. Dan pernah saya jumpai tulisan tentang suami. Yups, tentang suami. Yang intinya, suami juga memiliki porsi pengorbanannya yang bahkan sering tak terfikirkan oleh para perempuan. Sayang saya kehilangan jejak artikel itu. Ketika membaca artikel itu, saya hanya menulis caption di Reshare timeline saya lebih kurang begini:
"Jarang2 nih tulisan tentang suami ... dan saya suka!"
Balik lagi ke catatan pikiran seorang suami. Barangkali ada yang pernah mendengar tentang goa nya lelaki. Yups! Laki-laki itu punya goa tempat mereka sembunyi kala memiliki masalah. Dan goa itu akan sulit dijangkau bahkan oleh pasangannya sendiri. Ketika laki-laki sudah memasuki goa nya, maka jangan harap akan ada cerita yang mengalir dari nya. Sabar saja sampai akhirnya dia keluar dari goa tersebut dan kemudian sukarela berbagi ceritanya.
Beruntunglah kita perempuan yang masih bisa mendefinisikan perasaan. Karena tak jarang laki-laki selalu gagal mendefinisikan perasaan mereka. Kemudian mereka kembali terjebak pada logika yang jika mereka tak sadari, bisa membuat mereka menjadi laki-laki keras kepala tak peduli pada perasaan.
Omongan saya ini memang bukan sebuah pernyataan ilmiah. Ini hanyalah sebuah kontemplasi yang saya coba luapkan dalam bentuk tulisan ... bagaimana saya selama ini memandang laki-laki dengan segenap 'ketidakberdayaan' mereka. Sehingganya ada kebutuhan yang kemudian menuntut mereka, kebutuhan memiliki pasangan. Sedikit mungkin yang sadar bahwa menikah adalah sebagai penyeimbang. Namun seiring berjalannya waktu, kemampuan sinergi pasangan akan melahirkan wujud baru pengejawantahan logika dan perasaan.
Laki-laki yang dulunya hanya didominasi logika..perlahan mampu memaknai asa. Dan perempuan yang menikmati asa bernama perasaan pun menjadi mampu berfikir logis dan real. Sehingga tak ada lagi tuntutan-tuntutan tendensius yang dialamatkan ke pasangan masing-masing. Apalagi godaan media sosial sangatlah hebat. Artikel berseliweran. Dan seperti yang saya ungkapkan di atas, rata-rata tendensi penulis lebih ke kaum wanita. Kenapa? Karena memang yang rajin membaca artikel online itu adalah kaum wanita. Dan tak jarang kemudian para wanita menyematkan nama suaminya, berharap sang suami membacanya.
Ah...ini hanyalah kegundahan saya. Saya gundah jika para suami terus-terusan dipanggil di media sosial, sementara sang suami belumlah memaknai 'saling' dalam hubungan suami istri hanya akan membuat suami berpersepsi lain. Tapi ya semua pilihan. Saya hanya mencoba memunculkan pemikiran bahwa suami atau laki-laki itu memiliki cara mereka sendiri untuk memahami makhluk bernama wanita. Dan ada baiknya kita wanita, berhenti memaksakan keinginan kita yang selalu ingin dimengerti dengan dalih 'karena wanita ingin dimengerti'.
Lelaki pun ingin dipahami.
Ah apalah aku ini ...banyolan tengah malam hasil gagal chatting dengan kekasih hati... #watcauuuuuuu
NB: tulisan ini renungan pribadi yang tidak memiliki unsur kesengajaan untuk menyinggung berbagai pihak. Kalo ada yang tersinggung, maapkan yaks. Saya cuma merenung....hiks
Payakumbuh, 26 Maret 2016