★★ 5 Hari Bersekolah ★★
Sambil makan lontong pical Payakumbuh, otak terus berfikir dan menganalisa (biar keren ...). Apa ya kira-kira yang perlu dievaluasi, diperbaiki dan diyakini selama 5 hari anak-anak resmi bersekolah.
Hmmm... kalo ada yang bingung atau bertanya-tanya, lho umurnya berapa? Sekolah??? Emang bla bla bla...
Jadi saya jelasin aja yak (padahal ga ada yang nanya yajs!!)
Si kembar ZaZi umurnya januari ini 30 bulan. 5 Februari 31 bulan. Artinya udah 2.5 tahun mau jalan 3 tahun kan... Mereka bersekolah bukan sekolah dalam artian belajar formal. Sekarang kan makna sekolah udah meluas. Belajar berinteraksi sosial juga bisa dibilang sekolah lah ya... hehehe. Jadi anak-anak saya daftarin PAUD agar mereka belajar bersosial, berkomunikasi, menyampaikan keinginan dan lain-lain nya ke orang yang notabene bukan keluarga yang selama ini dekat dan mereka kenal. Nah, penggunaan istilah sekolah karena anak-anak sangat tertarik dengan aktivitas sekolah kakak-kakak sepupunya.
■■Kata Pengantar■■ >> dah kaya buku aje...
Bersekolah, selain bagian dari ikhtiar saya merangsang verbal anak-anak, juga saya maksudkan untuk melatih social skill mereka. Jujur azaaaa, saya baru sadar ternyata selama ini saya membatasi wawasan sosial anak-anak. Saya membatasi bahwa di dunia ini, banyak jenis orang yang akan mereka jumpai. Tak sebatas keluarga besar dan teman-teman serta tetangga sekitar, tp juga orang asing. Artinya, mereka harus memiliki kecakapan sosial dalam me-manage diri mereka dan dalam bersikap terhadap orang baru. Ada contoh tentunya dari diri saya sebagai orang tua. Karena itulah, setelah mengevaluasi diri, saya memiliki potensi menjadi makhluk antisosial . Akhirnya saya sangat menyadari bahwa sisi antisosial saya itu ketika dibiarkan akan menjamur dan berakibat cukup 'sadis'. Bisa-bisa saya jadi makhluk anti sosial terakut di dunia (colek Hesty Ambarwati..wkwkwk).
Akhirnya, salah satu ikhtiar yang bisa saya lakukan untuk perubahan ini... dengan pembiasaan diri keluar rumah tiap pagi. Pembiasaan ini membuat kita harus 'terpaksa' bangun lebih awal. Mempersiapkan baju dan bekal anak-anak dan kemudian menyiapkan anak-anak untuk berangkat ke sekolah. Bagi saya, rutinitas positif seperti ini di pagi hari juga cukup membantu stabilitas emosi saya. Selain bisa melakukan aktivitas lain tanpa intervensi anak-anak, mereka pun mendapatkan life experience baru.
Menariknya, setelah anak-anak beraktivitas selain bersama saya, saya jadi menyadari apa yang selama ini kurang saya sadari. Karena saya terlalu larut dan tenggelam dalam kejenuhan. Misal .. saya baru menyadari dan baru tau ternyata anak-anak memiliki kemampuan move on lumayan cepat ketika tidak ada saya. Mereka mampu beradaptasi lebih cepat dari dugaan saya. Dan ... anak-anak cukup memperlihatkan sosial komunikasi yang lebih membaik.
▪▪ Kata Penyambung ▪▪
Terlalu dini memang jika saya harus mengevaluasi kegiatan dan rutinitas baru anak-anak ini. Lha wong baru seminggu ... hehehe ... (tulisan ini saya sambung di hari senin, 1 Februari 2016). Jadinya saya tuliskan saja apa saja yang menjadi pertimbangan saya 'menyekolahkan' anak-anak di usia yang tergolong masih sangat kecil sekali.
1) PAUD X TK
PAUD itu tak selamanya hanya TK ... hehehe...
Saya bukan ahlinya ya untuk membahas soal istilah-istilah. Jadi teman-teman yang penasaran info valid, bisa googling langsung..hehe. Seinget saya, jaman pernah mengicip jadi guru PAUD, TK dan PAUD itu berbeda. Istilah PAUD pun muncul belum lama. Jika dahulu jaman saya lebih dikenal TK (Taman Kanak-kanak), kenapa sekarang lebih dikenal PAUD? Berarti ganti nama aja donk, PAUD jadi TK. Kaya SMA jadi SMU.
Jujur kalo harus jelasin secara teoritis, hayati lelah.. hehe. Tapi sederhana nya, PAUD itu saat ini bisa berbentuk TK dan KB (Kelompok Bermain). Di PAUD juga biasanya ada TPA (Tempat Penitipan Anak).
Nah anak-anak saya, karena belum mampu mengikuti proses kegiatan kelompok bermain, maka mereka masuk ke TPA. Alhamdulillah, TPA dan TK/KB selokasi, jadilah anak-anak bisa melihat aktivitas anak-anak TK dan KB itu. Tujuannya, untuk memperkenalkan. Agar mereka kenal sisi dunia lain dimana bermain itu tak selamanya hanya dengan Umi.
Nah karena PAUD jaman sekarang beda konsep dengan TK jaman saya kecil dulu, makanya saya cukup berani mendaftarkan anak-anak ke PAUD. Tidak ada belajar dalam makna sempit. Yang saya lihat adalah eksplorasi. Dan tentunya itu dibutuhkan oleh anak-anak saya.
2) Melatih Kemampuan Beradaptasi
Sebagai emak-emak posesif, saya dari dulu kurang nyaman ketika anak-anak saya di urus oleh orang lain bahkan oleh keluarga sendiri. Suka muncul kekhawatiran akan habits baru yang diciptakan oleh orang selain diri saya. Tapi ternyata sikap seperti ini juga tidak baik. Konsepnya, jika sesuatu dilakukan sudah sangat berlebihan, pasti ada aja efek negatifnya. Dan salah satu efek negatif dari posesifnya saya ini, anak-anak susah menerima kehadiran orang asing.
Di PAUD, anak-anak akan bertemu dengan orang baru setiap harinya. Baik itu yang baru datang, baru mereka kenal, atau baru mau mereka kenal. Otomatis secara natural anak-anak akan mencari pembiasaan sendiri untuk beradaptasi.
3) Hidup Tak Selamanya Harus Bersama
Aduh aduh ... terdengar perih ga sih. Hehehe ... kaya yang kejam gitu yaks. Tapi ya ... menurut saya, konsep berpisah dan bertemu itu memang harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Bahwa tak selamanya orang terdekat akan selalu dekat dengan kita. Dan tak selamanya kita harus terus bersama. Karena hakikatnya kita hanya menjalani fase yang Allah tuliskan untuk kita. Ada kelahiran ada kematian, misalnya. 2 takdir Allah ini bagi saya seperti sebuah pelajaran, bahwa ada miniatur kelahiran dan kematian, yaitu pertemuan dan perpisahan.
Nah, berhubung saya dan anak-anak dah kadung nempel kaya prangko, jujur, berat lho ninggalin anak-anak di PAUD bahkan sampe hari ke 7 ini ... (tulisan ini saya tulis tak selesai dalam 1 hari karena nulis bener-bener diwaktu mood.. heu).
Tapi mau ga mau saya harus yakin. Toh udah fiksasi segala hal, mulai dari menu makan di PAUD, aktivitas, guru-gurunya, dan lain-lain. Semua ok. Anak-anak pun nyaman. Pulang sekolah selalu senyum. Meski sampe hari ini anak-anak masih mewek kalo ditinggal. Mewek-mewek, mereka tetap masuk ke kelas, buka sendal, peluk gurunya, dan salaman sama saya. Hehehee... lucu deh kalian. Baik-baik ya. Umi yakin anak-anak umi bisa beradaptasi dan melakukan hal lebih dan bereksplorasi lebih di sekolah.
Udah ah... segitu dulu aja ...
Payakumbuh, 2 Februari 2016