MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Bahagianya Punya Anak?

Selasa, 06 Desember 2016
Siapa ga bahagia diberi amanah bernama anak. Tentu semua bahagia. Kalaupun ada yang tidak bahagia tampaknya lain cerita karena memilih alur berbeda.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan salut saya kepada seluruh pasangan yang sedang menanti kehadiran buah hati baik yang baru menikah ataupun yang sudah bertahun-tahun menikah (semoga Allah segera merahmati kalian semua dengan keberkahan memiliki keturunan, aamiin), izinkan saya berbagi sedikit cerita tentang "bahagianya punya anak?".

Beberapa waktu yang lalu, saya sedikit berbagi pemikiran tentang "rumput tetangga selalu tampak lebih hijau". Perihal bahagia pun tampaknya akan memakai persepsi yang sama. Persepsi dimana kita sebagai pelaku utama si pembuat bahagia itu. Seperti halnya kita pelaku utama yang bisa membuat rumput kita lebih hijau dan indah.

Perihal bahagia, pastilah memiliki anak itu merupakan kebahagiaan setiap pasangan. Kelahiran bayi mungil itu seperti melengkapi rasa yang selama ini hanya milik kita dan pasangan kita.

Namun ternyata, kebahagiaan pun harus selalu dipelihara. Sebagaimana kita memelihara rasa bahagia menikah dengan pasangan kita, pun kebahagiaan memiliki anak demikian pula.

Anak semakin hari semakin bertumbuh. Yang tadinya hanya seorang bayi mungil lucu perlahan beranjak menjadi bayi aktif menggemaskan. Kemudian waktu bergulir menjadi anak kecil penuh rasa ingin tahu dengan segenap cara nya memenuhi rasa itu. Bertumbuh remaja dengan sikap protesnya dan dewasa dengan segenap kemandiriannya.

Sebagai orang tua, membersamai anak dalam 24 jam waktu mereka sering kali membuat kita lupa bahwa ternyata anak kita sudah semakin pintar dan punya banyak kebisaan. Kita juga sering lupa bahwa mereka mulai meniru tingkah dan perkataan kita. Sampai akhirnya sang anak berbuat sesuatu diluar dugaan dan harapan kita. Marah? Ya seringkali kita marah. Kecewa? Tentu, karena merasa gagal menjadi orang tua. Tapi apa kemudian menjadi solusi? Tampaknya hanya solusi sesaat tanpa jalan keluar yang jelas dan pasti.

Disaat inilah kemudian menjaga kebahagiaan memiliki anak itu diuji. Bahagia nya punya anak? Jawaban nya tergantung dari mana kita hendak menjawabnya. Karena anak adalah amanah. Bersama kehadirannya ada ujian sepanjang hayat bagi para orang tua. Ketika kita meletakkan kata bahagia pada standar dunia semata, maka bersiaplah kecewa. Namun jika kebahagiaan yang kita patri bagian dari visi pencapaian tujuan ukhrawi, maka boleh jadi kita memiliki rasa bahagia itu selamanya. Bersama doa yang selalu kita kirimkan pada mereka ... bersama rasa jujur tentang apa yang kita perolah selama membersamai mereka, anak-anak kita.

Columbus, 6 Desember 2016

ZaZi mana zazi?

Selasa, 29 November 2016

Waktu bergulir begitu cepat. Dulu masih sibuk sama dunia ibu-ibu pasca melahirkan, sekarang anak-anak nya udah gede aja. Berasa mimpi nyampe ke fase ini, apalagi orang tua kita ya, pasti mimpi terus kok anak-anaknya udah beranak lagi #nyengir.

Setelah sekian dekade ga posting tulisan tentang anak-anak, akhirnya pengen lagi nulis seputar tumbuh kembang anak-anak. Blog ini lahir karena anak-anak. Keunikan mereka membuat saya panik dan butuh media untuk menyalurkan energi negatif hingga bisa berubah positif. Akhirnya menulis blog menjadi salah satu solusi yang saya pilih dalam menghadapi kepanikan menjadi emak-emak baru. Dan itu pun baru 1 tahun yang lalu, alias saat anak-anak berusia 2 tahun.

Menjadi ibu dari dua anak laki-laki seusia (kembar) menjadi tantangan sekaligus cobaan tersendiri buat saya. Ditambah kondisi dimana hubungan pernikahan harus berlangsung dalam jarak jauh. Tentunya ada yang dirasa kurang. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata memang benar, fase baru dan terberat sekalipun dalam kehidupan kita adalah pelajaran di kehidupan masa depan kita.

Fase demi fase parenting dalam kehidupan saya, seperti halnya yang dialami ibu-ibu lainnya, merupakan fase-fase baru yang cukup dirasa berat. Ilmu yang masih sangat kurang perihal kehamilan, perawatan bayi, dan tumbuh kembang anak menjadi momok tersendiri dalam menjalani kehidupan saat itu. Seolah idealnya sebuah ilmu tertabrak dengan realita yang ada. Minim nya kebijaksanaan berfikir akhirnya memunculkan kepanikan berlevel. Semakin tidak bijaksana dan saklek, semakin tinggi pula kepanikan yang muncul.

Dan saat ini, sebenarnya permasalahan belumlah usai selagi jiwa masih di raga. Perbedaannya, saat ini hidup mengalir lebih beritme berbekal pengalaman dan secuil ilmu. Menikmati tumbuh kembang anak lebih prioritas ketimbang sibuk mengontrol tumbuh kembang mereka yang masih belum mampu menyusul anak seusia mereka. Alhasil? 3 bulan di sini anak-anak jauh berkembang pesat, terutama untuk kemamouan komunikasi mereka-alhamdulillah (yang baca tulisan saya mengenai speech delay, tau kan betapa paniknya saya saat itu terutama saat anak-anak harus diterapi #hiks).

Lalu apa kabar ZaZi sekarang?
Alhamdulillah si kembar ini semakin tertarik dengan kosa kata baru. Tak jarang mereka berlomba untuk memberikan pengucapan kata yang benar. Hidup dalam bahasa utama bukan lagi bahasa Indonesia pun alhamdulillah tidak menjadi kendala utama mereka untuk bersosial dan berinteraksi. Malah semakin hari semakin menambah keyakinan saya bahwa anak-anak memanglah titipan dimana kita hanya diminta menjaga dan mendidiknya dengan optimal, jadi jangan mematok hasil. Keyakinan seperti inilah yang akhirnya membuat saya lebih enjoy dalam mengajarkan hal baru pada anak-anak.

Setiap anak itu unik, dari dulu saya yakini. Tapi baru beberapa waktu kebelakang ungkapan itu terbukti. Sebelumnya? Saya habisi hari dengan menangis meratapi kenapa harus saya yang diberi amanah ini. Saya yang penuh dengan kekurangan, lemah dalam mengingat istilah, tidak kreatif dalam berkegiatan, monoton, flat dan sederetan keminderan lainnya.

Lalu Apa yang Membuat Saya Berubah?
Waktu. Ya waktu. Terus menerus berfikir tentang hikmah meski terkadang sulit memetik hikmah yang sebenarnya, perlahan mengarak saya pada sebuah pemahaman menyeluruh terhadap potongan puzzle teka teki kebingungan saya perihal tumbuh kembang anak-anak.  Pun sampai saat ini. Puzzle itu masih lah belum utuh sampai akhirnya kita tunai amanah di dunia. Dan benarlah, visi misi ukhrawi itu ruh dalam menjalani hidup, ruh dalam mendidik, dan ruh dalam penyempurnaan ikhtiar. Ketika masih banyak alasan yang kita buat atas kelalaian kita, maka ketika itu lah masih perlu kita memperbaiki pola pikir kita. Iqro'. Bacalah apa yang terhampar dilangit dan dibumi. Terima dengan hati iyakan dengan nurani. Perlahan tapi pasti semua akan menggiring kita pada langkah kaki kokoh tanpa ragu tentang apapun itu yang bernama suratan takdir.

Columbus, 29 November 2016
11.10 am est
Catatan hati kecil

From Shooter to Attacker. Terrorist?

Hari ini cuaca mendung membuat saya dan anak-anak mengurungkan diri main keluar rumah. Selain males dinginnya, males juga kalo kejebak hujannya. Akhirnya kami main di rumah saja secara barbar hehehe

Sekitar jam 10 lebih, seberes mandi pagi, anak-anak saya kasi waktu screen time tapi cuma boleh 1 film dan itu pun pilihan saya, 'Inside Out'. Tak lama berselang suami bilang,

"Ada penembakan euy di kampus! Eh bentar-bentar"

Lanjut baca sms pemberitahuan lagi.

"Eh belum pasti denk. Yang pasti lagi ada active shooter berkeliaran di daerah kampus."

Saya masih biasa. Karena ini kali ketiga nya selama disini ada peringatan serupa. Bedanya baru kali ini si penembak berada di daerah kampus.

"Trus gimana?" Tanya saya.

Ga ada jawaban karena doi balik lagi ngerjain tugas. Dan saya balik lagi nonton sama anak-anak.

10 menit kemudian pesan peringatan masuk lagi.

Saya: "ada pesan lagi tuh"
Suami: baca bentar, tampak bingung tapi kembali ngerjain tugas.

10 menit kemudian masuk lagi pesan singkat.

Saya: "kok sering banget sih peringatannya? Waktu itu cuma sekali doank"
Suami: buka grup WA
"Eh masuk CNN geuning"

"Eh serius donk berarti?" Mulai deg-degan.

Akhirnya yang tadinya kami di aktivitas terpisah sama-sama menyimak berita live dari CNN.

Karena peringatan awalnya adalah penembak berkeliaran di sekitar kampus, saya jujur langsung lemes dan gagal fokus. Pikiran kemana-mana. Pilem-pilem eksyen berseliweran di otak. Inget Jacky chan masuk rumah penduduk dari jendela pake gaya akrobat. Saya langsung tutup jendela. Inget lagi pintu bawah khawatir belum ke kunci, saya cek ke bawah. Siap-siap deket mukena kalo-kalo ada orang asing masuk atau gedor-gedor pintu saya dah siap tanpa harus terlihat aurat. Hp standby, seperti yang didengung-dengungkan mainannya anak-anak "call 911".

Suami tau ga saya siaga ampe segitunya? Engga. Saya disamping doi sok-sok an aja. Kami seperti tidak mau menularkan kekhawatiran satu sama lain. Hehehe

Berita terus berkembang. Entah berapa lama waktu dihabiskan sehingga barulah pelaku bisa diringkuk dan dipastikan wilayah kampus bebas dan aman. Gedung-gedung yang di lock akhirnya satu persatu boleh dibuka. Satu persatu teman-teman Indonesia melaporkan diri keluar dari gedung tempat mereka terjebak dan bersegera pulang. Saya kurang memperhatikan jam saat itu. Hanya fokus memantau berita (yang mana masih perlu belajar keras untuk mengerti makna secara utuh), dan medsos hehehe.

Berita yang awalnya dugaan adanya penembak aktif berkeliaran di sekitar kampus akhirnya di perbarui terus menerus. Korban yang tadinya 7 bertambah hingga 10 orang (ada yang report jadi 11 orang). Dan salah satu di antaranya adalah si pelaku.

Apakah benar si pelaku adalah penembak aktif itu? Ternyata suara tembakan yang muncul merupakan suara senjata dari polisi patroli yang menangani kejadian di saat awal-awal penyerangan. Siapa yang di tembak? Si pelaku. Siapa yang kritis? Si pelaku. Siapa yang meninggal? Si pelaku. Sehingga kemudian berita bukan lagi perihal kejadian adanya penembak aktif di sekitar kampus melainkan berganti menjadi pelaku penyerangan bersenjata tajam (menggunakan pisau dan kemudian menusuk korbannya).

Pelaku bersenjata tajam ini mengendarai mobil, menabrak beberapa pejalan kaki di sekitaran kampus dan kemudian menusuk 2 orang di antaranya. Motifnya? Tidak diketahui karena pelaku keburu dipanggil sama Allah. Namun investigasi pihak berwajib melalui akun sosial media si pelaku dan juga rekam jejak hidupnya, sementara kuat dugaan kejadian ini bermotif RAS. Pelaku diduga ingin membuktikan kepada khalayak bahwa orang Islam itu kuat. Sampai disini saya ga mau komen banyak. Klik aja link ini.

Columbus, 28 November 2016
11.52 est.

Mengutip kalimat seorang teman:
Menjadi muslim itu harus memperbanyak sabar. Karena amarah hanya akan menjerumuskan kita. Biarlah kesabaran yang akan menjawab segala fitnah yang ada.

Begitu lebih kurang (hasil revisi saya pribadi karena ga mau ngutip langsung ... hehehe)

Semoga Allah selalu melindungi kita semua .. aamiin .. :)
Semangat aksi 212 #eh

My First Thanksgiving

Jumat, 25 November 2016

Tetiba kota Colombus sepi. Seperti halnya Jakarta saat Idul fitri atau Adha. Ya! Masyarakat Amerika tengah merayakan hari yang disebut 'thanksgiving day'. Ternyata masyarakat Amerika juga senang mudik untuk sekedar berkumpul dengan keluarga seperti halnya kita masyarakat Indonesia. Mereka juga memasak makanan khas seperti hal nya kita memasak rendang atau opor ketika lebaran tiba.

Nah untuk perayaan thanksgiving ini, makanan khas yang menjadi menu andalan mereka adalah Turkey roasted dengan siraman gravy sauce untuk pecinta asin dan Cranberry sauce untuk pecinta manis. Nah bagi kami perantauan, momen seperti ini artinya saatnya memuaskan diri dengan memakan ayam kalkun panggang dengan saos khas Amerika (a.k.a berburu gratisan #lol).

Selain turkey roasted, aneka macam pie juga disajikan. Amazing ketika dalam satu hari (ternyata) saya berhasil menyicipi (lebih tepatnya menyantap abis #lol) 3 jenis pie yaitu apple, pumpkin dan almond pie. Dan almond pie nya Ibu helda (istri dosen pembimbing suami) juara!

Sebenernya apa sih thanksgiving day itu? Hmmm, kalo dikita syukuran kali ya. Kan ceritanya abis panen. Jadi selain harvest party saat Halloween,  mereka lanjutkan kesyukuran mereka dengan thanksgiving ini. Selain wujud kesyukuran karena diberi kelimpahan makanan, mereka juga bersyukur dan berdoa diberi kesehatan selama musim dingin tiba (yang aye tangkep begonoh).

Thanksgiving Day in OSU
Selama disini, kami bisa dikatakan sering perbaikan gizi. Kenapa? Karena pihak kampus baiiiiiiik banget buat bikin acara-acara makan gratis. Sampai tibalah makan gratis saat thanksgiving ini.

Sedikit cerita ....
Dengan semangat 45, kami mengambil 2 tiket thanksgiving dinner in 2 session di acara yang diadain kampus ini #maruk. Hehehe ... kampus emang ngebagi acara makan-makannya jadi 2 waktu. Jam 11 sama jam 14. Kita ambil dua-duanya donk. Ceritanya mau patroli makanan. Karena mikir sistemnya sama kaya acara Faculty club (sejenis welcoming party gitu buat mahasiswa dari dosen-dosen). Eh ga tau nya makan gratis kali ini beda ma yang sebelum-sebelumnya (harusnya nanya ke yang berpengalaman dulu niiiih). Jadilah kami hanya ikut di sesi jam 11 berhubung perut sudah kenyang berisi kalkun, jagung, buncis, roti jagung, pie dan es jeruk (2 porsi karena abisin yang punya anak-anak). Dah, siap-siap buat next invitation. Hibernasi dulu biar perut laper lagi. Nyampe rumah shalat terus langsung tidur (gimana ga gemuk coba #pura-puragatau)

Thanksgiving in American House
Deg-deg an yes pertama kali nya diundang sama orang Amerika, dosen suami pula! Secara saya rada udik, susah makan pake table manner (makan pake tangan itu enak nikmat sedunia). Tapi yasudah. Dihadapi saja!

Soal menu udah kebayang bangeeeet. Ga jauh bedalah sama yang dikampus. Paling beda rasa aja karena yang ini bikinan istri nya pak dosen (ngebayangin masakan orang tua, pasti enak). Eh disini plus cookies, welcoming bread, ada pumpkin bread juga. Apa lagi yak? Lebih banyak lah pokonya jenisnya. (Saya bawa spring roll sama puding santen andalan emak aye).

Sedikit cerita
Nyampe di rumah beliau kami disambut dengan sangat hangat. Telat 14 menit (jam karet tetep) karena harus shalat maghrib dulu (kalo maghrib di rumah orang ga enak ngerepotin plus mereka suka ga ngerti dan ribet si saiah nya). Cerita-cerita hangat dan memperkenalkan 2 rekanan beliau, akhirnya tibalah saatnya menyantap hidangan. Berbagi cerita dan pengalaman baik menemani suasana santap malam kami. Sesekali dihebohkan dengan anak-anak yang merasa serem dengan suasana rumah beliau. Temaram dan bunyi jam dinding tua yang setiap jam nya berdentang keras (kebayang kan?)

Meskipun pertama kali ketemu dan berbincang kikuk dengan bahasa inggris alakadarnya (saya udah lama pensiun jadi mahasiswa bahasa inggris), saya sangat merasakan kekeluargaannya. Ala-ala kakek nenek. Berasa sama orang tua sendiri. Mereka juga senang bercerita tentang anak dan cucu mereka. Disitulah saya ngedadak melow. Ah ... orang tua. Dibelahan dunia mana pun, masa tua adalah masa dimana bahagia melihat anak cucu bahagia ... bercerita selagi masih mampu bercerita (kangen emak babeeeeeeh #mewek saya pun ngebayangin diri sendiri saat tua nanti).

Setelah cukup lama kami bertukar cerita seputar Indonesia, Amerika, bahasa dan budaya, akhirnya kami berpisah. Saya tadinya berharap ibu helda nya mau nawarin saya untuk jadi teman cerita. Kan lumayan mengasah lidah biar ga pabaletot. Ga tau nya beliau manggil saya karena saya kelupaan piring yang saya bawa (GR).

Akhir kata
Hari ini hari yang melelahkan bin mengenyangkan alhamdulillah. Selamat datang hari ke depan dimana saya harus kembali memutar utak bikin aktivitas buat anak-anak selama suami kejar tayang ngelarin tugas-tugas kuliah yang bikin saya yang liat aja puyeng ...

Colombus, 25 November 2016

Nb: sehari sesudah thanksgiving day, ada namanya black friday. Hari dimana obral besar2an di seluruh mall dan toko. Tapi saya skip. Masih ada prioritas lain (a.k.a ga da budget :P)

Penggusuran Ala Amerika

Jumat, 18 November 2016

Buckeye village (BV)... belum juga setahun saya menempati mu, eh kok udah mau dihancurin aja sih? Baru juga memuji-mujimu dengan segenap keelokan mu, eh kamunya ngusir aku.

Yup! Berita duka dari apartment tempat saya dan keluarga sekarang tinggal. Ada kebijakan yang kurang bijak yang dilakukan oleh pihak kampus terhadap students housing nya kampus Ohio State University (OSU) ini. Yaitu demolition atau penghancuran. Buat apa? Buat dialih fungsikan menjadi athletic center sejenis pusat olahraga gitu.

Ohio, khususnya kampus OSU memang 'bergantung hidup' pada olahraga khususnya football (American Football). Dipandang tidak menguntungkan kampus, students housing pun menjadi sasaran pengembangan sarana olahraga. Logis memang, karena pastinya akan sangat lebih menguntungkan jika kampus mengalihkan perhatiannya untuk sumber penghasilan yang pasti ketimbang 'ngabisin duit' buat ngurusin rumah mahasiswa.

Hmmmm, Amerika ga jauh-jauh beda ma Indonesia. Ya iya, lha wong Indonesia menginduk ke Amerika. Jadi kalo mikir bakal dapet 'ketenangan hidup' buah dari democrazy nya Amerika, ya saya rasa kurang tepat (atau malah salah besar). Dunia tetaplah dunia. Kalo kebagian apes ya apes aja. Tapi tak boleh dirutuki dan diratapi toh? Harus dihadapi! #rapihinjilbab

Untuk menghadapi kasus ini, aktivis mahasiswa (saya ga tau harus menyebut mereka apa, yang pasti mereka adalah orang-orang aktif yang peduli) sudah melakukan 2 kali pertemuan dengan pejabat yang bertanggung jawab. Dialog sudah dilakukan. Penyaluran aspirasi sudah ditampung. Namun yang agak nyelekit ketika memperoleh informasi bahwa mediasi sejenis begini itu sudah pernah dilakukan di beberapa tahun lalu. Bedanya, saat itu baru sekedar wacana, sedangkan sekarang sudah tekan kontrak dengan pengembang (kontraktor). Nah lho????

Penghancuran memang tidak dilakukan 100% melainkan hanya 18% saja. Namun untuk tahap berikutnya, berdasarkan peta perencanaan yang diterima, wilayah BV akan 100% disulap menjadi pusat atlet (koreksi jika saya salah). Ada penggantinya? Dulu kabarnya ada. Namun sekarang setelah diperbarui sudah tidak ada. Artinya, kampus OSU yang merupakan kampus 50 besar terbaik Amerika (apa dunia, lupa) tidak akan lagi memiliki fasilitas rumah untuk mahasiswanya. Artinya, OSU tidak direkomendasikan untuk menjadi kampus tujuan mahasiswa internasional, termasuk Indonesia. Kenapa? Karena cost yang dikeluarkan untuk biaya perkuliahan (meskipun pasti akan sebagian besar mahasiswa Indonesia yang kesini dibiayai sponsor - beasiswa)  tidak sebanding dengan fasilitas yang ditawarkan. Terlebih mahasiswa internasional membayar 2 kali lipat lebih besar dibanding mahasiswa domestik.

Ok! Tidak masalah di hancurkan, tapi tetap harus menjadi perhatian untuk pihak kampus bahwa keberadaan family/students housing di sebuah kampus menjadi salah satu faktor sebuah kampus dipilih oleh calon mahasiswanya. Artinya, jika hal ini benar terjadi, bisa saja kampus OSU mengalami penurunan jumlah mahasiswa internasionalnya.

Huh! Semoga saja BV tetap ada. Meski dengan wajah baru dan tampilan serta harga baru.

Akhirun, Saya hanya ingin meminta bantuan kepada teman-teman untuk membantu kami dengan cara berpartisipasi dalam penandatanganan petisi di link ini.

Saya baru sadar, bahwa tolong menolong bahkan sekedar penandatanganan petisi itu bisa sangat penting meski pun terlihat hal sepele dan tidak terkait langsung dengan kita. Namun saya tertegun ketika salah seorang rekanan (beliau dosen saya semasa kuliah) berkata "jangan mikirin kita aja, tapi pikirin juga temen-temen dan mahasiswa internasional lain yang bakal kuliah disini juga". Ah betapa egois nya saya. Saya bisa saja pindah ke apartemen lain, tapi masalah nya bukan disana. Perjuangan bukanlah sekedar untuk diri kita. Tapi lebih luas, untuk kebaikan dan kepentingan bersama. Ga kebayang kalo nanti ada mahasiswa Indonesia yang dengan bahagianya lulus di OSU dan datang kesini mendapati harga sewa rumah menghabiskan 2/3 uang beasiswa. Bisa-bisa mahasiswa Indonesia jadi gagal fokus nyampe sini.

Demikian salah satu curahan pikiran saya. Jika ada yang kurang tepat mohon japri. Jika mau bantu silahkan klik link. Kalau mau share dengan senang hati.

Colombus, 17 November 2016
Salah satu beban otak akhirnya tercurahkan

NOTE
Dear neighbors: 
-    Please make every effort to come to the Tuesday's meeting, 11/15, 7 pm. It is critical in deciding whether or not there will be a grad/family housing. The power is in the crowd. Let’s ask Heather of BV to provide a room and childcare service for 2 hours. 
- Please spread the word. Ask to speak for 2 minutes in every class you take. I spoke in my class on Wed and they were shocked to hear it and offered support.
- We have only a few months to organize real impacts. In the Tuesday's meeting, ask to create an open town hall meeting with all the university stakeholders in Spring. 
-  See the bigger picture: it is not about the residents’ problems, it is the university trying to dismiss a critical facility for the graduate student community because “it is a small community” (Dr. Javaune Adams-Gaston, Senior Vice President, Student Life, CGS meeting, 9/28) and “it does not generate income” (Jay Kasey, Senior Vice President, Office of Administration and Planning, at residents-SL/Office of Admin & Planning meeting,11/9)
- Please resist the idea that if it doesn’t affect you directly, you don’t speak up. Think of BV as a community -- present and future. When the administrators use the words “in the future”, “a few years”, they mean that they wait for you to graduate and the new incoming grad students are oblivious to the issue and simply accept that there is no grad/family housing. 
- A petition is forthcoming. We need you to get everyone to sign it.

Yours:BV Residents Association (Est. 2014)

Trip to Amish Country

Selasa, 18 Oktober 2016

Beruntung rasanya berkesempatan langsung mengunjungi sebuah kelompok manusia antimainstream. Hehehe. Kelompok apakah itu??? Yaps! Kelompok orang Amish.

Bagi yang sudah tau dengan kelompok Amish ini tentunya tahu bahwa orang Amish merupakan sekelompok orang yang memisahkan diri dari tawaran kemajuan baik kemajuan teknologi maupun sistem informasi. Ayo .... langsung pada inget suku Baduy ya... hmmm, miriplah. Tapi tak sama :)

Perkenalan Dikit Sama Orang Amish ya ...
Amish merupakan sebutan untuk salah satu pecahan agama Kristen Protestan saat terjadi reformasi gereja di Eropa sekitar abad ke-18. Perbedaan pendapat membuat mereka terpecah dan sebagian pengikut gereja memisahkan diri, salah satu nya ya kelompok Amish ini.

Orang Amish bermigrasi ke daratan Amerika dan tersebar di beberapa state di Amerika. Nah, Ohio, state dimana sekarang saya tinggal, merupakan state dengan populasi Amish terbesar, yaitu sekitar 69ribu jiwa (data tahun 2008). Dan sekarang tahun 2016 bakal lebih banyak kayanya (data contekan saya cuma mas wiki #tutupmuka)

Orang Amish ini hidup berkelompok dan jauh dari kota besar (perkiraan saya saja, karena sepanjang perjalanan hanya ada pusat distrik dengan pom bensin dan beberapa toko saja). Kendaraan sehari-hari mereka kuda (seperti Bendi di Minang atau Kretek di Sunda) dan mereka tidak menggunakan alat telekomunikasi seperti telepon. Peralatan dan perkakas rumah mereka pun terhitung tradisional (kalo kompornya kata saya lebih tradisional kompor nenek saya di kampung sih, hahaha). Mereka hidup dengan bertani dan beternak dan memenuhi semua kebutuhan hidup dari hasil kerja mereka sendiri, seperti salah satu nya sabun homemade (buatan rumahan).

Pilihan hidup memisah dan menolak kemajuan yang ditawarkan zaman merupakan sebuah prinsip yang mereka yakini berdasarkan ajaran agama mereka. Jadi, ini perihal keyakinan ya, ga sekedar budaya atau warisan nenek moyang saja.

Meski mereka menolak kemajuan teknologi dengan memilih hidup sederhana secara tradisional, tapi mereka tetap menganggap penting pendidikan, terlihat dengan adanya sekolah di setiap distrik dimana kelompok mereka tersebar. Nah sekolah nya orang Amish ini mereka namakan One classroom system atau cuma satu kelas saja. Mereka belajar agama, geografi, bahasa, matematika (apalagi yak, lupa).

Lanjut ya ke cerita perjalanan saya, info lain tentang Amish bisa googling aja sendiri #emak-emakmales

Ngapain aja wisatanya?
Memasuki distrik orang Amish, kami disuguhkan dengan pemandangan alam yang luas. Beberapa pohon sudah berwarna pertanda musim gugur telah masuk. Banyak lahan-lahan pertanian dan traktor lalu lalang atau sekedar nangkring di sebuah lahan pertanian. Saat perjalanan, saya belum ngeh kalo saya sudah berada di distrik orang Amish. Bahkan saya sendiri ga tau orang Amish itu apa, sampe akhirnya saya melihat kuda seperti Andong kumplit dengan kusir nya.

"Eh kok mereka kaya wajah orang Yahudi ya?"

"Emang turunan Yahudi", kata suami.

Ooooooooooh ... (nyampe rumah langsung googling dah, karena saat penjelasan saya ga konsen, anak-anak biasa ... ga betah denger penjelasan nenek Amish nya) .. eh tapi pas kroscek bukan orang Yahudi tapi orang Nasrani. Ah kudu runut sejarah ini mah ... heu

Sesampai di lokasi wisata, beli tiket masuk all in seharga $12 dewasa dan $8 anak-anak. Dengan tiket terusan ini, kami mendapat 3 jenis wisata yaitu house and barn, buggy dan school (ke rumah orang Amish dan kadang ternaknya, naik kendaraannya orang Amish dan terakhir ke sekolah nya orang Amish.

*continued

From U.S (to Pak Ahok) with Love

Selasa, 11 Oktober 2016

Yth bapak ahok dan jajarannya

Saya mau tanya, mempolitisasi ayat-ayat suci  itu seperti apa ya Pak?

Melihat polemik yang melanda bapak, saya masih bisa bilang untung sih Pak. 'Untung saya bukan Bapak'. Heu maaf pak becanda.

Saya resah Pak. Turut prihatin sama polemik ini. Tapi saya lebih resah dengan nasib saudara saya di Jakarta nanti Pak (apalagi Jakarta ibukota negara, bakal imbas juga lah ke propinsi2).

Apa yang saya resahkan? Resah sama caption bapak yang saya screenshot dari akun IG bapak. Saya pikir bapak mau minta maaf, eh ga taunya klarifikasi. Eh klarifikasi nya lebih2 bikin saya resah lagi. Jadi ngebayangin saya Pak, kalo bapak jadi Gubernur, jangan2 saudara saya Muslim di Jakarta dilarang mempolitisasi ayat alquran (dengan persepsi Bapak).

Pak, dalam persepsi kami (bukan sekedar persepsi, tapi keyakinan), ayat alquran itu panduan kehidupan kami. Termasuk kehidupan politik. Dan sangat sayang sekali bapak berbeda keyakinan dengan kami. Jadinya susah lah kita untuk berpesepsi yang sama Pak. Apalagi setiap lini kehidupan kami panduannya Alquran. Aduh, takut saya ngebayangin Pak kalo saudara saya di Jakarta nanti bakal dilarang ini itu yang ada kaitannya sama agama dan kitab kami  ... Pak, bapak sebelum jadi gubernur aja udah beda persepsi sama kami yang muslim. Gimana nanti pak. Khawatir saya pak bakal ada dikotomi. Emang sih masalah persepsi (menurut bapak), tapi masalah keyakinan (menurut kami).

Bagini ya pak ahok. Jangankan imam propinsi pak, imam di rumah aja kami ga boleh pilih yang ga seiman. Kalo mau, bapak masuk Islam aja. Allahu Akbar! In sya Allah perlahan tapi pasti, jika bapak beriman dengan sungguh2, ga akan ada tuh yang bahas ayat almaidah ini lagi buat bapak.

Sekarang cukup tau aja pak bapak itu seperti apa aslinya dari video ini. Mau saya tonton ribuan kali pun, tetap aja apa yang bapak ucapkan itu adalah wujud ketidakpahaman bapak terhadap masyarakat yang akan bapak pimpin (semoga jangan ya Allah). Karena jakarta, mayoritas muslim. Sementara bapak tidak menghargai keyakinan umat beragama dalam menjalankan perintah agamanya (dalam hal ini umat Islam). Menurut saya bapak udah melanggar undang-undang (selain udah melanggar norma agama dan kesopanan-eh bapak kan emang ga megang norma kesopanan ya #sorry)

Jadi maaf pak, saya mau ajak teman2 saya yang di Jakarta buat pilih calon yang satu keyakinan. Yaitu Islam, muslim. Kecuali kalo tawaran saya bapak terima, bapak muallaf, bisa jadi langkah awal keberkahan bapak berpolitik (doakanlah dengan perkataan yang baik, itulah dakwah kami yang sebenarnya Pak. Tapi jika kebatilan terpampang nyata, kami siap melawannya. Itu sih yang saya pahami Pak. Kalo saya sebutkan ayat alqurannya, ntar saya dibilang mempolitisasi ayat-ayat suci. Eh, jadi mempolitisasi ayat suci itu apa pak? Ga boleh kampanye pake ayat alquran? Gitu pak?)

Cukup tau aja deh Pak sama Bapak.

Maaf ya pak, tulisan saya ga formal. Da saya mah gitu orangnya.

Colombus, 9 Oktober 2016
6.31 pm est.

Self Healing Inner Child

Selasa, 04 Oktober 2016
Disclaimer, bahwa saya bukanlah psikolog ataupun terapis. Saya hanyalah ibu biasa yang memiliki 2 orang anak kembar. Tulisan ini saya buat satu tahun lalu untuk membantu diri saya menyelesaikan rasa sesak yang selalu mengganggu dada ketika saya menghadapi anak-anak.

Selamat membaca :)

*** 

Beberapa hari ini saya berkutat mikirin innerchild mulu. Sampe sok-sok an bikin resume tentang innerchild.

Pelan-pelan saya coba analisis permasalahan masa lalu yang kemungkinan masih menempel di otak saya yang mempengaruhi emosi di saat-saat tertentu. Tertenangkan? Iya sedikit. Damai? Lumayan. Tapi jujur saya masih penasaran secara profesional, innerchild ini seperti apa seharusnya diselesaikan.
Gayung bersambut, ada yang nawarin terapi innerchild jarak jauh. Cukup ikutin panduan di lembar workshop nya. Ya sudah saya lakukan. (Bagi yang tertarik terapi bisa liat kontak di akhir tulisan ya ... barangkali ada yang butuh)

Hasilnya? Saya cukup kaget. Ternyata memori masa lalu yang saya fikir sudah saya lupakan dan maafkan itu muncul sekonyong-konyong. Memori yang jadi concern saya selama menjadi ibu-untuk dilupakan dan diubah sehingga tidak menjadi kutukan 7 turunan- tetiba muncul. Apa itu? Memori dimana saya 'dimarahi' di masa lampau saya oleh orang tua saya. Ingat kan tulisan saya "memutus mata rantai marah"? Kalo pembaca setia pasti tau hehehe (tulisan yang buktiin kalo saya fokus mau tuntasin masalah ini dalam diri dan keluarga saya)

Bermain dengan masa lalu
Nah, teman-teman pasti punya masalalu kan ya. Setiap orang pasti memiliki penyikapan yang berbeda dengan memori masa lalu nya. Ada yang sudah berdamai, ada yang mencoba berdamai, atau ada yang belum berdamai bahkan.
Sebelum mendapat kesempatan terapi ini, saya mencoba memahami apa itu inner child. Sehingga munculah tulisan saya mengenai inner child. Dengan input teori yang saya punya, membuat saya bermain dengan masa lalu saya. Kemudian saya coba lanjut memahami istilah-istilah yang muncul dalam teori yang ada. Dan saya coba koneksikan sepaham dan semampu saya. Saya kolaborasikan dengan hasil diskusi dengan seorang teman dan terapis (sok gaya amat yak hehehe)

Baca juga: Anak Main Orang Tua Belajar

Apa itu innerchild?
Sedikit saya bantu munculkan kembali apa itu innerchild dengan sebuah contoh.
Misal, dulu kamu sering di bully di sekolah bahkan di lingkungan rumah juga. Dimemori kamu tersimpan peristiwa kamu di bully tersebut. Saat terjadi peristiwa tersebut, pasti ada emosi yang tercipta, apakah itu sedih, malu, marah, atau mungkin dendam. Kemudian seiring berjalannya waktu, memori ini tersimpan karena kita sudah beranjak dewasa. Tidak ada lagi yang membully. Tapi tahukah kamu, bahwa apa yang tercipta saat itu akan selalu tersimpan dalam memori mu. Jika memori ini mendominasi masa lalu kamu dan mempengaruhi salah satu ego state kamu sehingga ego state ini menjadi bermasalah atau trauma, maka kemungkinan besar innerchild bisa muncul disaat dewasa dengan ego state bermasalah ini. Kapan munculnya? Saat ada kondisi dimana kamu merasa bermasalah.

Apa itu ego state?
Ego state juga disebut ego personal. Tau kan ego apa? Personal? Nah, kalo disederhanakan, ego personal atau ego state ini merupakan sesuatu yang sudah ada di dalam diri kita sejak kita lahir. Kalo boleh saya sambungkan dengan teori parenting yang pernah saya dapatkan tentang 5 fitrah anak, nah ego state ini bisa juga kita sebut fitrah (sesuatu yang sudah ada sejak lahir).
Jika ilmu parenting membagi fitrah anak menjadi 5 (fitrah keimanan, belajar, perkembangan, bakat, dan seksualitas), nah saya sendiri belum menemukan ada berapa jenis ego state ini. Kalo mau pake referensi film 'Inside Out', ada 5 ego state yang divisualkan dalam film tersebut, yaitu joy (kesenangan), sadness (kesedihan), disgust (jijik), fear(takut) dan angry (marah).

Baca juga:  Sibling Rivalry

Awal saya menganalisis
Kapan kita mengetahui bahwa ada yang salah pada diri kita? Ga jarang kan kita merasa baik-baik saja. Merasa kehidupan normal-normal saja atau bahkan ga bermasalah. Lalu apa yang harus dianalisis untuk ditenangkan dan didamaikan?
Ya balik lagi sih ke persepsi dan input ilmu pengetahuan (yang ini sok banget dah #hahaha) plus ga semua orang juga kan aware sama kebutuhan psikis dirinya sendiri karena berbagai macam faktor. Misal karena faktor kesibukan, rutinitas, atau memang tidak memiliki trauma yang significant yang bisa memunculkan innerchild. Artinya, balik lagi kepada apa yang kita rasa. Pertanyaan simple nya, "Lo kenapa?"
Terus kenapa saya menganalisis innerchild saya? Apa yang saya rasakan? Apa yang terjadi? Bukankah kehidupan saya smooth bahkan ga butuh perjuangan dan pengorbanan keras seperti halnya orang-orang.
Hop! Balik lagi ke personal ya. Ini masalah pribadi, jadi ga bisa di compare sama orang lain. Jadi jika kamu penasaran dengan ego state mu, dan penasaran dengan inner child mu, maka beranilah jujur dengan apa yang terjadi pada dirimu. Kejujuran inilah yang kemudian mengantarkan saya pada analisis awal tentang 'kekeliruan' yang bertengger di relung jiwa saya #halllaaaaah #plak

Cara analisis
Caranya sih sederhana. Tanyakan apa yang kamu rasa salah pada dirimu. Nurani pasti berkata jujur. Saya pribadi sih waktu itu merasa risih dengan sifat pemarahnya saya ke anak-anak. Kalo marah ke anak-anak berasa muka berubah jadi wajah papa sama mama waktu marahin saya. Tak jarang tindakan yang saya lakukan ke anak-anak juga sama dengan apa yang orang tua saya dulu lakukan. Setelah marah-marah? Ya pasti nyesel lah. Sedih, kacau, galau, merasa jadi orang tua paling buruk sedunia. Pikiran melayang pada perenungan "ih kan anak-anak masih kecil bangeeeeet. Saya dulu dimarahin sama mama papa kan pas udah besar (memori masa kecil saya mulai tersimpan kuat setelah umur 5 tahun, sebelum umur 5 tahun saya tidak ingat)". Nah tapi tiba-tiba pikiran lain berkata "adikmu aja dari umur 2 tahun kurang udah dibentak-bentak sama papa mu. Jangan-jangan kamu juga digituin dulunya, kamu aja yang ga inget".

Begitu terus. Pikiran menggentayangi silih berganti seperti angel and devil.
Saya coba analisis, kenapa sifat ini baru muncul setelah saya memiliki anak. Padahal sebelum menjadi ibu, semarah-marahnya saya tidak pernah main fisik atau membentak dan menghardik. Semarah-marah nya saya sebelum menjadi ibu, hanya dengan diam (dan saya baru sadar bahwa saya pernah marah dengan adik saya dengan menggunakan fisik. Percis dengan apa yang papa saya lakukan. Ini terkait ya nanti dengan hasil terapi).

Nah apa hasil analisis saya terhadap sifat ini? Hasil analisis saya waktu itu:
1) perubahan peran yang significant dari seorang anak menjadi seorang istri dan ibu.
Jika dulu saya hanya memikirkan diri saya sendiri, setelah berkeluarga semua terbagi ke anak dan suami. Dalam waktu bersamaan harus mampu memenuhi kewajiban sebagai istri dan ibu plus memenuhi keinginan diri.
2) perubahan aktivitas yang significant dari seorang organisatoris yang sibuk di luar menjadi istri dan ibu yang ngendon di rumah.
Jika dulu saya bebas eksplorasi kemana pun dan kapan pun, setelah berkeluarga tentunya secara sadar saya harus menjalankan 'tugas negara' yang sedikit banyak merubah kondisi aktivitas saya dalam eksplorasi.

2 poin analisis pembentukan sifat pemarah ini sering saya namai dengan postpowersyndrome. Sindrom dimana seseorang merasa kehilangan power atau kekuatannya seperti kekuatan mengatur diri sendiri.... hehehe. Yang dulu punya kuasa penuh terhadap diri sendiri, sekarang harus dikuasai tugas sebagai istri dan ibu (misaaaaaal).

Setelah memperoleh 2 poin di atas, kemudian saya telaah lagi apa yang saya butuhkan. Jawabannya "me time". Setelah saya coba realisasikan dengan memiliki waktu untuk diri sendiri yang lumayan intens dan cukup lama, tetap saja saya merasa masalah utamanya belum selesai. Krik krik #ngatung
Ada yang salah. Apa ini yang salah???

Baca juga: Me Time

Analisis masa lalu
Mengambil pelajaran dari teori yang saya dapatkan, bahwa memori masa lalu tercipta bersama emosi, tindakan dan emosi itu bisa  muncul kembali percis seperti ketika memori itu dibuat. Bisa jadi perasaan yang muncul ketika saya memarahi anak-anak yang merasa berubah menjelma menjadi sosok orang tua saya di masa lalu sebagai wujud bahwa ada ego state yang trauma dengan memori itu, sehingga saat memori itu dimunculkan, emosi dan tindakan yang dikeluarkan percis dengan kejadian saat memori itu diciptakan.

Makanya ga jarang kan kita merasa kaya mengulangi kekeliruan apa yang ortu kita lakukan. Ya karena memang begitulah. Memorinya nempel. Meski kita merasa 'udah lupa tuh' tetapi ternyata kita belum mendamaikannya. Nah mendamaikan dan menenangkan ego state inilah yang sering kita gagal paham. Karena karakter kita sebagai manusia dewasa menganggap masa lalu sebagai pelajaran hanya melupakan bagian pahit dari masa lalu tapi lupa menenangkan bagian terdalam dari masa lalu itu sendiri (ego state tadi).
Ingat ya, menenangkan dan mendamaikan ego state nya, bukan melupakan memori nya. Karena semakin dilupakan akan semakin ingat. Moment pengingatnya kan kita ga bisa kontrol. :)

Self healing inner child
Ternyata meski sudah memahami sedikit banyaknya tentang inner child, dan bahkan sebelum terapi saya sudah merasa 'baikan' dan stabil (terbukti dengan kontrol emosi saya meningkat), yang namanya terapi tetaplah dibutuhkan jika memang ingin dibantu untuk ditenangkan. Dalam terapi ada alur yang diciptakan sehingga menggiring saya (sebagai yang diterapi) untuk menggambarkan dan menuliskan apa yang diminta oleh terapis (karena saya self healing, terapis nya ya saya. Tapi tetep butuh diskusi lanjut sama terapis beneranya mah.. hehehe). Alur inilah yang seolah mengumpulkan memori yang membuat trauma pada ego state saya yang bermasalah. Ego state yang bermasalah ini kemudian dibantu ditenangkan oleh ego state lain yang bisa membantu.

Secara umum, apa yang saya analisis dengan apa yang diterapi saling terkait. Hanya saja, yang namanya terapi, sesuatu digali lebih dalam. Sementara dalam analisis saya, saya hanya mampu menyentuh permukaan dari permasalah utamanya. Hal ini bisa terlihat dari perbandingan analisis saya dengan self healing saya menggunakan panduan dari terapis.
♥hasil analisis
post power syndrome (permasalahan muncul dipandang karena faktor internal, dari dalam diri sendiri >> sebagai solusi muncullah keinginan 'me time'
♥hasil terapi
ego state bermasalah (permasalahan muncul dipandang karena faktor eksternal di masa lalu, tersimpan dalam memori >> sebagai solusi ego state butuh ditenangkan

Analisis pemicu iner child
Pasca terapi, saya ditanya,
"kapan masalah kamu kepicu buat muncul?"  Saya jawab:
1) kalo anak-anak lagi rewel tingkat dewa
2) kalo suami lagi ga peka sama saya sehingga saya merasa sendiri

Baca juga: Kembar oh Kembar

Yang dirasain?
Pengen marah dan ngamuk terus pergi dari orang yang ada disekitar saya. Pengen sendiri. Percis jaman saya kecil dulu.. kalo papa lg marah.. saya sembunyi..

2 poin pemicu ini ga sesederhana dibahasakan ya ... ada kondisi dimana kita sebagai individu menjadi mumet sehingga hal sederhana muncul sebagai pemicunya. Dan 2 hal inilah yang saya pikir mendominasi keseharian saya.

Rasanya masih gitu?
Nah ga tau nih... untuk poin 1, saya dah dapet caranya biar anak-anak ga rewel yaitu full attention.. dijamin mereka nice.

Untuk poin ke 2 juga dah nemu caranya yaitu dengan ngomong langsung ke suami.

Kesimpulan
★ Orang tua saya (mungkin kita anak-anak 80an) mendidik dengan cara apa yang mereka bisa. Perkembangan ilmu parenting seperti jaman sekarang dimana pendidikan anak dititik tekankan pada pendidikan dan kecerdasan orang tua belumlah in. Orang tua kita hanya menganut ilmu alamiah dari dalam diri mereka. Dimana mereka disaat yang bersamaan harus mendidik anak dengan baik dan juga harus berjuang melawan ego state mereka yang mungkin juga butuh untuk ditenangkan. Sehingga ketika orang tua kita sedang dalam masalah, tak jarang malah jadiin kita sasaran pelampiasan marah. Ditambah dengan karakteristik anak-anak yang memang suka bikin orang dewasa kesel dan jengkel.

Setuju ga, kalo jaman dulu, marah ke anak itu wajar. Tidak ada aturannya seperti sekarang dimana teriak ga boleh, diemin anak ga boleh. Jaman dulu marah nya orang tua tanda sayang sama anak. Demikian slogan pembenaran yang sering kita dengar kan? Selagi marahnya masih dalam koridor (ga sampe nyiksa anak mpe sekarat, misalnyal), semua boleh. Jadilah jaman dahulu mendidik anak sebatas transfer harapan dari pikiran orang tua ke anak. Maka disini muncullah yang namanya intervensi. Intervensi yang muncul ini wujud dari reaksi alami orang tua ketika melihat sang anak berada atau menuju arah jalan yang salah atau kurang tepat.

Makanya jaman dulu (lagi-lagi jaman dulu),
■ anak kecil manjat "eh jangan, nanti jatoh"
■ gedean dikit "belajar donk, belajar aja susah. Gimana mau ranking kelas!"
■ gedean dikit lagi "sekolah yang tinggi sampe sarjana biar sukses"
■ udah gede pun "jangan terlalu keras mendidik anak, ntar malah kaya kamu".
Nah lho ... akhirnya dan sebenarnya, orang tua kita dengan segenap keterbatasan (saya juga terbatas ya) menyadari kekeliruan yang mereka lakukan. Hanya saja input ilmu tadilah yang membuat mereka tidak menyadari kekeliruan tersebut. Kebayang kan kalo kita ga berilmu dalam mendidik anak maka akan ada mata rantai problem keluarga yang bakal jadi kutukan 7 turunan atau bahkan lebih???

★ Selain belajar dari masa lalu dan mengambil benang merah atas kekusutan yang ada dari orang tua kita, beberapa hal yang saya coba simpulkan setelah melalui self healing inner child adalah:
1) manajemen emosi itu perlu
2) profesional dalam memilah masalah itu harus
3) intervensi kepada anak jangan
4) treatment anak boleh
5) pasrah kepada Allah itu wajib

Karena sejatinya terapi inner child adalah terapi berkepanjangan yang selalu harus kita pantau perkembangannya. Terapi inner child bukanlah ketidakmampuan kita dalam mengendalikan diri karena lemahnya iman atau kurang nya kualitas dan kuantitas ibadah seseorang ataupun ketidakdewasaannya seseorang. Terapi inner child adalah bentuk kepedulian kita terhadap masa depan keturunan kita. Akan mewarisi kebaikan kah atau malah masih berkutat pada permasalahan ego state yang tak kunjung damai karena kita ignore dia. Inside out! Keluarkan apa yang seharusnya dikeluarkan. Gali lebih dalam di setiap lembar memori masa lalu kemudian bantu tenangkan. Mungkin sekarang kita merasa tidak bermasalah karena karakteristik kita sangat kuat sehingga mampu untuk sementara waktu membendung ego state bermasalah untuk keluar. Namun jika sudah memuncak, maka meledaklah dia. Daripada meledak diwaktu yang kita tidak inginkan, mending tenangkan dan damaikan selagi masih jinak.

★Jika perlu, terapi lah pada profesional. Karena self healing jika pake alat analisis yang kurang tepat yang pernah saya lakukan hasilnya juga jadi ga tepat. Makanya hasil analisis sana hasil terapi saya beda.

Nb:
Dalam mempelajari inner child ini saya berfikir, inilah mungkin penyebab kenapa saya masih melihat fenomena aneh dalam keseharian seperti:
* fenomena anggota dewan yang berantem kaya anak SMA >> bisa jadi kan ego state nya bermasalah jaman anak-anak dan muncul saat remaja (awal kenakalan remaja apa juga terkait kayanya sama ego state ini. Kemudian seolah terselesaikan dengan mendewasanya seseorang, namun tadi, tidak ditenangkan. Pas sidang dewan kepancing deh muncul lagi). Hehehe
* fenomena dimana makin banyak orang yang butuh di motivasi lewat acara-acara motivasi. Sering ga sih merasa habis ikut acara motivasi iya sih termotivasi, abis itu melempem lagi. Semangat kendor. Semangat menyala kalo ketemu orang yang memotivasi tadi aja. Bisa jadi kan kita gagal mengembangkan ego state pemberani kita saat kecil karena faktor tertentu. Kenapa tidak damaikan ego state ini, sehingga akhirnya kita berani untuk kembali menata mimpi

Columbus, October 4th, 2016
9.46 am .est

Kontak untuk terapi
Kak Idzma +62 813-2008-1141 (wa/sms/call)

di edit kembali pada tanggal 22 Januari 2018


Inner Child

Senin, 26 September 2016
Inner child, jika diterjemahkan bebas bisa berarti anak batin. Namun bahasan inner child dalam dunia psikologi adalah sebuah peristiwa kebatinan yang dialami manusia dewasa terkait pengalaman pada masa kanak-kanaknya. Eh tapi itu pengertian yang saya pahami denk Hehehe... Kalo di bahasa inggrisin sederhana nya our childlike aspects  alias aspek kanak-kanaknya kita. Kita disini maksudnya adult atau orang dewasa. Hmmm... Jika kamu mengenal istilah childish (kekanak-kanakan), nah inner child ini punya makna yang beda ya sama childish.
Inner child bukan karakter yang dibuat-buat seperti halnya childish. Misalkan saat kita melihat mahasiswi yang berjalan lompat-lompat percis anak TK, itu bisa kita bilang childish. Atau seorang mahasiswa yang dibentak dikit nangis mewek, nangis meweknya itu childish.
Lalu inner child itu seperti apa? Nah sebelum kita bahas diskusi, pengen tau dulu deh, pernah ga ngerasain saat kamu punya masalah (masalah paling berat dalam hidupmu) ada sisi dari dalam dirimu yang kalo kamu lagi ga punya masalah ga pernah muncul. Misal, nangis, perasaan ingin sendiri, hmmm apalagi ya? Nah kalo pernah, coba inget-inget, waktu itu kamu nangisnya kaya gimana? Merasa kaya anak-anak ga. Atau kalo kamu pengen sendiri, tapi kamu takut ketahuan sama orang lain karena malu atau gengsi ketahuan punya masalah, menyendiri ditempat yang bener-bener sendiri jadi lintasan pikiran mu. Tetiba kamu kepikiran menyendiri di lemari, atau dibawah meja atau dimana pun yang kamu yakin jarang orang kesana. Seperti halnya kamu lagi nyari tempat ngumpet saat bermain petak umpet.
Contoh yang saya gambarin di atas lebih kurang gambaran inner child. Meskipun saya ga bisa jamin contohnya tepat ya, tapi titik tekan nya adalah dimana inner child itu adalah aspek kanak-kanak kita yang muncul saat kita dewasa. (Ah jujur saja saya masih belum menemukam teori yang tepat yang bikin hati "ooooooh" dan pikiran "klik". (Ruang diskusi terbukaaaaaaaaa lebar banget...biar saya tercerahkan).
Lanjut ya ....
Nah katanya, inner child ini ada banyak bagian-bagiannya. Di dunia psikologi disebut ego personal atau ego state. Misal, ego state marah, jijik, takut, ceria, sedih, sayang (saya kurang tau dibagi ke berapa ego state. Tapi dari yang saya pahami, ego state itu semacam fitrah manusia. Yang berkembang fitrah mana aja, itu bergantung experience yang diberikan orang sekitar dan lingkungan si anak itu sendiri).
Jadi kalo kita sepakat ego state itu fitrah (sifat bawaan yang dimiliki manusia sejak lahir), maka bagi kita yang beragama (terutama yang beragama islam) tentunya memiliki ego state ketuhanan.
Macam-macam ego state ini, dimana keberadaan nya sudah ada sejak kita baru lahir, akan mengambil alih fungsi yang nantinya membentuk karakter dan kepribadian anak seiring tumbuh kembangnya. Misalkan seorang anak yang dibesarkan dilingkungan preman, dimana hidup mereka keras, kasar, dan identik dengan marah, bisa jadi anak yang bertumbuh disana akan tumbuh menjadi anak yang dikendalikan oleh ego state marah. Contoh yang lain lagi, seorang anak dibesarkan di lingkungan dimana orang tuanya sibuk bekerja, anak dititip sama pengasuh yang hanya mengasuh kebutuhan fisiknya saja, bisa saja anak bertumbuh menjadi pribadi yang penakut, bersedih atau pemarah. Tergantung memori yang diciptakan dalam experience lebih mempengaruhi ego state yang mana.
Ego state-ego state inilah yang kemudian dalam bertumbuhnya seorang manusia akan terbentuk sesuai experience tadi. Jika experience nya positif, kemungkinan ego state yang dominannya positif, begitu juga sebaliknya. Dominan disini bukan berarti menghilangkan ego state yang lain ya, hanya kadarnya lebih sedikit dari ego state yang lain. Artinya, dalam tindakannya, ego state dominan lah yang membentuk kepribadiannya (personality). Menyenangkankah, bijaksana kah, penyayangkah, dan lain-lain.
Lalu kapan inner child dikatakan bermasalah? Yaitu disaat ada ego state yang mengalami trauma di masa lalu. Misal kan ego state penyayang. Seorang anak akan merasa sangat disayangi ketika orang tuanya perhatian. Namun kenyataannya, perpisahan kedua orang tua nya menyisakan trauma dan sakit yang mendalam pada sang anak karena disaat itu orang tuanya mendadak berubah menjadi orang tua yang tidak mampu menunjukan rasa sayang dan perhatian lagi. Dalam perkembangannya, sang anak mungkin tidak kehilangan rasa sayangnya. Dia tetap bisa jatuh cinta dan respek kepada orang-orang sekitar. Namun, ketika bagian dari trauma tersebut terangkat kembali misal pasca dia menikah, bisa jadi orang ini akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perasaan nya yang mulai tidak peka ini. Ada kesulitan yang dia rasa dan dia tidak mampu kendalikan. Perasaan sayangnya seolah memudar terkalahkan oleh perasaan bencinya. Atau lainnya.
Hmmmm ... sampe sini semoga ga pada pusing ya. Karena saya agak pusing buat deskripsiin nya. Hehehe.
Sebenernya visualisasi keren dari inner child ini ada di film Inside Out. Cung yang pernah nonton. Hehehe. Tapi di pilem itu ga ada ego state ketuhanan ya. Dan di film nya visualisasi sampe anak umur 11 tahun alias masuk usia remaja. Dimana seseorang mulai menghadapi masalah dalam hidupnya sebagai akibat dari kurang sesuainya harapan dengan realita (misalnya).
Menariknya dalam film ini, jika ditilik-tilik, keberadaan ego state yang merupakan fitrah manusia ini saling menopang dan membantu satu sama lain. Ketika 1 ego state panik, maka ego state yang lain menenangkan. Begitu terus sehingga ideal nya, manusia dengan ego state seperti ini akan tumbuh menjadi manusia stabil.
Namun kenyataannya, banyak ego state tumbuh dan kemudian gagal berkembang atau bahkan hilang. Misalkan jika kita menemukan orang dengan karakter sombong acuh tak acuh, bisa jadi dia sudah kehilangan ego state respek nya. Atau fitrah menolongnya hilang. Nah disinilah kemudian ego state yang butuh penenangan harus diperhatikan alias diselesaikan. Kalo istilah psikologinya re-parenting.
Misal, kamu merasa tidak bijaksana. Coba tilik kebelakang kapan terakhir kamu merasa sangat bijaksana? Atau siapa yang menurutmu bijaksana. Kenapa bisa kamu dulu begitu bijaksana. Kira-kira apa pemicu yang membuat kamu kehilangan ego state bijaksana mu. Jika tidak mampu menganalisis sendiri, minta bantuan psikolog atau terapis.
Dalam pemahaman dan pengamatan saya terhadap diri sendiri. Ego state yang bermasalah kembali muncul ke permukaan untuk minta perlindungan ego state lain disaat seorang manusia dewasa menghadapi duplikasi dirinya alias anak.
Bagi yang telah menjadi orang tua, jika pernah ngerasa pas marah ke anak dan tiba-tiba kamu merasa jadi kaya ibu atau bapakmu marah, nah bisa jadi inner child kamu lagi ke recall. Jika masih undercontrol (kontrol terjadi jika seseorang memiliki ego state pelindung ego state bermasalah. Misal ego state marah dilindungi ego state bijaksana) artinya kamu bisa jadi tumbuh dalam kestabilan ego state. Namun jika kamu labil, artinya ada ego state yang butuh re-parenting.
★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★
Aaaaaaaaaaah jelimet.
Sok2an bahas ala anak psikologi. Eh tapi ... saya nulis ini untuk pemahaman pribadi ya. Lagi belajar banget sama yang namanya inner child. Bahas dan diskusi ini sama suami, intinya sih ego state pelindung kita tuh ya ego state ketuhanan. Tapi kan ga semua orang punya ego state ketuhanan. Nah gimana tuh dalam ilmu psikologinya. Da saya juga masih meraba-raba. Dan memang seneng sih ngebahas beginian. Berasa bisa ngeramal orang (tapi gagal meramal diri sendiri).
Singkat cerita, saya masih penasaran sama terapi saya yang terputus. Endingnya gimana. Huft...
Sementara saya doping diri dengan bertafakur ilallah. Kuat-kuatin keyakinan soal ayat "hanya dengan mengingat Allah maka kamu menjadi tenang". Dan rentetan ayat lainnya.
Hmmmm ... yang mau diskusi, plis bisa komen disini atau di FB atau japri langsung ke WA +1 (614) 216 9652 yaks. Semoga ada psikolog yang japri saya. Aamiiin...
Colombus, 28 September 2016
12.30 am est

Anak Susah Makan?

Sabtu, 24 September 2016
Ecieeeeee nulis tips niiiih...

Ga sih. Cuma mau share aja soal makan dan memakan. Dimana peristiwa ini menjadi sangat berharga bagi para emak mengingat memakan adalah proses memasukan asupan gizi biar jadi manusia yang tumbuh sehat bin cerdas.

Eh eh ga tau nya banyak emak yang setress bin panik karena anak nya susaaaaaaaaaaah banget makannya.

Hmmmm ... oke! Yuk ah cari tau dulu beberapa hal yang mungkin jadi faktor anak jadi susah makan.

★ Pernah dipaksa?
Ayo inget inget lagi mak. Pernah ga sekiranya kita maksa anak buat emam alias makan. Baik itu saat mereka baby (awal MPASI) ataupun saat mereka mulai mengenal atau bisa pilah pilih makanan. Kalo emang merasa pernah dan bahka masih berlangsung sampe sekarang, yuk ah bersabar dulu untuk ga maksa mereka. Biarkan mereka milih makanan apa yang mau mereka makan.

Mereka mau nya jajan aja?
Nah kalo mereka mau nya jajan aja, hati-hati. Anak-anak tau jajan kan dari emak ma bapak nya :P

Trus gimana donk biar mereka ga minta makanan warung mulu? Hehehe..siap-siap kuras emosi, tenaga, dan pikiran aja ya mak. Mengubah kebiasaan anak emang butuh sabar tingkat dewasa dan konsisten tingkat tinggi. Berani menanam harus berani memetik hasilnya donk. Kalo hasilnya ga sadar ternyata bukan yang diharapkan, bisa jadi saat nanam nya kita juga ga sadar lagi nanam bibit apa. Hehehe...

★ Faktor keturunan
Coba liat kebelakang, dulu jaman kita sama pasangan kita kecil, susah makan juga ga? Kalo iya, bisa jadi ada kesamaan dalam hal ini.

Picky eater?
Picky eater alias pilih-pilih makanan emang jadi ciri khas anak-anak deh kayanya. Meski ga semua anak, tapi rata-rata anak memang suka pilih makanan yang mereka suka. Ada yang pilih-pilihnya kebangetan sampe makanan kesukaan nyuma mentok di telor doank, ada juga anak yang lumayanlah banyak varian makanan kesukaannya. 

Nah kalo anaknya kaya gini sih masih lebih enak. Kasih aja apa yang mereka suka. Selipin makanan lain yang mereka ga suka tapi jangan sampe terlihat (andalan saya nih yang beginian) hehehe...

Ga masuk semua poin di atas? Ya emang sih kalo mau dibahas penyebab anak-anak susah makan tu bejibuuuuuun. Faktor nya eksternal dan internal (udah kaya partai aja). Nah kita sebagai orang tua harus ngeh sama faktor penyebabnya. Jangan pake gengsi selangit mengakui kesalahan yang pernah dibuat. Kadang minta maaf ke anak itu penting banget untuk bisa masuk ke sisi terdalam hati mereka. Sehingga mereka bisa masuk juga ke sisi terdalam hati kita yang ga mau mereka kekurangan asupan gizi.

Ingat ya mak. Anak itu manusia kaya kita. Jadi inget ingeeeeeet terus apa sih ya kita suka dan tidak suka. Dan plis jangan lakuin hal yang jelas kita ga suka ke anak. Kita ga suka dipaksa, misalnya, ya udah jangan paksa anak juga. Masih ada cara yang lebih elit, dengan teknik negosiasi. Kamu mau A? Kamu harus B dulu. Misal, kamu mau main diluar? Kamu harus makan dulu. Ga mau makan? Boleeeeeeh. Tapi kamu ga dapat hak main ya. (Saya sih gitu, dan ya sampe sekarang masih berhasil aja. Sekaligus asah logika dan critical thinking nya anak-anak juga)

Udah ah ga usah pusing. Selagi mereka masih mau makan (ga harus nasi lhoooo) baik itu makan jagung, keju, roti, wortel, kentang atau bahkan telor aja berarti mereka masih normal. Karena makan itu ga hanya nasi (kita aja orang indonesia yang kaku ... ga makan kalo belum nemu nasi :P ).

Percayalah, anak itu pinter kok. Yang bikin mereka miss behave ya kadang dari kitanya sih orang tua ... ayo jujuuuuuur :P
Selamat observasi dan menyadari kesalahan diri plus belajar ya mak emak .... belajar sama anak juga menyenangkan lhoooo.

Ssssssst, kasih obat tradisional atau pun resep dokter boleh boleh aja sih. Tapi ingat, jangan dipaksa. (Saya sih ga suka dipaksa disuruh minum obat. Tapi akan memaksa diri minum obat kalo udah harus bin wajib. Nah saya perlakukan logika begitu juga ke anak-anak. Sambil bangun dialog, sambil negosiasi, sambil ajak anak mikir kenapa sih harus minum obat, atau makan sayur, atau makan buah)

Colombus, 22 September 2016
9.10 pm est

Percayalah, mereka bisa!

Sudah jalan 3 minggu anak-anak sekolah. Secara umum sih mereka fine! Tapi yang namanya emak, adaaaaaaaa aja yang dipikirin. Mikirin mereka di sekolah gimana, bilang kalo lapar gimana, kalo haus gimana, kebelet pup sama pee gimana. Bisa ga ya mereka ikutin instruksi gurunya. Punya temen ga ya mereka. Hmmmm ... aduh... hmmmm ... Ya Allah ... bla bla bla bla ...

Dan pagi ini saya yang sebenernya udah berdamai dengan semua pertanyaan itu kembali terusik karena masih belum nyaman dengan gayanya guru Zaid yang berbeda dengan Ziad.

Gurunya Zaid cenderung cuek. 3 minggu bersekolah belum pernah saya dapati mereka menyambut atau melepas Zaid dengan pelukan seperti yang dilakukan gurunya Ziad. Hmmm ... yasudlah. Toh tiap guru punya cara yang berbeda. Toh Zaid fun fun aja. Ga usah dipusingin selagi anaknya oke oke aja.

Yah begitulah mak jadi orang tua. Terkadang perasaan kita justru jadi musuh utama kita. Berdamai dengan perasaan yang mengarahkan pada prasangka hanya memperumit keadaan yang sebenernya ga rumit-rumit amat memang jadi pekerjaan sulit. Tapi disitulah seninya. Ntar anak makin gede makin dahsyat lagi kayanya. Apalagi disaat mereka besar mereka meminta sendiri untuk mandiri, dan mulai risih ketika masih diketekin emak.

Lha terus? Kita kan mau memberikan yang terbaik buat anak kita. Ga mau mereka sedih apalagi salah jalan. Iya betul... Yang perlu kita inget sih how to nya. Sudah tepat apa belum. Komunikatif apa ga. Mengingat anak semakin gede semakin independent. Semakin ga mau di intervensi.

So, sebaiknya kita gimana? Bangun komunikasi yang baik dengan anak. Perlakukan mereka sebagaimana baiknya kita memperlakukan manusia. Dimana kita juga tidak mau diintervensi dan disuudzoni plus dikhawatiri berlebihin bin dikintili.. hehehehe

Colombus, ditulis saat mau belanja mingguan seberes anter anak2 sekolah. Hilangin gelisah liat zaid yang sendirian dikelas karena temen2nya lum ada yg dateng.

22 September 2016

Sleeping Beauty Syndrome

Selasa, 20 September 2016
Setelah sekian lama berhibernasi dengan pikiran berkecamuk penuh analisis untuk sekian banyak fakta yang perlahan jadi masalah, maka solusi tiba-tiba mendesak untuk dicarikan.


Oooooh. Asli otak saya serasa mau pecah untuk bisa memahami permasalahan utama dari sistem peradaban terkecil yang tengah saya (& suami) coba rintis yang bernama keluarga.

Bagaimana ga pusing???? Selama nafas masih berhembus, jantung masih memompa, artinya saya masih hidup, selama itu pulalah saya akan terus dihadapkan pada sebuah fenomena kehidupan dimana saya (yang bernama manusia) terus berfikir akannya. Akan hakikatnya dan hikmahnya. Kenapa begini .... kenapa begitu. Kenapa ini ... kenapa itu.

Dan tampaknya otak yang mulai tumpul dan hati yang sedikit mengeras ini perlahan-lahan bisa menajam dan melunak kembali setelah di reset ratusan kali #huft.

Jadi ini teh mau ngomongin apaaaaaaa???? Tenang pemirsah, biarkan saya curcol dulu :P

Begini. Saya coba menjabarkan sesistematis mungkin berdasarkan waktu kejadian perkara (kaya ngomongin kasus begini yaks) mengenai kecamukan otak saya efek dari membaca teori ideal tentang membangun keluarga, yang saya poinkan sebagai berikut:

1) memilih pasangan suami/istri yang siap menjadi ayah/ibu terbaik untuk calon anak-anak
2) meningkatkan kapasitas dan kualitas diri terutama kualitas keimanan dalam menanti kehadiran buah hati
3) menjalankan amanah baru sebagai orang tua yang dititipi Allah buah hati (titipan, jadi harus dijaga)
4) mendampingi perkembangan anak sesuai dengan fitrah baiknya
5) mendoakan selalu

5 poin di atas hasil kecamukan otak saya pribadi yang sedikit banyaknya memunculkan rasa bersalah yang sedikit demi sedikit muncul dari dalam hati. Dan untuk 5 poin ini lah saya namai diri saya dengan Sleeping Beauty

Aaaaaaarrgh .... Selama ini saya merasa menjadi putri tidur yang menunggu kecupan seorang pangeran untuk terbangun. Iya sih pangeran saya datang ngebangunin pake banjur air "bangun miiiiii, jangan kebanyakan mikiiiir". 

Hmmm ... Dalam arti kata, ternyata (lagi) saya terlalu banyak tidur dan akhirnya mengalami perlambatan dalam memahami ilmu yang berseliweran.

Tertohok banget pas baca (apa denger ya, lupa lagi) bisa jadi kita banyak ilmunya, tapi banyak ilmu kalo ga barokah? Ya percuma! Sedikit ilmu dan ga barokah lebih-lebih lagi... udah mana dikit, ga berkah pula. 

Esensinya apa? Ya berkahnya. Agar ilmu yang didapat bisa terserap hingga akhirnya mampu tertuang dalam aplikasi perbuatan dan bahkan mewarnai kehidupan sekitar kita, butuh kesiapan hati di dalam nya #duhadeeeeeeeem

Ya Allah ... bantu hamba mengurai satu persatu benang pikiran yang berseliweran simpang siur ini ya Allah ... #curcollagi

Saya hanya mencoba menuliskan hasil refleksi diri tentang saya, suami, anak-anak. Dimana kami sekeluarga adalah miniatur peradaban yang sedang dibentuk.

Dari awal pernikahan hingga waktu sekarang dan bahkan sudah terfikirkan rancangan nya untuk waktu mendatang. Namun dalam perjalanannya, revisi demi revisi dilakukan seiring bertambahnya masukan ilmu. 

Tapi sayang, lupa melihat titik keberkahan nya. Atau kalo pun berkah, lupa melihat faktor lain yang memberikan sedikit intervensi akan pembangunan peradaban mini ini. Sehingga membuat saya hanya menjalankan rutinitas hidup sebagai sebuah kebiasaan dan pembiasaan. Jika dibiarkan bisa berbahaya. Karena saya akan tertidur selamanya dalam kesalahan dan ketidakpekaan ini.

Sebenarnya poin apa sih yang menjadi titik permasalahan saya? Yaitu poin memahami ke-aku-an diri.

Menjadi individu yang terbiasa dengan aktivitas padat di luar rumah tentunya memberikan culture shock tersendiri kala berubah aktivitas yang cenderung monoton di dalam rumah. Di tambah aktivitas baru ini bukanlah sebuah agenda program ini atau itu dengan kepanitiaan segini dan segitu melainkan aktivitas dimana hanya ada 1 atau 2 orang panitia dengan objek program berupa orang, bukan kegiatan. Akhirnya muncullah demand baru berupa adaptasi.

Dalam proses adaptasi inilah ternyata sering membuat saya terlena dan tertidur. Bangun-bangun objek program saya sudah beranjak remaja. Evaluasi kinerja bisa saja dilakukan, tapi perbaikan aktivitas tidak bisa dilakukan di waktu ke depan mengingat program saya adalah mendidik anak manusia, bukan membuat sebuah acara atau event.

Sebenarnya saya pribadi mulai dibangunkan dari tidur panjang saya sejak saya memasuki usia kehamilan 6 bulan. Kala seorang sahabat berbagi ilmunya tentang gentle birth dan bercerita betapa janin pun bisa diajak komunikasi. Betapa janin pun sudah menuntut untuk diakui kehadirannya paling tidak oleh kedua orang tuanya.

Saat itu saya sangat tertarik mendengar sharing ilmu dari teman tersebut. Bahkan tak pikir panjang saya langsung membeli buku terkait psikologi ibu hamil termasuk salah satunya gentle birth dimana di buku tersebut dijelaskan mengenai apa itu gentle birth sehingga membuat kita akhirnya semakin dekat dengan calon bayi kita.

Setelah anak-anak lahir, saya pun sedikit lupa dengan ketertarikan saya dalam dunia parenting. Keyakinan akan kedekatan anak bisa terbangun sedini mungkin mulai diuji dengan permasalahan teknis yang berawal dari ASI, lanjut Mpasi dan seterusnya. 

Kenyamanan teori kekinian berbenturan dengan realita yang saya hadapi membuat saya jatuh bangun dalam memaknai ilmu. Kadang diterima kadang ditolak. Kadang diresapi dan kadang dicemoohi. Begitu seterusnya silih berganti bak seorang pendosa yang belum melaksanakan tobatan nasuhanya.

Perlahan tapi pasti, seperti yang saya sampaikan di atas, karena saya manusia makanya saya berfikir, dan karena berfikir makanya saya memperoleh hikmah. 

Perjalanan panjang ini berujung pada pertanyaan 'seberapa ikhlaskah kamu menerima sebuah ilmu?'.

Kecaman, judgement dan hal negatif lainnya ternyata secara tidak sadar merubah saya menjadi pribadi yang antipati. Nyaris skeptis untungnya ga anarkis dalam menghadapi sebuah perbedaan persepsi keilmuan. Kekakuan saya dalam menelaah ilmu baru, juga sedikit banyak membuat saya tidak enjoy dalam mengaplikasinnya sehingga membuat sedikit tersiksa. 

Dan saat semua memuncak, disaat itulah saya tetiba kembali tertidur dan tidak mau ambil pusing dalam khazanah ilmu parenting yang sempat saya minati.
Menjadi sleeping beauty kembali, menjalani hari-hari berbekal nurani yang kadang didengar kadang diacuh. Sampai akhirnya saya kembali tersentak dengan cerita peterpan dan cinderrela. 

Tertampar saat menyadari bahwa penolakan saya terhadap ilmu baru di dunia parenting adalah wujud penolakan diri agar tidak di salahkan atau agar terlihat menjadi ibu yang kece dengan 'jalan saya sendiri'.

Yah begitulah perjuangan unik dunia para ibu atau emak-emak. Rutinitas yang bertemankan benda mati berupa dapur, kasur dan cucian membuat para emak lupa mengasah intrapersonal dan interpersonal nya. Proses berfikir mandeg di arena anak dimana satu-satunya objek hidup yang rutin mereka temui.

Menjadi emak baru dengan segembol aktivitas baru yang suka bikin emak urban galau dan merasa butuh bekerja atau kuliah lagi inilah tantangan yang kalo bisa ditaklukan bisa menjelma jadi supermom. 

Ah tapi ga butuh jadi supermom kalo ga ikhlas juga. Karena keikhlasan seseorang itu suatu saat akan diuji. Daripada sibuk mikirin yang ga pasti dan malah jadi sleeping beauty, mending sibukkan diri dengan meningkatkan kapasitas diri. 

Mulai 0 KM kita dari sekarang, belajarlah ilmu dengan ikhlas, in sya Allah lebih bermakna.

Jadi 5 poin yang bikin rasa bersalah saya muncul terus itu gimana?  Saya atasi dengan 0 KM saya. From zero to hero. 

Sekarang masih waktunya menikmati proses :)

Colombus, 21 September, 2016
12.30 PM est.

Home Visit Gurunya Anak-anak

Jumat, 02 September 2016

Sudah lama tidak berkabar lewat tulisan tentang anak-anak. Jadi kangen juga nulis gimana mereka selama di Colombus. Apalagi sebentar lagi, tepatnya Selasa depan mereka memulai hari dengan bersekolaaaaaaah... Yey!

Pada dasarnya yang namanya anak-anak memang memiliki daya adaptasi tinggi. Bahkan jika dibandingkan adaptasi mereka awal pindah ke Payakumbuh, kota asal saya, maka anak-anak lebih cepat beradaptasi di Colombus. Dalam waktu 1 bulan paling tidak mereka sudah mau mengakrabkan diri (lebih tepatnya diakrabkan) dengan anak asing yang baru mereka kenal. Tetap sih awalnya pake acara malu, teriak-teriak alias defense tingkat tinggi. Tapi belajar dari pengalaman di Payakumbuh, mengurangi intervensi terhadap mereka jauh lebih membuat mereka mampu beradaptasi cepat. Hasilnya? Mereka menemukan cara mereka sendiri untuk bisa berinteraksi ala anak-anak. Saya hanya jadi tim 'lalala yeyeye' aja biar rada rame.

Nah, kemaren, hari Rabu kan ada home visit gitu dari calon guru sekolah nya anak-anak. Meski gurunya ga bilang mereka kelasnya dipisah, tapi dengan datangnya 2 guru untuk 1 anak 1 guru saya bisa menyimpulkan bahwa mereka nanti akan berada di kelas yang berbeda. Oke, memang itu yang saya harapkan.

Guru pertama yang datang namanya miss Amy. Guru muda belia yang masih cantik dan modis tapi tetap sopan ala guru Amerika. Sepertinya agak feminin karena pake rok, hehehe. Kedatangan miss Amy ini 'disambut' heboh sama anak-anak. Wah pokoknya miss Amy liat mereka dalam wujud aslinya deh. Setelah miss Amy pergi, tak lama berselang datang lagi miss Kaitlin. Yang ini rada kece ala-ala guru olah raga. Kalo bahasa kitanya rada tomboy. Dua-duanya cantik. Tapi kata ZAid miss Amy lebih cantik #hatchim #anaksiapasih!

Miss Amy datang untuk mengetahui detail tentang calon muridnya, yaitu ZAid. Sedangkan miss Kaitlin tentunya calon gurunya ZIad. Mereka membawa form yang sama. Berisi tentang pertanyaan seputar anak, karakteristik anak, program sekolah dan juga info lain yang berlembar-lembar banyaknya. Sehingga saya hanya mengingat beberapa, diantaranya:
★ terkait cara mereka mengungkapkan marah, sedih, bahagia (perasaan lainnya)
★ terkait semua hal yang mereka senang dan benci
★ terkait kepribadian anak apakah mereka suka berbagi, bergaul dan berteman, ataupun bermain bersama
★ terkait kebiasaan mereka semisal bangun dan tidur jam berapa, makan pake tangan atau sendok, udah bisa bilang pee dan pup belum, bisa ngeflush sendiri ga, dan kebiasaan lain terkait life skill
★ terkait riwayat kesehatan seperti penyakit, alergi dan pantangan makanan
★ dan juga kita dikasih sebundle buku yang isinya kumplit tentang program sekolah (dan saya belum mempelajarinya... hehehe)

Hmmmm.. apalagi yaks. Cuma ingetnya segitu... Maapkan... Pokoknya lengkap dah pendataannya. Sayangnya pendataan ZAid saya khawatir kurang valid karena dijawab suami, sementara saya sibuk dengan ZIad yang rewel. Heu ... Nah pendataan ZAid situasi dah aman, ZIad udah bobo sehingga saya bisa nimbrung untuk menjawab pertanyaan dari miss Kaitlin.

Sejauh ini, ZA masih memiliki tingkat sosial yang tinggi dibanding ZI. Tapi saya ga ambil pusing karena mereka memang begitu, suka berganti mood. Terkait sosialisasi ini, ZAid punya cara sendiri untuk PDKT. Percis ala anak-anak. Sambil 'motah' dia berlalu dekat miss Emy sambil say "Hallo!" Berkali-kali. Sayang miss Emy ga ngerti dan ga ngeh jadinya ZA dicuekin. Tapi paling tidak saya jadi tau "ooooh begini toh bang cara kamu menarik perhatian orang". Great job boy! Kalo miss Emy nya ga buru-buru mah, bakal umi interrupt bang interviewnya ... hehehe

Trus gimana nih persiapan sekolah? Untuk persiapan sekolah Selasa depan alhamdulillah saya merasa tidak terlalu bikin deg-degan lagi. Karena akhirnya anak-anak masuk kelas jam pagi, dari jam 8.30-11.30, sehingga saya bisa jemput antar anak-anak barengan pak suami. Hehehe. Maklum, masih khawatir kalo ngobrol pake bahasa Inggris sama guru anak-anak, malah jadi gagal paham ntar. Selain itu juga biar anak-anak bisa punya jam tidur siang dan tentunya memulai hari dengan aktivitas pagi yang rutin biar mood mengawali harinya lebih positif.

Di sekolah mereka ada 4 jenis kelas lho. Art, music, dan 2 lagi saya lupa #heu. Saya harus yakin bahwa anak-anak mampu beradaptasi cepat. Belajar dari pengalaman waktu sekolah di Payakumbuh tentunya. Dan semoga disini jauh lebih baik alias mereka makin seneng ke sekolah, bukan sebaliknya, bikin mereka kapok.

Sebagai pembiasaan, selain merespon kata-kata bahasa inggris dari tontonan kartun edukatif yang mereka tonton, saya juga mencoba merespon keinginan mereka dalam bahasa inggris. Dan takjub, mereka mengerti plus responnya udah kaya bule aja, pake 'hu uh' ala bule (kebayang ga???). Itung-itung saya latihan, lumayanlah jadi bikin PD emaknya sama bikin lidah makin terbiasa cuap-cuap English.

Dah ah segitu dulu. Semoga semua harapan baik terkabul. Aamiin ...

Colombus, 1 September 2016

Apakabar Imanmu di Amerika sana?

Kamis, 25 Agustus 2016

Ah maaf ya. Saya lagi melankolis. Tetiba sedih ketika menyaksikan diri ini stagnan bahkan menurun dalam kualitas dan kuantitas ibadah. Nurani masih terus berbisik agar tak lena dalam nikmat ini. Nurani juga selalu memotivasi untuk terus 'eling' padaNya. Saat jiwa sudah dahaga, barulah terasa dan kemudian segera mendekat kembali padaNya. Namun tetiba lena, ibadah pelepas wajib raga saja yang terlaksana.

Lalu kemudian saya tersentak saat membaca salah satu tulisan dari seorang da'i. "Apa kabar iman mu hari ini??? Oh rindu rasanya dengan pertanyaan ini. Pertanyaan yang dulu nyaris setiap saat saya pertanyakan. Pertanyaan di masa saudara seperjuangan masih sangat banyak bahkan nyaris setiap hari bertemu.

Bukan tak bersyukur dengan hidup yang sekarang, bukan! Tapi memang berkeluarga memiliki tantangan keimanan tersendiri. Karena 2 raga telah menjadi 1 jiwa. Tentunya ada saling pengaruh mempengaruhi. Ah sulit saya menjelaskannya. Yang pasti hidup berkeluarga dan saling mengingatkan dalam kebaikan di keluarga jauh lebih menantang dibanding saat single. Yang sudah berkeluarga barangkali bisa merasakannya?

Dulu, saat teman sekamar bangun tengah malam untuk bertahajud, sontak diri ini pun bangun. Tak ingin kalah dalam hal ibadah. Soal niat biarlah Allah yang menilai. Begitu dulu pikir saya. Namun sesudah menikah. Dipercikan air ke wajah pun banyak alasan untuk bermalas. Ditambah ketika anak-anak bangun. Bukan karena anak-anak saya tidak bertahajud, tapi karena kemalasan saya.

Perjalanan ruhani tentulah masih panjang. Hati dan fikiran terus menerus bercengkarama. Sesekali saya sentak mereka dengan paksa raga agar mau bangkit untuk bermesra denganNya. Ah nikmat. Sesekali air mata membasahi wajah saya.
"ALLAH"... ucap saya lirih penuh rindu.

Dan kemudian rangkaian pengampunan dan doa penuh harap pun terucap bertubi-tubi tanpa jeda. Sampai akhirnya tersekat dalam tenggorokan perih menahan tangisan penuh dosa.

"Rabbi ... hamba memohon akhir yang baik dalam kehidupan hamba ...", kemudian terputus tenggelam dalam tangisan.

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Cerita batin di atas cerita saya pribadi. Pengalaman dan perasaan pribadi. Dan Alhamdulillah Allah masih memberi saya kesempatan memperoleh majelis ilmu yang baru di negeri minoritas muslim ini. Jika bukan karena 'dipaksa' oleh nurani, bisa saja saya memilih untuk tidak bergabung dalam majelis langka ini. Jazakumullah khairan katsir untuk semua yang sangat rutin ngontrol keberlanjutan ngaji saya. Karena memang saya bandel. Tapi saya masih seneng kok menjadi bagian dari kelompok manusia penebar kebaikan. Semoga saya juga masuk ke dalam barisan penerus estafet dakwah Rasul. Semoga ... aamiin...

Guru Baru, Teman Baru

Kamis, 18 Agustus 2016

Hatchiiiiiiim (pura-pura bersin) foto sama bule. Eits, disini eike donk bulenya. #bangga.

Kenalkan, nama ibu ini Kelly Rowe Will. Orang kentucky doi. Salah satu negara bagian di Amerika. Tapi jangan tanya Kentucky Fried Chicken yaks :P #garing

Beliau ini guru bahasa Inggris untuk penutur asing dari lembaga Bridge International OSU. Orangnya sangat ramah dan sabar pastinya. Dengan beragam jenis orang dengan beragam lidah, saya salut beliau bisa ngerti jenis bahasa Inggris dari lidah-lidah itu. Ada lidah Mesir, India, Cina, Korea, Iran dan Indonesia. Saya aja sesak napas denger mereka ngomong. Lebih engap ketimbang denger native speaker yang ngomong. Ah berarti orang pun akan sama ya ketika ngedenger saya ngomong. #lol

Ini pertemuan pertama saya di kelas dengan beliau. Harusnya ini jadi pertemuan kedua. Tapi entah apa minggu lalu saya kehilangan kesempatan pertemuan pertama.

Di pertemuan kedua ini, saya dan teman-teman baru saya (ada artis Korea lhoooo) dibekelin ilmu dasar tentang first impression dan small talk.
* kenapa first impression itu penting
* apa yang bisa kita lakukan untuk membangun first impression yang baik
* small talk seperti apa yang bisa kita lakukan sebagai salah satu cara membangun kesan pertama yang positif.

Teknik ajarnya ga ada yang spesial. Tapi saya ga ngantuk kaya waktu jaman mahasiswa #ketahuandeh. Mungkin kalo kata orang sunda 'bakat ku butuh' jadinya ga ngantuk. Eh eh, tapi dia ngajar ga kaya ngajar. Tapi lebih ke sharing info sama ilmu gitu. Mungkin ini spesialnya ya.

Seperti di kursusan di Indonesia, Kelly sebagai pengajar akan sangat melibatkan peserta ajar untuk turut aktif. Baik dalam membaca modul ajar (sepertinya untuk melihat kemampuan pronunciation nya), memahaminya (dengan bertanya atau mengajukan kesempatan bercerita atau berpendapat) dan mempraktekannya (dengan bermain peran / role play). Tentunya praktek hal paling penting di kelas ini. Karena memang target nya adalah membangun kepercayaan diri memulai percakapan kecil dengan orang asing. Jika berlangsung terus menerus atau berkesinambungan, diharapkan bisa jadi orang asing tersebut menjadi teman baru kita.

Peserta dari kelas ini rata-rata ibu-ibu seperti saya. Satu-satunya peserta laki-laki ya si artis Korea itu. Namanya Saejoun Lee. Hehehe. Liat wajah dia inget si Lee yang di 'Kelas Internasional' nya Net TV.

Ada lagi orang India. Namanya Arpana. Dia membawa ibu dan nenek nya untuk gabung juga di kelas ini. Wuih keren lah. Sekeluarga belajar 3 turunan. Eh 4 denk, dia bawa anak usia 2 tahun kurang kayanya. Ngeliat Arpana saya jadi inget pemain Uttaran #ngarang.

Nah satu lagi yang sempet saya kenalan. Namanya Maha. Dia nih yang jepretin saya ma bu Kelly. Maklum, tadinya mau selfie eh susah dapetin gambarnya karena pake kamera depan berhubung kamera belakang saya rusak. Jadi doi nawarin diri buat jepretin deh. Makasi ya Maha #semogadiangerti :P

Nama-nama lain yang belum sempet kenalan:

3 orang Cina ada Luna, Xia dan ah lupa,, nama dia yang paling susah.

Ada yanh dari Iran juga tapi dianya keburu pergi. Ga sempet kenalan deh.

Oh ya, selama di kelas saya sering keceplosan pake Bahasa Indonesia. Tak apalah. Grogi boooo.. yang penting enjoy dan ga pasang standar tinggi dalam capaian pemerolehan bahasa kedua. Enjoy this long holiday putriiiiiiiii ... manfaatin sebanyak-banyaknya ilmu buat bekel di masa depan. Semoga berkah. Aamiin.

Minggu depan pengen foto full team ah

Colombus, 18 Agustus 2016

Tips Adaptasi di Negeri Orang

Rabu, 17 Agustus 2016

Tulisan ini (jujur-jujuran) ditulis buat saya pribadi. Kan katanya menulis bisa mengikat memori. Hehe. Alhamdulillah kalo ada yang merasa memperoleh info baru nantinya.. #ngarep.

Saya yakin sih masing-masing orang punya caranya sendiri untuk beradaptasi. Nah karena saya kemampuan adaptasinya rada lama, untuk meminimalisir itu akhirnya saya curi start.

Begini nih ceritanya tips adaptasi versi saya.

1) SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) jurus andalan
Sebelum menapaki kaki di negeri paman Sam ini, saya mulai SKSD dengan siapapun kenalan suami yang saya rasa bisa saya SKSD-i. Baik itu roomate suami, tetangga di apartemen, istri mahasiswa indonesia di OSU, mahasiswa indonesia ataupun teman pengajian suami. Pokoknya siapapun yang kira-kira ketika saya SKSD ga ngerasa risih dan bahkan membalas dengan respon yang cukup friendly. Kalo yang ga seneng saya SKSD saya minta maap yak.. sumpah ini demi kebahagiaan saya semata #innocent
Dan jadilah sebelum ke Colombus dan bertemu mereka-mereka ini, saya sudah berbalas komen dan berkomunikasi via WA. Alhamdulillah benar saja, sesampai di Colombus saya tidak terlalu merasa asing dengan kenalan baru. Untuk yang belum bertegur sapa lewat medsos pun saya 'merasa' kenal karena wajah-wajah mereka sudah saya hafalkan namanya.
Untuk tips ini agak berbahaya, karena ga semua orang nyaman di SkSd-in #senyumdevil

2) Mengumpulkan Informasi
Informasi disini terkait rumah, tempat dimana saya akan menghabiskan sebagian besar hari-hari saya disana. Lingkungan sekitar rumah seperti playground, tempat dimana anak-anak akan bermain disana. Caranya? Saya minta pak suami live video call sambil kelilingin rumah plus keliling sekitaran apartemen. Hehehe. Daaaan, pas nyampe sini hati saya udah merasa dekat dengan rumah dan lingkungan sekitarnya. Langsung jatuh cinta #eh
Selain itu saya juga mengumpulkan informasi terkait kebiasaan suami, mahasiswa disana dan orang Indonesia ketika pada kumpul. Kenapa cari info seperti itu? Agar ketika saya bergabung dalam acara-acara tersebut atau sedang berkumpul dengan teman-teman Indonesia disini saya tidak cengo. Saya kebiasaan cengo dan LoLa (loading lama) kalo ngikutin sesuatu yang baru #nyengirkuda
Trus trus, info lainnya yaitu info tentang kampus dan kota Colombus. Paling ga ketika saya jalan-jalan ke kampus ataupun ke kota Colombus saya bisa "oooooh ini tu ini" atau "ini disini toooh" alias komen-komen geje bin sotoy buat peramai suasana #heu

3) Gabung Komunitas Lain
Nah poin ketiga ini, tips yang cuma bisa saya lakukan ketika saya udah di Colombus.
Maksudnya komunitas lain? Komunitas yang bukan kumpulan orang Indonesia aja. Alias nyampur dari berbagai macam negara. Jadilah saya ikutan 'English Class' yang pernah saya share. Selain kelas nya gratis, waktunya ga bentrok dengan jam kuliah suami, saya pun jadi bisa punya banyak kenalan dari berbagai macam negara.
Nah kalo udah punya banyak kenalan dari negara lain saya yakin kepercayaan diri akan meningkat dan inspirasi makin bertambah. Akhirnya ga merasa sendiri lagi dengan keterasingan bahasa karena ternyata masih banyak orang asing yang kemampuan bahasanya jauh di bawah saya dan mereka bertahan dalam keberagaman. Hmmm #semangat!!!

4) Pencitraan
Waduh ini kalo dibaca ma temen-temen disini bisa ketabuan nih. Hehehe. Saya awal nyampe hari kedua kalo ga salah, langsung masakin kerupuk mie kuah sate padang buat tetangga Indo disini. Yang diundang yang udah komen-komenan di medsos aja. Bukan apa-apa sih ga undang semua, khawatir kalo undang semua kerupuk sama bihunnya ga cukup #maapyak

5) Akui kekurangan diri... "••○○○Jujurlah Padaku -song- °°••••○○●•••●●◇
Nah ini tips yang terakhir. Maksudnya jujur pada diri sendiri, jujur mengakui apa yang diri sendiri belum mampu, belum bisa dan belum mengerti ke siapapun yang ada disekitar. Tujuannya bukan untuk dimengerti kekurangan diri dan stagnan, tapi biar ga maksain yang malah bikin ngedrop. Trus biar  termotivasi untuk menambah kemampuan diri dengan belajar dari yang sudah berpengalaman hidup di negeri orang. Prinsipnya sih "No body's perfect". Orang lain juga melewati fase shock juga kaya kita pastinya. Misal, Ga ngerti native ngomong A bukan berarti ga ngerti semua bahasa Inggris. Jangan mikir begitu, karena cuma bikin minder dan akhirnya ga mau speak up. Ga usah minder lah intinya #nunjukdirisendiri. Confidence is needed. Ga tau bahasa inggrisnya apa? Pake gesture aja. Enjoy. And it will be a fun moment. Trust me, it works!!!! #lol #ngegaring

Itu sih yang saya lakuin. Poin no 5 poin curhat banget. Wkwkwkwk ... hanya saya, suami, orang terdekat dan pastinya Allah yang tau #indeeeeeed

Colombus, 29 Agustus 2016